BAB.
II
GAMBARAN
KASUS
A. Pengkajian
Data mengenai klien diperoleh melalui
beberapa sumber yaitu informasi klien, informasi perawat ruangan, informasi
keluarga, dan dokumentasi klien. Selain itu data juga diperoleh berdasarkan
hasil pengamatan mahasiswa selama melaksanakan praktek.
Adapun data-data tersebut adalah :
Identitas klien : Nona L, 38 tahun belum
menikah, agama Kristen, suku Ambon, pendidikan terakhir SMA. Klien pernah
bekerja sebagai pegawai Depkes RI selama kurang lebih 5 tahun (1981 s/d 1986).
Klien adalah anak kedua dari 6 bersaudara.
Klien pertama kali dirawat pada tahun 1984
di RSJP Jakarta. Alasan dirawat oleh karena klien amuk. Masuk rumah sakit untuk
kedua kali pada tahun 1987 dengan alasan yang sama. Sejak itu klien tetap
dirawat di RSJP Jakarta sampai sekarang.
Dari hasil wawancara dengan klien diperoleh
informasi bahwa selama dirawat di RS klien sering mendengar suara-suara ejekan
seperti “jelek, kamu jahat, kamu bodoh “ dan suara-suara yang menyuruh klien
untuk marah seperti “ binatang lho, anjing lho “. Selama dirawat klien juga
pernah marah satu kali dengan memecahkan kaca jendela ruangan.
Berdasarkan informasi klien juga, diketahui
orangtua klien semuanya sudah meninggal. Sejak saat itu klien sering menyendiri
dan melamun. Kedua saudara perempuan klien sudah mempunyai anak tanpa suami.
Sedangkan kedua saudara laki-laki klien mengalami gangguan jiwa seperti
klien dan satu orang saudara klien
mengalami cacat fisik.
Berdasarkan informasi perawat, klien pernah
amuk satu kali, kurang berminat melakukan aktivitas ruangan seperti menyapu,
mengepel, dan lain-lain.
Dari hasil kunjungan rumah, keadaan ketiga
saudara laki-laki klien sesuai dengan apa yang diinformasikan klien. Lingkungan
rumah tidak terawat.
Mengenai keadaan klien sebelum mengalami
gangguan jiwa diungkapkan oleh adiknya bahwa klien adalah anak yang penurut,
pendiam, suka mengalah, senang tinggal di rumah, kurang bergaul. Sejak orangtua
meninggal, tanggung jawab keluarga diambil alih oleh tanta klien yang bersifat
diktator. Semua yang dibuat klien dan saudara-saudaranya selalu dibatasi. Sejak
itu pula klien semakin mengurung diri dan pendiam serta sering marah-marah
tanpa sebab. Hubungan di dalam keluarga terutama komunikasi antara
saudara-saudara klien kurang oleh karena tidak ada lagi yang menjadi perantara
di antara mereka. Jadi, antara saudara-saudara jarang melakukan komunikasi.
Hubungan keluarga dengan tetangga dan lingkungan sekitarnya sangat renggang,
klien dan saudara-saudaranya mengisolasi diri karena merasa malu dengan kondisi
dan keadaan keluarga.
Berdasarkan hasil pengamatan kami selama
praktek di RS, klien lebih banyak berdiam diri, tampak murung, duduk menyendiri
di sudut ruangan, jarang berinteraksi dengan klien lain juga dengan perawat,
sering berdiam lama di kamar, pandangan kosong (melamun), sering tidur di pagi
hari, dan jarang melakukan aktivitas rutin di ruangan.
B. Analisa Data
Dari hasil pengkajian, maka data dapat
dianalisa sebagai berikut :
1. Harga diri rendah
Data subyektif :
- Klien mengatakan ada suara-suara yang
menjelekkan dirinya seperti jelek, kamu
bodoh, kamu jahat.
- Klien juga mengatakan sering disudutkan
oleh teman-temannya waktu di SMP, seperti kata Yanto kamu tidak sekaya Evi, dan
lain-lain.
Data obyektif :
- Klien tampak murung
- Klien banyak berdiam diri
- Duduk menyendiri di sudut ruangan
2. Menarik diri
Data subyektif :
- Klien mengatakan tidak ada teman yang
dapat diajak bicara dan yang mau menemaninya.
Data obyektif :
- Klien tampak banyak berdiam diri
- Duduk menyendiri
- Klien jarang melakukan interaksi dengan
klien lain, juga dengan perawat.
- Klien sering menyendiri di kamar
3. Gangguan persepsi : Halusinasi dengar
Data subyektif :
- Klien mengatakan ada suara-suara yang
menjelekkan dan menyuruh kien marah.
Data obyektif :
- Klien sering menyendiri di kamar
- Sering duduk menyendiri dengan pandangan
kosong dan memandang satu arah.
4. Potensial Amuk
Data subyektif :
- Klien mengatakan ada suara-suara yang
menyuruh klien marah seperti binatang lho, anjing lho.
- Klien mengatakan selama dirawat pernah
marah satu kali dengan memecahkan kaca jendela ruangan.
Data obyektif :
- Informasi dari perawat bahwa klien masuk
RSJP oleh karena amuk dan selama dirawat pernah amuk dengan memecahkan kaca
jendela ruangan.
- Informasi keluarga : klien dibawa ke
RSJP karena marah-marah di rumah dengan
memecahkan barang-barang dan melempar orang.
5. Kurangnya Aktivitas
Data subyektif :
- Klien mengatakan semua kegiatan di RS
sudah ada yang mengerjakannya seperti mengepel, merapikan tempat tidur, mencuci
piring.
Data obyektif :
- Klien sering tidur pada pagi hari
- Klien tidak mau mengikuti kegiatan
kebaktian
6. Potensial Kambuh kembali
Data subyektif :
- Keluarga mengatakan tidak mampu merawat
klien bila klien pulang oleh karena keadaan keluarga tidak memungkinkan.
Data obyektif :
- Keadaan rumah berantakan, lingkungan
rumah kotor dan berbau bangkai, ruangan dalam rumah tidak terawat.
- Klien tinggal serumah dengan kedua
adiknya yang menderita sakit jiwa dan
satu orang adiknya yang menderita cacat fisik.
Berdasarkan analisa data di atas, maka
diagnosa yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Menarik diri sehubungan dengan harga
diri rendah.
2. Potensial amuk sehubungan dengan
halusinasi dengar
3. Potensial amuk sehubungan dengan tidak
mampu mengontrol perilaku
4. Kurangnya aktivitas sehubungan dengan
kegiatan harian yang tidak terjadwal.
5. Potensial kambuh kembali sehubungan
dengan keterbatasan pengetahuan keluarga dalam merawat klien.
BAB.
III
TINJAUAN TEORI
A. Proses Terjadinya Masalah Klien
Dari hasil pengkajian didapatkan klien Nona
L mengalami halusinasi. Menurut Rowlin, halusinasi adalah persepsi terhadap
stimulus internal tanpa adanya stimulus eksternal. Halusinasi yang terjadi pada
Nona L merupakan halusiansi pendengaran yaitu individu mendengar bunyi-bunyian
atau suara-suara. Suara-suara tersebut tidak terdengar oleh orang lain dan
sering kali suara-suara bersifat menakutkan seperti perintah-perintah yang
keras, ejekan-ejekan, tuduhan-tuduhan.
Heber membagi halusinasi menjadi 4 fase.
Pada Nona L halusinasi dengar yang terjadi sudah masuk pada fase ke empat yang
ditandai dengan halusinasi sudah menguasai diri klien. Klien merasa tidak
berdaya untuk membebaskan diri dari halusinasinya. Halusinasi pada klien ini
sudah berubah menjadi mengejek, memerintah untuk marah sehingga klien tidak
dapat berhubungan dengan orang lain yang pada akhirnya klien menarik diri dari
orang lain. Klien berada dalam dunia yang menakutkan, kecemasan yang makin
meningkat dan tidak dapat mengungkapkan secara konstruktif sehingga klien
menjadi pemarah dan mengamuk, antara lain klien pernah memecahkan kaca jendela,
melempari orang.
Faktor predisposisi yang menimbulkan
masalah pada klien yaitu perkembangan yang terhambat dan tidak terpenuhinya
kebutuhan otonomi diri, mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan selama
sosialisasi, didukung oleh komunikasi yang tertutup dalam keluarga, tidak
adanya kehangatan dalam keluarga dan sifat otoriter dari orang yang bertanggung
jawab dalam keluarga yang muncul setelah klien kehilangan kedua orangtuanya,
orang yang sangat dicintai.
Faktor sosial budaya, dimana klien dan
saudara-saudaranya mengisolasi diri karena merasa malu dengan keadaan yang
mereka alami yaitu mengalami gangguan jiwa dan cacat fisik.
Keadaan psikologis yang nampak pada klien
adalah klien termasuk orang dengan kecemasan yang tinggi, menutup diri, harga
diri rendah, koping yang destruktif. Adanya faktor-faktor tersebut di atas
terutama perasaan kehilangan yang mendalam, klien merasa kehidupan dan masa
depan keluarganya terancam, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang serta
perhatian dari orangtua sudah tidak ada. Seharusnya klien dapat menceritakan
kepada orang lain yang dapat dipercaya untuk mengungkapkan perasaannya, namun hal tersebut tidak dilakukan karena tante yang menggantikan kedudukan
kedua orangtuanya bersifat otoriter.
Keadaan ini semakin berkepanjangan karena kepribadian kien yang introvet.
Sebagai kompensasi pada awalnya klien mulai sering menyendiri, melamun dan
menutup diri. Hal tersebut memudahkan persepsi internal klien mulai terganggu
dengan sering terdengarnya suara-suara yang lembut dan pikiran-pikiran
imajinasi. Klien semakin menarik diri dari aktivitas dan lingkungan sosialnya
sehingga memberikan waktu yang lebih banyak pada klien untuk berhubungan dengan
halusinasi dan imajinasinya. Suara-suara yang lembut terdengar lebih menonjol
menguasai dan mengawasi klien sehingga menjadi terbiasa dengan hal tersebut dan
masuk dalam halusinasinya. Halusinasi memberikan kesenangan untuk sementara, makin
lama halusinasi lebih menguasai sampai klien tidak berdaya untuk membebaskan
diri dari halusinasi. Bila hal ini tidak cepat diatasi akan berlanjut menjadi
waham.
B. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada
Nona L sesuai dengan masing-masing diagnosanya adalah sebagai berikut :
Diagnosa
1
Menarik diri sehubungan dengan harga diri
rendah
Tujuan umum
:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Psikoterapeutik
a. Bina hubungan saling percaya
Kenalkan nama, tugas, waktu kerja perawat
kepada klien.
Jelaskan bahwa perawat siap mendengarkan
apa yang akan diungkapkan oleh klien.
Katakan bahwa perawat siap membantu klien.
Dengarkan dengan penuh perhatian akan
setiap pernyataan klien.
b. Bantu klien memperluas kesadaran diri.
Anjurkan klien untuk mengungkapkan semua
yang dirasakan seperti hubungannya dengan orang lain, pekerjaan, urusan rumah
tangga, dan lain-lain.
Tanyakan tentang kejadian yang berkaitan
dengan pikiran, perasaan dan keyakinannya.
Luruskan kesalahan persepsi klien tanpa
berdebat.
c. Bantu klien mengenal kekuatan dan
kelemahannya.
Anjurkan klien untuk menyebutkan atau
menuliskan minimal 5 kelebihan yang dimiliki.
Dukung kelebihan yang telah dimiliki klien.
Bicarakan dengan klien kekurangan yang
dimilikinya serta jelaskan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan
kekurangan.
d. Bantu klien mengevaluasi diri.
Tanyakan keberhasilan yang pernah diraih
klien.
Bicarakan kegagalan yang pernah dialami :
sebab-sebab kegagalan, cara mengatasinya, serta respon klien terhadap kegagalan.
Jelaskan kegagalan yang dialami dapat
menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi pada masa yang
akan datang.
e. Bantu klien membuat rencana yang
realistik.
Tanyakan tentang tujuan keberhasilan yang
ingin dicapai.
Bantu klien memilih prioritas tujuan yang
pasti dapat dicapainya.
Bicarakan dengan klien konsekuensi dari
tujuan yang telah dipilih dengan memberi contoh, bermain peran dan
mendemonstrasikan kembali.
f. Bantu klien membuat keputusan mencapai
tujuan.
Beri kesempatan kepada klien untuk
melakukan tujuan yang telah dipilih.
Tunjukkan keberhasilan yang telah dicapai
dan memberi penghargaan yang sesuai.
Sertakan klien dalam kelompok.
Beri dukungan positif untuk mempertahankan
dan meningkatkan kemampuan klien.
2. Pendidikan kesehatan
Anjurkan klien mengikuti latihan
ketrampilan untuk mengembangkan bakat ayng dimiliki.
Bimbing setiap anggota keluarga untuk
mengenal dan menghargai kemampuan dari masing-masing anggota keluarga.
Bimbing klien untuk menguraikan pola hubungannya
dengan tiap anggota keluarga.
Bimbing klien untuk mencoba cara-cara baru
dalam berhubungan dengan anggota keluarga yang lain.
Beri informasi kepada keluarga cara merawat
klien dengan harga diri rendah :
karakteristik harga diri rendah
cara merawat klien
sistim rujukan dan fasilitas pelayanan yang
tersedia.
3. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
a. Pemenuhan nutrisi dan cairan
Jelaskan bahwa makan dan minum yang cukup
penting untuk kesehatan.
Jelaskan bahwa kondisi fisik yang sehat
akan meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
Sajikan makanan yang menarik.
Pantau berat badan klien secara teratur.
b. Bantu klien melakukan kegiatan sesuai
dengan kemampuannya.
Arahkan kegiatan klien sesuai dengan
kemampuan minimal yang dimiliki.
Beri penghargaan atas keberhasilan yang
dicapai.
Beri kegiatan kepada klien secara bertahap.
Bimbing klien melakukan asuhan mandiri.
4. Terapi lingkungan
Lingkungan fisik
Siapkan ruangan yang aman dan nyaman;
hindari alat-alat yang dapat digunakan klien untuk mencederai diri sendiri dan
orang lain.
Tata ruangan secara menarik seperti
tempelkan poster-poster yang cerah untuk meningkatkan gairah hidup, hadirkan
musik yang ceria, acara televisi berupa film komedi yang lucu.
Beri kesempatan kepada klien untuk merawat
dan menyimpan barang-barang milik pribadinya pada lemari-lemari atau kamar
khusus.
Diagnosa
2
Potensial amuk sehuibungan dengan
halusinasi dengar
Tujuan umum :
Klien mampu mengungkapkan rasa marah tanpa
menyakiti diri sendiri dan orang lain.
Intervensi :
1. Psikoterapeutik
Bina hubungan saling percaya : mengucapkan
salam, memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan dan peran perawat, serta
menepati janji.
Waspadai bila klien tampak mengasingkan
diri, tidak mau didekati atau menjauh.
Gunakan komunikasi yang terbuka, misalnya
ceritakan pada saya apa yang terjadi.
Komunikasi langsung dengan istilah yang
jelas.
Bantu klien mengungkapkan perasaan,
dengarkan dengan empati, dan beri respon dengan tehnik refleksi.
Gali perasaan klien terhadap halusinasi :
tanyakan kepada klien apa yang didengar.
Diskusikan pada situasi bagaimana timbul
halusinasi : frekwensi, isi, dan waktu timbulnya, serta tindakan yang dilakukan
oleh klien dan efektivitas dari tindakannya.
Jangan membuat lelucon atau mengadili
halusinasi.
Terima tindakan klien yang suka berkelahi,
menentang, negatif dan mengasingkan diri, tanpa mengambil hati secara personal.
Kaji isi halusinasi : mengancam, menuduh
atau mengolok, dan jangan diskusikan isi halusiansi dengan klien.
Putuskan halusinasi dengan memanggil nama
klien, mengatakan pada klien “ dengarkan saya”, jangan dengarkan suara-suara
itu dan fokuskan perhatian klien pada keadaan dan aktivitas yang nyata.
Jangan membenarkan halusinasi secara verbal
maupun non verbal.
Terima halusinasi sebagai hal yang nyata
bagi klien dan beri pendapat bahwa halusinasi tidak nyata bagi perawat.
Beri reinforement bila klien mampu
memutuskan halusinasinya.
2. Pendidikan kesehatan
Ajarkan klien cara menyatakan ketakutan
denga bicara pada orang lain.
Ajarkan klien untuk mencari pertolongan
pada petugas atau melakukan sesuatu seperti mengatakan “pergi”, ngobrol dengan
orang lain, olahraga, menyapu, untuk mengontrol halusinasinya.
Diskusikan dengan tehnik pemecahan masalah.
Ajarkan dan dorong klien untuk latihan
relaksasi.
Diskusikan manfaat terapi medis bagi
kesembuhan klien dan dorong klien untuk
disiplin minum obat.
3. Aktivitas sehari-hari (ADL)
Susun dan tulis daftar kegiatan harian
bersama klien sesuai dengan jadwal ruangan, minat dan kemampuan klien.
Beri tugas dan aktivitas yang mampu klien
lakukan.
Beri bantuan dalam perawatan diri bila
perlu seperti mendorong klien utnuk mandi, mengajarkan dan mengawasi klien
menggosok gigi.
4.
Terapi lingkungan
Ciptakan lingkungan yang aman bagi klien,
penerangan dan sirkulasi udara yang cukup. Jauhkan dari benda tajam atau benda
lain yang dapat digunakan untuk menyerang dan bunuh diri, dan petugas yang siap
untuk memberikan pertolongan.
Sediakan ruangan khusus bila klien tidak
dapat mengendalikan diri akibat halusinasi.
Informasikan kepada petugas lain
kemungkinan bahaya yang ditimbulkan klien akibat halusinasinya.
5. Terapi somatik
Diskusikan dengan klien tentang manfaat
minum obat dan akibatnya bila tidak minum obat.
Pastikan klien telah meminum obatnya dengan
mengajaknay bicara.
Berikan obat dengan memperhatikan prinsip 5
benar dalam pemberian obat.
Diskusikan tentang perasaan klien setelah
minum obat dan bandingkan dengan sebelumnya.
6. Terapi aktivitas
Program orientasi realita
Tujuan :
a. Memperhatikan kontak dengan cara
terus-menerus mengorientasikan klien pada tempat, waktu dan orang.
b. Membantu klien dengan disorientasi yang
disebabkan oleh gangguan neurologis, krisis, gangguan fungsi dan perilaku.
Peserta :
a. Kelompok klien 3 - 5 orang.
b. Individual
Waktu :
30 menit setiap hari, pada waktu dan tempat yang sama ( untuk usia
lanjut lebih baik pagi hari ).
Lama
: sampai klien dapat berorientasi
terhadap realitas dengan baik denagn melakukan evaluasi OR (format evaluasi OR)
secara teratur.
Alat bantu :
a. Papan tulis OR
b. Kalender besar.
c. Jam dinding
d. Gambar orang, binatang, tanaman, makanan
dengan warna yang cerah.
Prosedur :
a. Perawat memberi informasi tentang :
Siapa dan dari mana klien berada.
Nama penghuni lain dan anggota keluarga.
Di mana dan kapan aktivitas dilakukan.
Hari ini, tanggal, bulan dan tahun.
Latihan sensoris, penglihatan, rabaan,
rasa, bunyi, bau.
Latihan menceritakan sesuatu , mengenal
sesuatu.
b. Jika klien tidak dapat memberikan
jawaban atau respon maka perawat dapat memberikan jawaban. Jika klien
memberikan respon yang benar segera diberikan pujian dan pengakuan.
c. Jika klien telah berkembang dapat
dipindahkanke kelas lanjutan, denag OR
khusus sesuai dengan kebutuhan.
Orientasi realita yanglain adalah OR 24
jam. Semua orang ( administrator, dokter, perawat, ahli gizi, pekarya, dan
anggota keluarga) yang diperkirakan bertemu dengan klien harus menggunakan OR
misalnya : memanggil nama klien, mengingatkan waktu tempat dan orang.
7. Terapi keluarga
Adakan pertemuan dengan keluarga.
Dorong keluarga mengungkapkan perasaan dan
persepsinya dalam merawat klien.
Kaji pengetahuan dan kemampuan keluarga
dalam merawat klien di rumah.
Diskusikan cara merawat klien halusinasi.
- Menyusun kegiatan harian bersama klien
dan mendorong klien untuk melaksanakannya.
- Membantu klien mengontrol halusinasi.
- Membantu klien dalam peraatan diri.
- Mengawasi klien pada saat minum obat.
Diskusikan kemampuan keluarga dan kendala
dalam merawat klien di rumah serta pemecahannya.
Anjurkan keluarga untuk bekerja sama dengan
sumber-sumber di masyarakat seperti karang taruna, kelompok keagamaan, dan
tokoh masyarakat untuk mendukung dan membantu keluarga merawat klien.
Informasikan pelayanan kesehatan jiwa yang
dapat dihubungi keluarga seperti puskesmas.
8. Terapi spiritual
Dorong klien untuk mengungkapkan
persepsinya tentang maksud kehidupan.
Dorong klien untuk mengidentifikasikan
tujuan hidupnya yang mungkin dicapai.
Diskusikan dengan klien hal-hal yang
menyenangkan dalam diri dan hidupnya.
Dorong semangat klien dengan menjelaskan
bahwa halusinasinya harus dikontrol.
Diagnosa
3
Potensial amuk sehubungan dengan tidak
mampu mengontrol perilaku marah.
Tujuan umum :
Klien mampu mengekspresikan perilaku marah
yang konstruktif.
Intervensi
:
1. Psikoterapeutik
a. Bina hubungan saling percaya
Memanggilklien dengan nama panggilan yang
disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan
berwibawa.
Tanyakan apa yang diinginkan klien dengan
tidak menjanjikan sesuatu yang tidak mungkin dapat dipenuhi.
b.
Bantu klien mengungkapkan rasa marah.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan klien dengan sikap yang tenang.
Beri respon atas ungkapan rasa marah dan
bermusuhan.
Anjurkan klien untuk mencoba mengendalikan
diri dan mengatakan bahwa peraat siap membantu.
2. Lingkungan terapeutik
a. Amankan klien lain dan lingkungan.
Siapkan ruangan yang akan dipakai untuk
perawatan klien.
Anjurkan klien lain atau keluarga untuk
mengosongkan tempat yang akan dilalui klien.
Pindahkan alat-alat yang membahayakan klien
atau lingkungan.
b. Pindahkan klien ke tempat yang aman
Siapkan tenaga minimal 2 orang (sesuai
dengan kondisi klien).
Seorang petugas berbicara kepada klien agar
dia berusaha mengendalikan diri dengan tetap menjaga jarak personal.
Petugas yang lain siap memberi bantuan bila
krisis tidak dapat mengendalikan diri,tapi bila klien dapat mengendalikan diri
maka diajak ke tempat yang tenang dengan didampingi perawat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar