MENINGKATKAN KESADARAN PENTINGNYA PEMAHAMAN KESEHATAN REPRODUKSI BAGI REMAJA MELALUI PERAN AKTIF KONSELING MAHASISWA KESEHATAN
PENDAHULUAN
Perkembangan Kesehatan reproduksi remaja dalam suatu masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor terutama faktor sosial. Masuknya kebudayaan yang merubah tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi misal penggunaan internet dan handphone yang tidak bertanggungjawab. Sifat Remaja yang selalu ingin mencoba hal baru turut andil dalam meningkatkan kemampuan budaya ini,Dalam proses perkembangannya memiliki variasi remaja dalam menyikapi kemajuan tekhnologi ini. Ada yang bertanggung jawab dan adapula yang sebaliknya. Pada kegiatan yang tidak bertanggung jawab akan melahirkan dampak negative social yang cukup mengkhawatirkan.
Berkaitan dengan sudut pandang kesehatan, tindakan yang tidak bertanggung jawab yang akan mengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas ( unprotected sexuality ), penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki ( adolecent unwanted pragnancy ) di kalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan masalah-masalah sertaan lainnya yaitu aborsi dan pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang telah mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional .
Mahasiswa Kesehatan yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai Kesehatan reproduksi seharusnya meningkatkan kepedulian mereka ikut andil memecahkan permsalahan ini. Problem solving masalah kesehatan reproduksi remaja bisa dikatagorikan sebagai gerakan social mahasiswa kesehatan.
1. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi masa yang yang menyenangkan, meski bukan berarti tanpa masalah. Banyak proses yang harus dilalui seseorang dimasa transisi kanak-kanak menjadi dewasa ini. Tantangan yang dihadapi orangtua dan petugas kesehatan dalam menangangi problematika remaja pun akan semakin kompleks. Namun ada penyelesaian masalah untuk membentuk manusia-manusia kreatif dengan karakter yang kuat, salah satunya dengan konsultan masalah kesehatan reproduksi remaja.
Dari hasil survey pada tanggal 21 Januari 2010. Jumlah remaja Indonesia telah mencapai angka 62 juta. Artinya, seperempat penduduk Indonesia adalah remaja, yaitu orang yang berada pada rentang usia antara 10-24 tahun. Jika 30% diantara mereka adalah siswa SMA, artinya dalam 7 tahun kedepan akan ada 20 juta manusia dewasa Indonesia yang idealnya berada pada usia dewasa dan produktif. Sehingga boleh dikatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang cukup penting dalam pembentukan generasi dan kepemimpinan bangsa.
Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya problem sosial yang dialaminya. Remaja sangat rentan terhadap resiko Triad KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS, NAPZA). Ada begitu banyak resiko yang bisa timbul dari perilaku seksual remaja. Hal yang paling berbahaya adalah terkena penyakit menular seksual seperti sifilis (raja singa), gonorrhea, bahkan terinfeksi virus HIV. Tak hanya resiko terinfeksi, resiko kehamilan pun menghantui pihak perempuan sehingga terjadi bisa memicu terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang berujung pada aborsi. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan 90 % terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
Dari kenyataan yang saya uraikan di atas, menunjukkan bahwa pentingnya pendidikan dan konsultan masalah kesehatan reproduksi oleh mahasiswa fakultas kesehatan pada komunitas usia 13 – 21 tahun di Indonesia. Hal ini di lakukan dengan tujuan dapat menekan angka-angka yang saya uraikan di atas.
2. PERMASALAHAN
(1) Meningkatnya masalah-masalah sosial sebagai dampak kurangnya pengertian remaja akan pentingnya kesehatan reproduksi
(2) Peran serta apakah yang harus dimiliki oleh mahasiswa kesehatan.
3. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penulisan makalah ini adalah menganalisa meningkatnya masalah-masalah sosial sebagai dampak kurangnya pengertian remaja akan pentingnya kesehatan reproduksi.
Tujuannya adalah
(1) Menganalisa mengapa masalah-masalah sosial reproduksi remaja mengalami peningkatan.
(2) Memberikan saran alternative bagi keikutsertaan mahasiswa kesehatan dalam menghadapi masalah tersebut.
PEMBAHASAN
1. Permasalahan sosial remaja yang meningkat
Semakin banyaknya jumlah remaja di Indonesia, maka permasalahan di tingkat remaja semakin banyak pula. Perubahan fisik remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan dan kematangan biologis juga disertai dengan perkembangan psikologis dan sosial. Pada aspek kehidupan sosial remaja terdapat fenomena yang sangat penting yaitu munculnya dua macam ‘gerak’ yaitu menjauhi orang tua dan mendekati teman sebaya. Serta mulai tumbuhnya ketertarikan pada lawan jenisnya serta meningkatnya dorongan seksual yang sulit untuk mereka pahami.
Satu yang menarik dan perlu mendapatkan perhatian serius dari banyak pihak adalah alasan mereka melakukan hubungan seksual. Sebanyak 67,5 % dari mereka miliki alasan coba-coba karena terangsang setelah menonton film porno, 22,5% beralasan suka sama suka, dan selebihnya 10% karena di paksa oleh pacar. Ironisnya, ketika ditanyakan apakah tidak takut hamil saat melakukan hubungan seksual ? Sebanyak 64,5% berpendapat tidak akan hamil jika melakukan hubungan seksualnya hanya sekali. Sementara, sebanyak 15,8 % menyatakan untuk menghindari kehamilan segera minum jamu atau minum sprit dan segara mencuci alat kelamin dengan anti septic setelah melakukan hubungan seksual, sedangkan 19,8% menyatakan tidak takut hamil, karena pacar akan bertanggungjawab.
Tingginya angka seksualitas membuat resah semua kalangan masyarakat. Secara umum ada tiga institusi yang akan mempengaruhi pribadi dan tingkah laku seorang remaja yaitu keluarga, masyarakat, dan sekolah. Tiga institusi ini tidak bisa dipisahkan satu-sama lainnya dalam mempengaruhi kepribadian maupun perilaku seseorang, termasuk dalam perilaku seksual.
Konsep dasar Perilaku reproduksi terwujud adalah hubungan sosial antara pria dan wanita. Hubungan antra pria dan wanita tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan munculnya norma-norma dan nilai-nilai yang akan menentukan bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan. Berbagai bentuk perilaku yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma-norma yang berlaku. Ada perilaku yang diharapkan dn sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dalam hubungan sosial masyarakat; begitu pula hubungan antara pria dan wanita dalam perilaku reproduksi. Perilaku reproduksi dalam hal ini adalah mengacu kepada perilaku seks pranikah di kalangan remaja. Perilaku seks remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya ( peer group ), banjar dan desa. Sedang faktor di dam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap pemisif terhadap kelompok tersebut.
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja di antaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan.
Sekolah merupakan tempat menimba ilmu pengetahuan, dan pengalaman. Peran serta guru pembimbing sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang di dapatkan.Namun pada kenyataannya, peran guru pembimbing di sekolah-sekolah kurang maksimal. Contohnya saja perbandingan antara jumlah guru pembimbing di sekolah dan jumlah siswa yang di bimbing tidak sesuai. Oleh karena itu peran mahasiswa kesehatan yang lebih menguasai tentang kesehatan reproduksi diharapkan dapat membantu mengurangi angka kejadian masalah kesehatan reproduksi pada remaja di Indonesia.
2. Pemecahan Masalah
Ada banyak hal yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi pada remaja. Salah satunya dengan mengaktifkan peran serta mahasiswa kesehatan untuk menjadi seorang konsultan masalah kesehatan reproduksi remaja di lingkup sekolah-sekolah dan di fakultas yang tidak berbasis kesehatan.
Saat ini di seluruh Indonesia, banyak institusi kesehatan tersebar di bebagai daerah. Jadi dapat diperkirakan mahasiswa-mahasiswa dengan basic kesehatan semakin banyak pula. Untuk membantu mengatasi kesehatan reproduksi, maka mahasiswa dengan basic kesehatan hendaknya ikut berperan aktif yakni dengan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada siswa di sekolah ataupun di fakultas non kesehatan. Strategi yang dapat di jalankan adalah melalui penyebarluasan pengalaman dan pelajaran tentang kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah.
Dengan dukungan dan kerjasama dari pihak sekolah, maka mahasiswa mampu memberikan topik pendidikan kesehatan reproduksi pada siswa. Tujuan utama dari pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja dalam mendapatkan pengetahuan mengenai reproduksi, seksualitas, dan PMS termasuk HIV/AIDS.
`Adapun beberapa materi yang bisa diberikan adalah :
1. Kesehatan reproduksi remaja
2. Pergaulan sehat
3. Bahaya narkoba ditinjau dari aspek hukum, moral, dan psikososial
4. Penyakit Menular Seksual (PMS)
Dengan hal tersebut pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi remaja di harapkan dapat meningkat dan masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja dapat segera teratasi.
Agar program ini dapat berjalan berkesinambungan, remaja harus ikut serta dalam program pembelajaran ini. Mahasiswa membentuk beberapa kader pada tiap sekolah yang berperan sebagai intelegen guna masalah kesehatan reproduksi di sekolah tersebut dapat terdeteksi secara dini dan tidak seperti fenomena gunung es yang sering terjadi pada remaja saat ini.
PENDAHULUAN
Perkembangan Kesehatan reproduksi remaja dalam suatu masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor terutama faktor sosial. Masuknya kebudayaan yang merubah tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi misal penggunaan internet dan handphone yang tidak bertanggungjawab. Sifat Remaja yang selalu ingin mencoba hal baru turut andil dalam meningkatkan kemampuan budaya ini,Dalam proses perkembangannya memiliki variasi remaja dalam menyikapi kemajuan tekhnologi ini. Ada yang bertanggung jawab dan adapula yang sebaliknya. Pada kegiatan yang tidak bertanggung jawab akan melahirkan dampak negative social yang cukup mengkhawatirkan.
Berkaitan dengan sudut pandang kesehatan, tindakan yang tidak bertanggung jawab yang akan mengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas ( unprotected sexuality ), penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki ( adolecent unwanted pragnancy ) di kalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan masalah-masalah sertaan lainnya yaitu aborsi dan pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang telah mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional .
Mahasiswa Kesehatan yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai Kesehatan reproduksi seharusnya meningkatkan kepedulian mereka ikut andil memecahkan permsalahan ini. Problem solving masalah kesehatan reproduksi remaja bisa dikatagorikan sebagai gerakan social mahasiswa kesehatan.
1. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi masa yang yang menyenangkan, meski bukan berarti tanpa masalah. Banyak proses yang harus dilalui seseorang dimasa transisi kanak-kanak menjadi dewasa ini. Tantangan yang dihadapi orangtua dan petugas kesehatan dalam menangangi problematika remaja pun akan semakin kompleks. Namun ada penyelesaian masalah untuk membentuk manusia-manusia kreatif dengan karakter yang kuat, salah satunya dengan konsultan masalah kesehatan reproduksi remaja.
Dari hasil survey pada tanggal 21 Januari 2010. Jumlah remaja Indonesia telah mencapai angka 62 juta. Artinya, seperempat penduduk Indonesia adalah remaja, yaitu orang yang berada pada rentang usia antara 10-24 tahun. Jika 30% diantara mereka adalah siswa SMA, artinya dalam 7 tahun kedepan akan ada 20 juta manusia dewasa Indonesia yang idealnya berada pada usia dewasa dan produktif. Sehingga boleh dikatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang cukup penting dalam pembentukan generasi dan kepemimpinan bangsa.
Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya problem sosial yang dialaminya. Remaja sangat rentan terhadap resiko Triad KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS, NAPZA). Ada begitu banyak resiko yang bisa timbul dari perilaku seksual remaja. Hal yang paling berbahaya adalah terkena penyakit menular seksual seperti sifilis (raja singa), gonorrhea, bahkan terinfeksi virus HIV. Tak hanya resiko terinfeksi, resiko kehamilan pun menghantui pihak perempuan sehingga terjadi bisa memicu terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang berujung pada aborsi. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan 90 % terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
Dari kenyataan yang saya uraikan di atas, menunjukkan bahwa pentingnya pendidikan dan konsultan masalah kesehatan reproduksi oleh mahasiswa fakultas kesehatan pada komunitas usia 13 – 21 tahun di Indonesia. Hal ini di lakukan dengan tujuan dapat menekan angka-angka yang saya uraikan di atas.
2. PERMASALAHAN
(1) Meningkatnya masalah-masalah sosial sebagai dampak kurangnya pengertian remaja akan pentingnya kesehatan reproduksi
(2) Peran serta apakah yang harus dimiliki oleh mahasiswa kesehatan.
3. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penulisan makalah ini adalah menganalisa meningkatnya masalah-masalah sosial sebagai dampak kurangnya pengertian remaja akan pentingnya kesehatan reproduksi.
Tujuannya adalah
(1) Menganalisa mengapa masalah-masalah sosial reproduksi remaja mengalami peningkatan.
(2) Memberikan saran alternative bagi keikutsertaan mahasiswa kesehatan dalam menghadapi masalah tersebut.
PEMBAHASAN
1. Permasalahan sosial remaja yang meningkat
Semakin banyaknya jumlah remaja di Indonesia, maka permasalahan di tingkat remaja semakin banyak pula. Perubahan fisik remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan dan kematangan biologis juga disertai dengan perkembangan psikologis dan sosial. Pada aspek kehidupan sosial remaja terdapat fenomena yang sangat penting yaitu munculnya dua macam ‘gerak’ yaitu menjauhi orang tua dan mendekati teman sebaya. Serta mulai tumbuhnya ketertarikan pada lawan jenisnya serta meningkatnya dorongan seksual yang sulit untuk mereka pahami.
Satu yang menarik dan perlu mendapatkan perhatian serius dari banyak pihak adalah alasan mereka melakukan hubungan seksual. Sebanyak 67,5 % dari mereka miliki alasan coba-coba karena terangsang setelah menonton film porno, 22,5% beralasan suka sama suka, dan selebihnya 10% karena di paksa oleh pacar. Ironisnya, ketika ditanyakan apakah tidak takut hamil saat melakukan hubungan seksual ? Sebanyak 64,5% berpendapat tidak akan hamil jika melakukan hubungan seksualnya hanya sekali. Sementara, sebanyak 15,8 % menyatakan untuk menghindari kehamilan segera minum jamu atau minum sprit dan segara mencuci alat kelamin dengan anti septic setelah melakukan hubungan seksual, sedangkan 19,8% menyatakan tidak takut hamil, karena pacar akan bertanggungjawab.
Tingginya angka seksualitas membuat resah semua kalangan masyarakat. Secara umum ada tiga institusi yang akan mempengaruhi pribadi dan tingkah laku seorang remaja yaitu keluarga, masyarakat, dan sekolah. Tiga institusi ini tidak bisa dipisahkan satu-sama lainnya dalam mempengaruhi kepribadian maupun perilaku seseorang, termasuk dalam perilaku seksual.
Konsep dasar Perilaku reproduksi terwujud adalah hubungan sosial antara pria dan wanita. Hubungan antra pria dan wanita tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan munculnya norma-norma dan nilai-nilai yang akan menentukan bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan. Berbagai bentuk perilaku yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma-norma yang berlaku. Ada perilaku yang diharapkan dn sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dan sebaliknya ada perilaku yang tidak diharapkan dalam hubungan sosial masyarakat; begitu pula hubungan antara pria dan wanita dalam perilaku reproduksi. Perilaku reproduksi dalam hal ini adalah mengacu kepada perilaku seks pranikah di kalangan remaja. Perilaku seks remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada; baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya ( peer group ), banjar dan desa. Sedang faktor di dam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap pemisif terhadap kelompok tersebut.
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja di antaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan.
Sekolah merupakan tempat menimba ilmu pengetahuan, dan pengalaman. Peran serta guru pembimbing sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang di dapatkan.Namun pada kenyataannya, peran guru pembimbing di sekolah-sekolah kurang maksimal. Contohnya saja perbandingan antara jumlah guru pembimbing di sekolah dan jumlah siswa yang di bimbing tidak sesuai. Oleh karena itu peran mahasiswa kesehatan yang lebih menguasai tentang kesehatan reproduksi diharapkan dapat membantu mengurangi angka kejadian masalah kesehatan reproduksi pada remaja di Indonesia.
2. Pemecahan Masalah
Ada banyak hal yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi pada remaja. Salah satunya dengan mengaktifkan peran serta mahasiswa kesehatan untuk menjadi seorang konsultan masalah kesehatan reproduksi remaja di lingkup sekolah-sekolah dan di fakultas yang tidak berbasis kesehatan.
Saat ini di seluruh Indonesia, banyak institusi kesehatan tersebar di bebagai daerah. Jadi dapat diperkirakan mahasiswa-mahasiswa dengan basic kesehatan semakin banyak pula. Untuk membantu mengatasi kesehatan reproduksi, maka mahasiswa dengan basic kesehatan hendaknya ikut berperan aktif yakni dengan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada siswa di sekolah ataupun di fakultas non kesehatan. Strategi yang dapat di jalankan adalah melalui penyebarluasan pengalaman dan pelajaran tentang kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah.
Dengan dukungan dan kerjasama dari pihak sekolah, maka mahasiswa mampu memberikan topik pendidikan kesehatan reproduksi pada siswa. Tujuan utama dari pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja dalam mendapatkan pengetahuan mengenai reproduksi, seksualitas, dan PMS termasuk HIV/AIDS.
`Adapun beberapa materi yang bisa diberikan adalah :
1. Kesehatan reproduksi remaja
2. Pergaulan sehat
3. Bahaya narkoba ditinjau dari aspek hukum, moral, dan psikososial
4. Penyakit Menular Seksual (PMS)
Dengan hal tersebut pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi remaja di harapkan dapat meningkat dan masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja dapat segera teratasi.
Agar program ini dapat berjalan berkesinambungan, remaja harus ikut serta dalam program pembelajaran ini. Mahasiswa membentuk beberapa kader pada tiap sekolah yang berperan sebagai intelegen guna masalah kesehatan reproduksi di sekolah tersebut dapat terdeteksi secara dini dan tidak seperti fenomena gunung es yang sering terjadi pada remaja saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar