BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini aspek tumbuh kembang pada anak adalah salah satu aspek yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang baik secara fisik maupun psikososial. Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menemukan apakah tumbuh kembang seseorang berjalan normal atau tidak. Baik dilihat dari segi medis maupun statistik. Anak yang sehat akan menunjukkan tumbuh kembang yang optimal apabila diberikan lingkungan bio–fisiko-psikososial yang adekuat, namun sebagian besar masyarakat belum memahami hal ini terutama mereka yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang relatif rendah (Nursalam, 2005).
Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian sama, tetapi sebenarnya berbeda. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur tubuh. Perkembangan merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan syaraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan. Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara simultan (bersamaan). Pertumbuhan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan atau perkembangan anak (IDAI, 2002).
Pertumbuhan fisik dan pencapaian kemampuan terjadi dengan cepat selama tahun pertama. Perkembangan pada anak meliputi berbagai aspek yaitu perkembangan kognitif, bahasa, emosi, sosial dan motorik. Perkembangan motorik yang menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan ini dapat ditinjau dari motorik halus dan kasar yang bisa dilihat sejak neonatus (Nelson, 1999).
Perkembangan motorik pada bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah budaya. Budaya di Indonesia yang masih berkembang sampai saat ini adalah pemberian bedong pada bayi. Selama ini bedong sudah menjadi tradisi di masyarakat kita, khususnya di Jawa. Bedong sudah diberikan sejak bayi baru lahir, namun sampai saat ini manfaat bedong belum terbukti secara ilmiah. Saat masih janin, gerak nafas dominan berada didaerah perut dan setelah lahir gerak nafas dominan masih di perut. Lama–kelamaan gerak nafas dominan akan berada di rongga dada. Pemakaian bedong apalagi yang terlalu ketat akan membuat bayi tidak nyaman dalam bernafas (Junaidi, 2006).
Pemakaian bedong juga bisa menyebabkan peredaran darah terganggu karena kerja jantung dalam memompa darah menjadi lebih berat, sehingga bayi sering merasa sakit disekitar paru atau jalan nafas. Akibat penekanan pada tubuh, bedong juga dapat menghambat perkembangan motorik karena tangan dan kaki bayi tidak mendapat kesempatan untuk bergerak bebas (Fahima, 2004).
Fenomena di masyarakat terutama di desa–desa, pemberiaan bedong sering dikaitkan dengan pembentukan tangan dan kaki bayi. Menurut dokter spesialis tulang menyatakan bahwa secara ilmiah pemberian bedong tidak ada hubun gannya dengan pembentukan kaki. Sejak didalam kandungan, tidak ada ruangan cukup untuk bayi meluruskan kaki. Bentuk kaki bayi pada saat dikandungan dalam posisi tertekuk dan pada saat lahir, namun seiring dengan waktu petumbuhan dan perkembangannya akan menyesuaikan menjadi lurus (Mulyono, 2003).
Desa Jemowo termasuk salah satu desa yang padat penduduk di Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali. Desa ini terdiri dari 5000 penduduk dengan 995 kepala keluarga. Sepuluh persen dari jumlah penduduk adalah usia bayi dan balita yaitu sejumlah 500 jiwa. Hasil observasi peneliti hampir semua bayi di desa ini dibedong. Hasil wawancara peneliti dilapangan dengan beberapa ibu–ibu kader di Desa Jemowo menyatakan bahwa ada beberapa alasan ibu memberikan bedong pada bayinya. Alasan tersebut diantaranya adalah:
1) Untuk memberikan kehangatan sehingga bayi tidak mengalami hipotermi. 2) Agar bayi sedikit gerak dan tidak rewel sehingga akan tertidur pulasi.
3) Menurut tradisi dan kepercayaan yang sudah ada sejak dulu bahwa dengan dibedong dapat meluruskan tangan dan kaki sehingga kaki bayi tidak menjadi pengkor atau berbentuk huruf O atau X.
Hasil wawancara dengan ibu–ibu kader juga menyatakan bahwa bayi mulai dibedong sejak lahir hingga usia tertentu, setiap bayi tidak sama tetapi kebanyakan ibu–ibu membedong bayi dengan lama kurang lebih 3 bulan, yaitu hingga bayi usia 3 atau 4 bulan. Tiap hari bayi dibedong dengan pola, frekuensi dan durasi yang berbeda–beda pada setiap bayi, namun biasanya bayi dibedong menggunakan kain panjang dengan frekuensi 2-3x sehari dan lama masing–masing 1 jam atau lebih perhari. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan keinginan ibu. Melihat uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik bayi. Peneliti mengambil responden di Desa Jemowo, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali dengan alasan karena didukung dengan data yang ditemukan peneliti melalui observasi studi pendahuluan yaitu ditemukan bahwa sebagian besar bayi didesa ini diberikan bedong.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti merumuskan masalah “Apakah ada pengaruh lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik pada bayi usia 4 bulan di Desa Jemowo, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali.”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik bayi usia 4 bulan di Desa Jemowo, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui lama (dalam hari) pemberian bedong pada bayi usia 4 bulan di Desa Jemowo.
b. Untuk mengetahui jenis kain bedong, frekuensi bedong dan durasi bedong pada bayi usia 4 bulan di Desa Jemowo.
c. Untuk mengetahui perkembangan motorik bayi usia 4 bulan yang diberikan bedong.
d. mengetahui hubungan antara lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik bayi usia 4 bulan
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat, terutama bagi Ibu–ibu di Desa Jemowo tentang pengaruh pemberian bedong terhadap perkembangan motorik bayi usia 4 bulan.
2. Bagi Instituti Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk memberikan informasi yang tepat tentang pengaruh lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik bayi, dan perlu atau tidaknya pemberian bedong terhadap bayi di masyarakat.
3. Bagi Peneliti
a. Memberikan informasi yang berguna untuk penelitian lebih lanjut khususnya tentang bedong.
b. Merangsang peneliti untuk memperkaya wawasan dalam melaksanakan penelitian, mengadakan serta mengembangkan penelitian yang lebih luas di masa yang akan datang.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang bedong selama ini belum banyak dilakukan, sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang khusus membahas tentang pengaruh lama pemberian bedong terhadap perkembangan motorik pada bayi usia 4 bulan. Penelitian yang hampir sama atau berhubungan dengan judul penelitian di atas antara lain :
a. Husain (2000), meneliti tentang Pengaruh Gizi terhadap Kecerdasan serta Perkembangan Motorik Kasar pada Anak Usia 3–18 Bulan di Daerah Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gizi terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar pada anak usia 3–18 bulan di Daerah Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian secara cross sectional sedangkan tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Sasaran yang diteliti adalah usia 3–18 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi berpengaruh terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar anak. Gizi yang cukup dapat meningkatkan kecerdasan dan perkembangan motorik kasar anak, sedangkan gizi kurang dapat memperlambat kecerdasan dan perkembangan motorik kasar pada anak. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan terikat, tempat penelitian, populasi, sampel, sampling dan instrumen penelitian.
b. Herman (2005), dengan penelitian berjudul Hubungan Pola Makan Pendamping ASI dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak Motorik pada Bayi Usia 6–12 Bulan di Propinsi Bengkulu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pola makan pendamping ASI dengan pertumbuhan dan perkembangan gerak motorik pada bayi usia 6–12 bulan dengan rancangan penelitian kohort dan tehnik pengambilan sampel simple random sampling. Sasaran yang diteliti adalah usia 6–12 bulan di Propinsi Bengkulu. Variabel yang diteliti adalah pola makan pendamping ASI, pertumbuhan dan perkembangan gerak. Analisa data dengan Chi Square, anova regresi linier. Hasilnya tidak ada hubungan antara pola makan pendamping asi dengan pertumbuhan dan perkembangan motorik. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan terikat, rancangan penelitian, tempat penelitian, populasi, sampel, sampling dan instrumen penelitian.
c. Sumiyatun (2007) dengan penelitian berjudul hubungan antara pemberian ASI eklusif terhadap tingkat perkembangan bayi 6-12 bulan di Desa Pabelan ecamatan Kartasura. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara emberian ASI eklusif terhadap tingkat perkembangan bayi 6-12 bulan, dengan jenis penelitian observasional, rancangan penelitian cross sectional, teknik sampling purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eklusif terhadap tingkat perkembangan bayi 6-12 bulan. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan terikat, tehnik sampling, populasi, sampel dan tempat penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar