Akikah
Ketika Sudah Dewasa
Hukum Akikah
Ketika Sudah Dewasa
Bismillah,
Assalamau’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Ustadz, saya mau bertanya mengenai Akikah.
Apabila sewaktu kecil belum diakikahi, apakah setelah besar harus diakikahkan juga? Bagaimana hukumnya jika akikah tersebut dilakukan ketika telah dewasa??
Terimakasih atas jawabanya.
Wa ‘alaikumussalam
Apabila sewaktu kecil belum diakikahi, apakah setelah besar harus diakikahkan juga? Bagaimana hukumnya jika akikah tersebut dilakukan ketika telah dewasa??
Terimakasih atas jawabanya.
Wa ‘alaikumussalam
Akikah Untuk Diri Sendiri Setelah Dewasa
Bismillah
Pertama, akikah hukumnya sunah muakkad (ditekankan) menurut pendapat yang lebih kuat. Dan yang mendapatkan perintah adalah bapak. Karena itu, tidak wajib bagi ibunya atau anak yang diakikahi untuk menunaikannya.
Jika Akikah belum ditunaikan, sunah akikah tidak gugur, meskipun si anak sudah balig. Apabila seorang bapak sudah mampu untuk melaksanakan akikah, maka dia dianjurkan untuk memberikan akikah bagi anaknya yang belum diakikahi tersebut.
Pertama, akikah hukumnya sunah muakkad (ditekankan) menurut pendapat yang lebih kuat. Dan yang mendapatkan perintah adalah bapak. Karena itu, tidak wajib bagi ibunya atau anak yang diakikahi untuk menunaikannya.
Jika Akikah belum ditunaikan, sunah akikah tidak gugur, meskipun si anak sudah balig. Apabila seorang bapak sudah mampu untuk melaksanakan akikah, maka dia dianjurkan untuk memberikan akikah bagi anaknya yang belum diakikahi tersebut.
Kedua, jika ada anak yang belum diakikahi
bapaknya, apakah si anak dibolehkan untuk mengakikahi diri sendiri?
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang lebih kuat, dia dianjurkan untuk melakukan akikah.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika dia belum diakikahi sama sekali, kemudian balig dan telah bekerja, maka dia tidak wajib untuk mengakikahi dirinya sendiri.”
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang lebih kuat, dia dianjurkan untuk melakukan akikah.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika dia belum diakikahi sama sekali, kemudian balig dan telah bekerja, maka dia tidak wajib untuk mengakikahi dirinya sendiri.”
Imam Ahmad
ditanya tentang masalah ini, ia menjawab, “Itu adalah kewajiban orang tua,
artinya tidak wajib mengakikahi diri sendiri. Karena yang lebih sesuai sunah
adalah dibebankan kepada orang lain (bapak). Sementara Imam Atha dan Hasan
Al-Bashri mengatakan, “Dia boleh mengakikahi diri sendiri, karena akikah itu
dianjurkan baginya, dan dia tergadaikan dengan akikahnya. Karena itu, dia
dianjurkan untuk membebaskan dirinya.”
Sementara menurut pendapat kami, akikah disyariatkan untuk dilakukan bapak. Oleh karena itu, orang lain tidak perlu menggantikannya….” (Al-Mughni, 9:364).
Sementara menurut pendapat kami, akikah disyariatkan untuk dilakukan bapak. Oleh karena itu, orang lain tidak perlu menggantikannya….” (Al-Mughni, 9:364).
Ibnul Qayim
mengatakan, “Bab, hukum untuk orang yang belum diakikahi bapaknya, apakah dia
boleh mengakikahi diri sendiri setelah balig?” Al-Khalal mengatakan, “Anjuran
bagi orang yang belum diakikahi di waktu kecil, agar mengakikahi diri sendiri
setelah dewasa.” Kemudian ia menyebutkan kumpulan tanya jawab dengan Imam Ahmad
dari Ismail bin Sa’id Al-Syalinji, ia mengatakan, “Saya betranya kepada Ahmad
tentang orang yang diberi tahu bapaknya bahwa dia belum diakikahi. Bolehkah
mengakikahi diri sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Itu adalah kewajiban bapak.”
Dalam kitab Al-Masail karya Al-Maimuni, ia bertanya kepada Imam Ahmad,
“Jika orang belum diakikahi, apakah boleh dia akikah untuk diri sendiri ketika
dewasa?” Kemudian ia menyebutkan riwayat akikah untuk orang dewasa dan ia
dhaifkan. Saya melihat bahwasanya Imam Ahmad menganggap baik, jika belum
diakikahi waktu kecil agar melakukan akikah setelah dewasa. Imam Ahmad
mengatakan, “Jika ada orang yang melaksanakannya, saya tidak membencinya.”
Abdul Malik
pernah bertanya kepada Imam Ahmad, “Bolehkah dia berakikah ketika dewasa?” Ia
menjawab, “Saya belum pernah mendengar hadis tentang akikah ketika dewasa sama
sekali.” Abdul Malik bertanya lagi, “Dulu bapaknya tidak punya, kemudian
setelah kaya, dia tidak ingin membiarkan anaknya sampai dia akikahi?” Imam
Ahmad menjawab, “Saya tidak tahu. Saya belum mendengar hadis tentang akikah
ketika dewasa sama sekali.” kemudian Imam Ahmad mengatakan, “Siapa yang
melakukannya maka itu baik, dan ada sebagian ulama yang mewajibkannya.” (Tuhfatul
maudud, Hal. 87 – 88)
Setelah
membawakan keterangan di atas, Syekh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Pendapat
pertama yang lebih utama, yaitu dianjurkan untuk melakukan akikah untuk diri
sendiri. Karena akikah sunah yang sangat ditekankan. Bilamana orang tua anak
tidak melaksanakannya, disyariatkan untuk melaksanakan akikah tersebut jika
telah mampu. Ini berdasarkan keumuman banyak hadis, diantaranya, sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam :
كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويسمى
“Setiap anak
tergadaikan dengan akikahnya, disembelih pada hari ketujuh, dicukur, dan diberi
nama.”
Diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah, dari Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu dengan sanad yang shahih.
Diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah, dari Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu dengan sanad yang shahih.
Termasuk
juga hadis Ummu Kurzin, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk memberikan akikah bagi anak laki-laki dua kambing dan anak
perempuan dengan satu kambing. Hadis ini diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu
Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah. Demikian pula Tirmudzi meriwayatkan yang semisal
dari Aisyah. Dan ini tidak hanya ditujukan kepada bapak, sehingga mencakup
anak, ibu, atau yang lainnya, yang masih kerabat bayi tersebut.”
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 26:266)
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 26:266)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar