Pada era globalisasi seperti ini, segala macam informasi dengan mudah
bisa kita dapatkan, sehingga kejadian ataupun peristiwa dimanapun,
kapanpun dan apapun terasa semakin sempit. Dampak yang terjadi pada
kehidupan sosial sehari-hari sungguh luar biasa. Perbedaan antara kota
besar dan kecil semakin tak terlihat yang membawa perubahan juga pada
sikap dan perilaku penduduknya. Perubahan sosial yang terjadi baik
positif maupun negatif tetap harus dihadapi agar kehidupan ini menjadi
semakin beragam dan membawa kebahagiaan lahir dan batin sesuai dengan
tuntutan agama dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang merupakan tumpuan dan harapan bagi terbentuknya manusia-manusia unggulan yang memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat maupun negara, tidak luput dari pengaruh kemajuan teknologi. Bagian terbesar dari keluarga adalah remaja yang merupakan generasi penerus, calon orang tua dan sumber daya manusia potensial untuk bisa dipersiapkan dengan baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi segala macam bentuk kehidupan dan perubahannya di masyarakat. Laju informasi yang begitu deras dengan tanpa penyaringan bisa memberikan pengaruh yang negatif pada remaja, apalagi pada awal usia remaja secara psikologis kondisi mentalnya masih labil, dalam artian mereka mudah dipengaruhi oleh lingkungannya tanpa banyak pertimbangan. Jika pada usia remaja, ternyata mereka sudah mendapatkan pengaruh yang negatif, ini dimungkinkan akan mengganggu perkembangan fisik maupun psikologis mereka selanjutnya, sehingga harapan untuk membentuk generasi penerus yang berkualitas menjadi tak terpenuhi. Di antara persoalan yang banyak dihadapi oleh para remaja adalah persoalan kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi sehat secara fisik, mental dan sosial berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses organ-organ reproduksi. Dalam kesehatan reproduksi tidak saja bicara tentang pendidikan seks tetapi juga hal-hal lain yang berkaitan dengan reproduksi itu sendiri seperti masalah pubertas, bahaya penyakit menular seksual, HIV/AIDS, NAPZA dan MIRAS serta life skill yang harus dimiliki oleh remaja untuk menghadapi kehidupan dalam masyarakat. Jika kesehatan reproduksi remaja ini benar-benar sehat maka nantinya mereka akan dengan mudah bisa melewati masa remajanya dan menjadi generasi penerus seperti yang diharapkan.
Namun kenyataannya, dalam melewati masa-masa kritis ini, remaja masih kesulitan untuk mendapatkan informasi ketika menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Masalah kultur, pola komunikasi serta kurangnya pengetahuan menyebabkan para remaja sulit berkomunikasi dengan orang di sekitarnya bahkan dengan orang tuanya sendiri; yang seharusnya dapat membantu para remaja tersebut. Kondisi kurangnya pengetahuan yang dimiliki remaja maupun orang di sekitar yang berpengaruh pada kehidupan mereka tidak seimbang dengan gencarnya pemberitaan atau pesan yang bersifat menonjolkan seks, yang dapat mengilhami para remaja untuk mencoba meniru isi pesan yang mereka terima. Kebanyakkan orang tua dan orang dewasa berpikir bahwa kesehatan reproduksi, termasuk pendidikan seks di dalamnya, masih tabu untuk dibicarakan oleh anak remaja. Akhirnya remaja menjadi malu dan takut untuk berbagi ketika menghadapi masalah. Lebih jauh lagi mereka akan mencari penyelesaian di tempat lain yang bukan tidak mungkin justru akan menjerumuskan mereka.
Kesemuanya ini tentu saja membuka wawasan bahwa diperlukan suatu mekanisme untuk membantu remaja agar mereka mengetahui berbagai aspek yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Dengan pengetahuan tersebut tentu saja tidak dimaksudkan agar para remaja mencoba melakukan hubungan seks namun justru agar mereka memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab. Melalui pendidikan tersebut diharapkan para remaja mempunyai pengetahuan mengenai anatomi serta proses reproduksinya, serta kemungkinan resiko yang timbul apabila berperilaku reproduksi yang tidak sehat. Disamping itu, pendidikan kesehatan reproduksi diperlukan untuk memberikan pengetahuan agar remaja dapat memanfaatkan waktu remajanya yang terbatas untuk melakukan kegiatan yang produktif dan sehat untuk mempersiapkan masa depannya. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) perlu diajarkan bagi remaja sejak dini untuk mempersiapkan diri menghadapi pengaruh negatif informasi yang bebas dan mendunia.
Berangkat dari kenyataan di atas, kecamatan Karangploso yang sebagian besar penduduknya juga terdiri atas remaja, dipelopori oleh para remajanya dan juga orang dewasa yang peduli akan perkembangan generasi penerus bangsa telah mendirikan sebuah wadah - yang juga sudah banyak terbentuk di wilayah kabupaten Malang - sebagai sarana bagi remaja untuk mendapatkan segala macam informasi tentang kesehatan reproduksi dan juga permasalahan-permasalahan usia remaja, yang kami sebut sebagai Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) Griya Remaja. Awalnya memang pembentukkan ini dipelopori oleh remaja desa Girimoyo, karena kebetulan desa Girimoyo dijadikan percontohan untuk pembentukkan PIK-KRR. Ke depannya PIK-KRR Griya Remaja akan mencakup seluruh desa di wilayah kecamatan Karangploso.
Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang merupakan tumpuan dan harapan bagi terbentuknya manusia-manusia unggulan yang memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat maupun negara, tidak luput dari pengaruh kemajuan teknologi. Bagian terbesar dari keluarga adalah remaja yang merupakan generasi penerus, calon orang tua dan sumber daya manusia potensial untuk bisa dipersiapkan dengan baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi segala macam bentuk kehidupan dan perubahannya di masyarakat. Laju informasi yang begitu deras dengan tanpa penyaringan bisa memberikan pengaruh yang negatif pada remaja, apalagi pada awal usia remaja secara psikologis kondisi mentalnya masih labil, dalam artian mereka mudah dipengaruhi oleh lingkungannya tanpa banyak pertimbangan. Jika pada usia remaja, ternyata mereka sudah mendapatkan pengaruh yang negatif, ini dimungkinkan akan mengganggu perkembangan fisik maupun psikologis mereka selanjutnya, sehingga harapan untuk membentuk generasi penerus yang berkualitas menjadi tak terpenuhi. Di antara persoalan yang banyak dihadapi oleh para remaja adalah persoalan kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi sehat secara fisik, mental dan sosial berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses organ-organ reproduksi. Dalam kesehatan reproduksi tidak saja bicara tentang pendidikan seks tetapi juga hal-hal lain yang berkaitan dengan reproduksi itu sendiri seperti masalah pubertas, bahaya penyakit menular seksual, HIV/AIDS, NAPZA dan MIRAS serta life skill yang harus dimiliki oleh remaja untuk menghadapi kehidupan dalam masyarakat. Jika kesehatan reproduksi remaja ini benar-benar sehat maka nantinya mereka akan dengan mudah bisa melewati masa remajanya dan menjadi generasi penerus seperti yang diharapkan.
Namun kenyataannya, dalam melewati masa-masa kritis ini, remaja masih kesulitan untuk mendapatkan informasi ketika menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Masalah kultur, pola komunikasi serta kurangnya pengetahuan menyebabkan para remaja sulit berkomunikasi dengan orang di sekitarnya bahkan dengan orang tuanya sendiri; yang seharusnya dapat membantu para remaja tersebut. Kondisi kurangnya pengetahuan yang dimiliki remaja maupun orang di sekitar yang berpengaruh pada kehidupan mereka tidak seimbang dengan gencarnya pemberitaan atau pesan yang bersifat menonjolkan seks, yang dapat mengilhami para remaja untuk mencoba meniru isi pesan yang mereka terima. Kebanyakkan orang tua dan orang dewasa berpikir bahwa kesehatan reproduksi, termasuk pendidikan seks di dalamnya, masih tabu untuk dibicarakan oleh anak remaja. Akhirnya remaja menjadi malu dan takut untuk berbagi ketika menghadapi masalah. Lebih jauh lagi mereka akan mencari penyelesaian di tempat lain yang bukan tidak mungkin justru akan menjerumuskan mereka.
Kesemuanya ini tentu saja membuka wawasan bahwa diperlukan suatu mekanisme untuk membantu remaja agar mereka mengetahui berbagai aspek yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Dengan pengetahuan tersebut tentu saja tidak dimaksudkan agar para remaja mencoba melakukan hubungan seks namun justru agar mereka memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab. Melalui pendidikan tersebut diharapkan para remaja mempunyai pengetahuan mengenai anatomi serta proses reproduksinya, serta kemungkinan resiko yang timbul apabila berperilaku reproduksi yang tidak sehat. Disamping itu, pendidikan kesehatan reproduksi diperlukan untuk memberikan pengetahuan agar remaja dapat memanfaatkan waktu remajanya yang terbatas untuk melakukan kegiatan yang produktif dan sehat untuk mempersiapkan masa depannya. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) perlu diajarkan bagi remaja sejak dini untuk mempersiapkan diri menghadapi pengaruh negatif informasi yang bebas dan mendunia.
Berangkat dari kenyataan di atas, kecamatan Karangploso yang sebagian besar penduduknya juga terdiri atas remaja, dipelopori oleh para remajanya dan juga orang dewasa yang peduli akan perkembangan generasi penerus bangsa telah mendirikan sebuah wadah - yang juga sudah banyak terbentuk di wilayah kabupaten Malang - sebagai sarana bagi remaja untuk mendapatkan segala macam informasi tentang kesehatan reproduksi dan juga permasalahan-permasalahan usia remaja, yang kami sebut sebagai Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) Griya Remaja. Awalnya memang pembentukkan ini dipelopori oleh remaja desa Girimoyo, karena kebetulan desa Girimoyo dijadikan percontohan untuk pembentukkan PIK-KRR. Ke depannya PIK-KRR Griya Remaja akan mencakup seluruh desa di wilayah kecamatan Karangploso.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar