Jumat, 06 Januari 2012

GAMBARAN KASUS HALUSINASI DENGAR POLTEKKES MALANG


BAB.  II
GAMBARAN  KASUS

A. Pengkajian

Data mengenai klien diperoleh melalui beberapa sumber yaitu informasi klien, informasi perawat ruangan, informasi keluarga, dan dokumentasi klien. Selain itu data juga diperoleh berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama melaksanakan praktek.
Adapun data-data tersebut adalah :
Identitas klien : Nona L, 38 tahun belum menikah, agama Kristen, suku Ambon, pendidikan terakhir SMA. Klien pernah bekerja sebagai pegawai Depkes RI selama kurang lebih 5 tahun (1981 s/d 1986). Klien adalah anak kedua dari 6 bersaudara.
Klien pertama kali dirawat pada tahun 1984 di RSJP Jakarta. Alasan dirawat oleh karena klien amuk. Masuk rumah sakit untuk kedua kali pada tahun 1987 dengan alasan yang sama. Sejak itu klien tetap dirawat di RSJP Jakarta sampai sekarang.
Dari hasil wawancara dengan klien diperoleh informasi bahwa selama dirawat di RS klien sering mendengar suara-suara ejekan seperti “jelek, kamu jahat, kamu bodoh “ dan suara-suara yang menyuruh klien untuk marah seperti “ binatang lho, anjing lho “. Selama dirawat klien juga pernah marah satu kali dengan memecahkan kaca jendela ruangan.
Berdasarkan informasi klien juga, diketahui orangtua klien semuanya sudah meninggal. Sejak saat itu klien sering menyendiri dan melamun. Kedua saudara perempuan klien sudah mempunyai anak tanpa suami. Sedangkan kedua saudara laki-laki klien mengalami gangguan jiwa seperti klien  dan satu orang saudara klien mengalami cacat fisik.
 Berdasarkan informasi perawat, klien pernah amuk satu kali, kurang berminat melakukan aktivitas ruangan seperti menyapu, mengepel, dan lain-lain.
Dari hasil kunjungan rumah, keadaan ketiga saudara laki-laki klien sesuai dengan apa yang diinformasikan klien. Lingkungan rumah tidak terawat.
Mengenai keadaan klien sebelum mengalami gangguan jiwa diungkapkan oleh adiknya bahwa klien adalah anak yang penurut, pendiam, suka mengalah, senang tinggal di rumah, kurang bergaul. Sejak orangtua meninggal, tanggung jawab keluarga diambil alih oleh tanta klien yang bersifat diktator. Semua yang dibuat klien dan saudara-saudaranya selalu dibatasi. Sejak itu pula klien semakin mengurung diri dan pendiam serta sering marah-marah tanpa sebab. Hubungan di dalam keluarga terutama komunikasi antara saudara-saudara klien kurang oleh karena tidak ada lagi yang menjadi perantara di antara mereka. Jadi, antara saudara-saudara jarang melakukan komunikasi. Hubungan keluarga dengan tetangga dan lingkungan sekitarnya sangat renggang, klien dan saudara-saudaranya mengisolasi diri karena merasa malu dengan kondisi dan keadaan keluarga.
Berdasarkan hasil pengamatan kami selama praktek di RS, klien lebih banyak berdiam diri, tampak murung, duduk menyendiri di sudut ruangan, jarang berinteraksi dengan klien lain juga dengan perawat, sering berdiam lama di kamar, pandangan kosong (melamun), sering tidur di pagi hari, dan jarang melakukan aktivitas rutin di ruangan.

B. Analisa Data
Dari hasil pengkajian, maka data dapat dianalisa sebagai berikut :
1. Harga diri rendah
Data subyektif :
- Klien mengatakan ada suara-suara yang menjelekkan dirinya  seperti jelek, kamu bodoh, kamu jahat.
- Klien juga mengatakan sering disudutkan oleh teman-temannya waktu di SMP, seperti kata Yanto kamu tidak sekaya Evi, dan lain-lain.
Data obyektif :
- Klien tampak murung
- Klien banyak berdiam diri
- Duduk menyendiri di sudut ruangan

2. Menarik diri
Data subyektif :
- Klien mengatakan tidak ada teman yang dapat diajak bicara dan yang mau menemaninya.
Data obyektif  :
- Klien tampak banyak berdiam diri
- Duduk menyendiri
- Klien jarang melakukan interaksi dengan klien lain, juga dengan perawat.
- Klien sering menyendiri di kamar

3. Gangguan persepsi :  Halusinasi dengar
Data subyektif :
- Klien mengatakan ada suara-suara yang menjelekkan dan menyuruh kien marah.
Data obyektif  :
- Klien sering menyendiri di kamar
- Sering duduk menyendiri dengan pandangan kosong dan memandang satu arah.

4. Potensial Amuk
Data subyektif :
- Klien mengatakan ada suara-suara yang menyuruh klien marah seperti binatang lho, anjing lho.
- Klien mengatakan selama dirawat pernah marah satu kali dengan memecahkan kaca jendela ruangan.
Data obyektif :
- Informasi dari perawat bahwa klien masuk RSJP oleh karena amuk dan selama dirawat pernah amuk dengan memecahkan kaca jendela ruangan.
- Informasi keluarga : klien dibawa ke RSJP  karena marah-marah di rumah dengan memecahkan barang-barang dan melempar orang.

5. Kurangnya Aktivitas
Data subyektif :
- Klien mengatakan semua kegiatan di RS sudah ada yang mengerjakannya seperti mengepel, merapikan tempat tidur, mencuci piring.
Data obyektif :
- Klien sering tidur pada pagi hari
- Klien tidak mau mengikuti kegiatan kebaktian

6. Potensial Kambuh kembali
Data subyektif :
- Keluarga mengatakan tidak mampu merawat klien bila klien pulang oleh karena keadaan keluarga tidak memungkinkan.
Data obyektif  :
- Keadaan rumah berantakan, lingkungan rumah kotor dan berbau bangkai, ruangan dalam rumah tidak terawat.
- Klien tinggal serumah dengan kedua adiknya yang menderita sakit jiwa dan  satu orang adiknya yang menderita cacat fisik.

Berdasarkan analisa data di atas, maka diagnosa yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Menarik diri sehubungan dengan harga diri rendah.
2. Potensial amuk sehubungan dengan halusinasi dengar
3. Potensial amuk sehubungan dengan tidak mampu mengontrol perilaku
4. Kurangnya aktivitas sehubungan dengan kegiatan harian yang tidak terjadwal.
5. Potensial kambuh kembali sehubungan dengan keterbatasan pengetahuan keluarga dalam merawat klien.

BAB.  III
TINJAUAN TEORI

A. Proses Terjadinya Masalah Klien
Dari hasil pengkajian didapatkan klien Nona L mengalami halusinasi. Menurut Rowlin, halusinasi adalah persepsi terhadap stimulus internal tanpa adanya stimulus eksternal. Halusinasi yang terjadi pada Nona L merupakan halusiansi pendengaran yaitu individu mendengar bunyi-bunyian atau suara-suara. Suara-suara tersebut tidak terdengar oleh orang lain dan sering kali suara-suara bersifat menakutkan seperti perintah-perintah yang keras, ejekan-ejekan, tuduhan-tuduhan.
Heber membagi halusinasi menjadi 4 fase. Pada Nona L halusinasi dengar yang terjadi sudah masuk pada fase ke empat yang ditandai dengan halusinasi sudah menguasai diri klien. Klien merasa tidak berdaya untuk membebaskan diri dari halusinasinya. Halusinasi pada klien ini sudah berubah menjadi mengejek, memerintah untuk marah sehingga klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain yang pada akhirnya klien menarik diri dari orang lain. Klien berada dalam dunia yang menakutkan, kecemasan yang makin meningkat dan tidak dapat mengungkapkan secara konstruktif sehingga klien menjadi pemarah dan mengamuk, antara lain klien pernah memecahkan kaca jendela, melempari orang.
Faktor predisposisi yang menimbulkan masalah pada klien yaitu perkembangan yang terhambat dan tidak terpenuhinya kebutuhan otonomi diri, mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan selama sosialisasi, didukung oleh komunikasi yang tertutup dalam keluarga, tidak adanya kehangatan dalam keluarga dan sifat otoriter dari orang yang bertanggung jawab dalam keluarga yang muncul setelah klien kehilangan kedua orangtuanya, orang yang sangat dicintai.
Faktor sosial budaya, dimana klien dan saudara-saudaranya mengisolasi diri karena merasa malu dengan keadaan yang mereka alami yaitu mengalami gangguan jiwa dan cacat fisik.
Keadaan psikologis yang nampak pada klien adalah klien termasuk orang dengan kecemasan yang tinggi, menutup diri, harga diri rendah, koping yang destruktif. Adanya faktor-faktor tersebut di atas terutama perasaan kehilangan yang mendalam, klien merasa kehidupan dan masa depan keluarganya terancam, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang serta perhatian dari orangtua sudah tidak ada. Seharusnya klien dapat menceritakan kepada orang lain yang dapat dipercaya untuk mengungkapkan perasaannya,  namun hal tersebut tidak dilakukan  karena tante yang menggantikan kedudukan kedua  orangtuanya bersifat otoriter. Keadaan ini semakin berkepanjangan karena kepribadian kien yang introvet. Sebagai kompensasi pada awalnya klien mulai sering menyendiri, melamun dan menutup diri. Hal tersebut memudahkan persepsi internal klien mulai terganggu dengan sering terdengarnya suara-suara yang lembut dan pikiran-pikiran imajinasi. Klien semakin menarik diri dari aktivitas dan lingkungan sosialnya sehingga memberikan waktu yang lebih banyak pada klien untuk berhubungan dengan halusinasi dan imajinasinya. Suara-suara yang lembut terdengar lebih menonjol menguasai dan mengawasi klien sehingga menjadi terbiasa dengan hal tersebut dan masuk dalam halusinasinya. Halusinasi memberikan kesenangan untuk sementara, makin lama halusinasi lebih menguasai sampai klien tidak berdaya untuk membebaskan diri dari halusinasi. Bila hal ini tidak cepat diatasi akan berlanjut menjadi waham.

B. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada Nona L sesuai dengan masing-masing diagnosanya adalah sebagai berikut :

Diagnosa  1
Menarik diri sehubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum  :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Psikoterapeutik
a. Bina hubungan saling percaya
Kenalkan nama, tugas, waktu kerja perawat kepada klien.
Jelaskan bahwa perawat siap mendengarkan apa yang akan diungkapkan oleh klien.
Katakan bahwa perawat siap membantu klien.
Dengarkan dengan penuh perhatian akan setiap pernyataan klien.
b. Bantu klien memperluas kesadaran diri.
Anjurkan klien untuk mengungkapkan semua yang dirasakan seperti hubungannya dengan orang lain, pekerjaan, urusan rumah tangga, dan lain-lain.
Tanyakan tentang kejadian yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan keyakinannya.
Luruskan kesalahan persepsi klien tanpa berdebat.
c. Bantu klien mengenal kekuatan dan kelemahannya.
Anjurkan klien untuk menyebutkan atau menuliskan minimal 5 kelebihan yang dimiliki.
Dukung kelebihan yang telah dimiliki klien.
Bicarakan dengan klien kekurangan yang dimilikinya serta jelaskan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan.
d. Bantu klien mengevaluasi diri.
Tanyakan keberhasilan yang pernah diraih klien.
Bicarakan kegagalan yang pernah dialami : sebab-sebab kegagalan, cara mengatasinya, serta respon  klien terhadap kegagalan.
Jelaskan kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.
e. Bantu klien membuat rencana yang realistik.
Tanyakan tentang tujuan keberhasilan yang ingin dicapai.
Bantu klien memilih prioritas tujuan yang pasti dapat dicapainya.
Bicarakan dengan klien konsekuensi dari tujuan yang telah dipilih dengan memberi contoh, bermain peran dan mendemonstrasikan kembali.
f. Bantu klien membuat keputusan mencapai tujuan.
Beri kesempatan kepada klien untuk melakukan tujuan yang telah dipilih.
Tunjukkan keberhasilan yang telah dicapai dan memberi penghargaan yang sesuai.
Sertakan klien dalam kelompok.
Beri dukungan positif untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien.

2. Pendidikan kesehatan
Anjurkan klien mengikuti latihan ketrampilan untuk mengembangkan bakat ayng dimiliki.
Bimbing setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai kemampuan dari masing-masing anggota keluarga.
Bimbing klien untuk menguraikan pola hubungannya dengan tiap anggota keluarga.
Bimbing klien untuk mencoba cara-cara baru dalam berhubungan dengan anggota keluarga yang lain.
Beri informasi kepada keluarga cara merawat klien dengan harga diri rendah :
karakteristik harga diri rendah
cara merawat klien
sistim rujukan dan fasilitas pelayanan yang tersedia.

3. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
a. Pemenuhan nutrisi dan cairan
Jelaskan bahwa makan dan minum yang cukup penting untuk kesehatan.
Jelaskan bahwa kondisi fisik yang sehat akan meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
Sajikan makanan yang menarik.
Pantau berat badan klien secara teratur.
b. Bantu klien melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuannya.
Arahkan kegiatan klien sesuai dengan kemampuan minimal yang dimiliki.
Beri penghargaan atas keberhasilan yang dicapai.
Beri kegiatan kepada klien secara bertahap.
Bimbing klien melakukan asuhan mandiri.

4. Terapi lingkungan
Lingkungan fisik
Siapkan ruangan yang aman dan nyaman; hindari alat-alat yang dapat digunakan klien untuk mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tata ruangan secara menarik seperti tempelkan poster-poster yang cerah untuk meningkatkan gairah hidup, hadirkan musik yang ceria, acara televisi berupa film komedi yang lucu.
Beri kesempatan kepada klien untuk merawat dan menyimpan barang-barang milik pribadinya pada lemari-lemari atau kamar khusus.

Diagnosa  2
Potensial amuk sehuibungan dengan halusinasi dengar
Tujuan umum :
Klien mampu mengungkapkan rasa marah tanpa menyakiti diri sendiri dan orang lain.
Intervensi :
1. Psikoterapeutik
Bina hubungan saling percaya : mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan dan peran perawat, serta menepati janji.
Waspadai bila klien tampak mengasingkan diri, tidak mau didekati atau menjauh.
Gunakan komunikasi yang terbuka, misalnya ceritakan pada saya apa yang terjadi.
Komunikasi langsung dengan istilah yang jelas.
Bantu klien mengungkapkan perasaan, dengarkan dengan empati, dan beri respon dengan tehnik refleksi.
Gali perasaan klien terhadap halusinasi : tanyakan kepada klien apa yang didengar.
Diskusikan pada situasi bagaimana timbul halusinasi : frekwensi, isi, dan waktu timbulnya, serta tindakan yang dilakukan oleh klien dan efektivitas dari tindakannya.
Jangan membuat lelucon atau mengadili halusinasi.
Terima tindakan klien yang suka berkelahi, menentang, negatif dan mengasingkan diri, tanpa mengambil hati secara personal.
Kaji isi halusinasi : mengancam, menuduh atau mengolok, dan jangan diskusikan isi halusiansi dengan klien.
Putuskan halusinasi dengan memanggil nama klien, mengatakan pada klien “ dengarkan saya”, jangan dengarkan suara-suara itu dan fokuskan perhatian klien pada keadaan dan aktivitas yang nyata.
Jangan membenarkan halusinasi secara verbal maupun non verbal.
Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan beri pendapat bahwa halusinasi tidak nyata bagi perawat.
Beri reinforement bila klien mampu memutuskan halusinasinya.
2. Pendidikan kesehatan
Ajarkan klien cara menyatakan ketakutan denga bicara pada orang lain.
Ajarkan klien untuk mencari pertolongan pada petugas atau melakukan sesuatu seperti mengatakan “pergi”, ngobrol dengan orang lain, olahraga, menyapu, untuk mengontrol halusinasinya.
Diskusikan dengan tehnik pemecahan masalah.
Ajarkan dan dorong klien untuk latihan relaksasi.
Diskusikan manfaat terapi medis bagi kesembuhan klien  dan dorong klien untuk disiplin minum obat.
3. Aktivitas sehari-hari (ADL)
Susun dan tulis daftar kegiatan harian bersama klien sesuai dengan jadwal ruangan, minat dan kemampuan klien.
Beri tugas dan aktivitas yang mampu klien lakukan.
Beri bantuan dalam perawatan diri bila perlu seperti mendorong klien utnuk mandi, mengajarkan dan mengawasi klien menggosok gigi.
4.  Terapi lingkungan
Ciptakan lingkungan yang aman bagi klien, penerangan dan sirkulasi udara yang cukup. Jauhkan dari benda tajam atau benda lain yang dapat digunakan untuk menyerang dan bunuh diri, dan petugas yang siap untuk memberikan pertolongan.
Sediakan ruangan khusus bila klien tidak dapat mengendalikan diri akibat halusinasi.
Informasikan kepada petugas lain kemungkinan bahaya yang ditimbulkan klien akibat halusinasinya.
5. Terapi somatik
Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat dan akibatnya bila tidak minum obat.
Pastikan klien telah meminum obatnya dengan mengajaknay bicara.
Berikan obat dengan memperhatikan prinsip 5 benar dalam pemberian obat.
Diskusikan tentang perasaan klien setelah minum obat dan bandingkan dengan sebelumnya.
6. Terapi aktivitas
Program orientasi realita
Tujuan :
a. Memperhatikan kontak dengan cara terus-menerus mengorientasikan klien pada tempat, waktu dan orang.
b. Membantu klien dengan disorientasi yang disebabkan oleh gangguan neurologis, krisis, gangguan fungsi dan perilaku.
Peserta :
a. Kelompok klien 3 - 5 orang.
b. Individual
Waktu :  30 menit setiap hari, pada waktu dan tempat yang sama ( untuk usia lanjut lebih baik pagi hari ).
Lama  :  sampai klien dapat berorientasi terhadap realitas dengan baik denagn melakukan evaluasi OR (format evaluasi OR) secara teratur.
Alat bantu :
a. Papan tulis OR
b. Kalender besar.
c. Jam dinding
d. Gambar orang, binatang, tanaman, makanan dengan warna yang cerah.
Prosedur :
a. Perawat memberi informasi tentang :
Siapa dan dari mana klien berada.
Nama penghuni lain dan anggota keluarga.
Di mana dan kapan aktivitas dilakukan.
Hari ini, tanggal, bulan dan tahun.
Latihan sensoris, penglihatan, rabaan, rasa, bunyi, bau.
Latihan menceritakan sesuatu , mengenal sesuatu.
b. Jika klien tidak dapat memberikan jawaban atau respon maka perawat dapat memberikan jawaban. Jika klien memberikan respon yang benar segera diberikan pujian dan pengakuan.
c. Jika klien telah berkembang dapat dipindahkanke kelas lanjutan, denag  OR khusus sesuai dengan kebutuhan.
Orientasi realita yanglain adalah OR 24 jam. Semua orang ( administrator, dokter, perawat, ahli gizi, pekarya, dan anggota keluarga) yang diperkirakan bertemu dengan klien harus menggunakan OR misalnya :  memanggil nama klien,  mengingatkan waktu tempat dan orang.
7. Terapi keluarga
Adakan pertemuan dengan keluarga.
Dorong keluarga mengungkapkan perasaan dan persepsinya dalam merawat klien.
Kaji pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam merawat klien di rumah.
Diskusikan cara merawat klien halusinasi.
- Menyusun kegiatan harian bersama klien dan mendorong klien untuk melaksanakannya.
- Membantu klien mengontrol halusinasi.
- Membantu klien dalam peraatan diri.
- Mengawasi klien pada saat minum obat.
Diskusikan kemampuan keluarga dan kendala dalam merawat klien di rumah serta pemecahannya.
Anjurkan keluarga untuk bekerja sama dengan sumber-sumber di masyarakat seperti karang taruna, kelompok keagamaan, dan tokoh masyarakat untuk mendukung dan membantu keluarga merawat klien.
Informasikan pelayanan kesehatan jiwa yang dapat dihubungi keluarga seperti puskesmas.

8. Terapi spiritual
Dorong klien untuk mengungkapkan persepsinya tentang maksud kehidupan.
Dorong klien untuk mengidentifikasikan tujuan hidupnya yang mungkin dicapai.
Diskusikan dengan klien hal-hal yang menyenangkan dalam diri dan hidupnya.
Dorong semangat klien dengan menjelaskan bahwa halusinasinya harus dikontrol.

Diagnosa  3
Potensial amuk sehubungan dengan tidak mampu mengontrol perilaku marah.
Tujuan umum :
Klien mampu mengekspresikan perilaku marah yang konstruktif.
Intervensi  :
1. Psikoterapeutik
a. Bina hubungan saling percaya
Memanggilklien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan berwibawa.
Tanyakan apa yang diinginkan klien dengan tidak menjanjikan sesuatu yang tidak mungkin dapat dipenuhi.
b.  Bantu klien mengungkapkan rasa marah.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap yang tenang.
Beri respon atas ungkapan rasa marah dan bermusuhan.
Anjurkan klien untuk mencoba mengendalikan diri dan mengatakan bahwa peraat siap membantu.
2. Lingkungan terapeutik
a. Amankan klien lain dan lingkungan.
Siapkan ruangan yang akan dipakai untuk perawatan klien.
Anjurkan klien lain atau keluarga untuk mengosongkan tempat yang akan dilalui klien.
Pindahkan alat-alat yang membahayakan klien atau lingkungan.
b. Pindahkan klien ke tempat yang aman
Siapkan tenaga minimal 2 orang (sesuai dengan kondisi klien).
Seorang petugas berbicara kepada klien agar dia berusaha mengendalikan diri dengan tetap menjaga jarak personal.
Petugas yang lain siap memberi bantuan bila krisis tidak dapat mengendalikan diri,tapi bila klien dapat mengendalikan diri maka diajak ke tempat yang tenang dengan didampingi perawat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar