Minggu, 18 Desember 2011

Thypus Abdominalis


TINJAUAN TEORITIS
Oleh : Muslimin  Siraja, S.Kep Ns / PSIK III

A.      Konsep Dasar


1.       Definisi
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih  disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.   (Rampengan,1990)

2.       Patofisiologi
 Kuman Salmonella Typi  masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.  Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi.  Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.  Kuman Salmonella Typi kemudian menembud ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi.  Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui duktus thoracicus.   Kuman salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.   Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.  Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia.  Tapi kemudian berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid.  Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typi berkembang biak.  Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari.  Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi.  Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu.   Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis demam tifoid.
Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,  mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.  Pada pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu badan meningkat .  dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi daan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang  ditemukan pada orang Indonesia.

( Secara sederhana dapat diperhatikan pada skema dibawah ini ) 

B.      Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan yaitu pengkajian, perencanaan, palaksanaan dan evaluasi.
Proses keperawatan ini merupakan  suatu proses pemecahan masalah yang sistimatik dalam memberikan pelayanan keperawatan serta dapat menghasilkan rencana keperawatan yang menerangkan kebutuhan setiap klien seperti yang  tersebut diatas yaitu melalui empat tahapan keperawatan.  (Proses keperawatan : 9 & 12) 
1.       Pengkajian
a.       Pengumpulan data
1)       Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
                          Umur  : didaerah endemik, insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang
                                      dewasa sering mengalami infeksi ringan yang bisa sembuh sendiri dan
                                      menjadi kebal
                          Jenis Kelamin  : tidak ada perbedaan yang nyata antara pria dan wanita.
                         
                  2)  Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
2)       Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi  ke dalam tubuh yang terjadi terus menerus selama lebih kurang 1 minggu
3)       Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah menderita  demam tifoid.
4)       Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita Demam typhoid, ini terkait dengan proses penularan yang bisa berawal dari lingkungan rumah sendiri.
5)       Riwayat Tumbuh kembang.
a)       Pertumbuhan :  Tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap BB / TB
b)      Perkembangan :
- Intelektual      :

- Psikososial     :

 -Psikoseksual  :

- Motorik         : - motorik halus :

-         motorik kasar :



6)       Pola-pola fungsi kesehatan
a)       Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
b)      Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
c)       Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
d)      Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
e)      Pola reproduksi dan seksual
Gangguan  pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
f)         Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya.
g)      Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.
7)       Pemeriksaan fisik
a)       Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat     38 – 410 C, muka kemerahan.
b)      Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c)       Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d)      Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e)      Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f)         Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g)      Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h)       Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
i)         Sistem perkemihan / eliminasi
       Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.   Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. 

8)       Pemeriksaan penunjang
a)       Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah.  Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin.  Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi.  Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama.  Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin.  Laju endap darah meningkat.
b)      Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
c)       Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
d)      Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan  apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e)      Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ).  Adapun antibodi  yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H.   Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali).  Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa  positif dari infeksi Salmonella typhi.  
f)         Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.

b.      Analisa data
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk menentukan masalah klien.  Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data yang meliputi  data subyek dan dan data obyek.  Data subyek adalah data yang diambil dari ungkapan klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data yang didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan.  Data tersebut juga bisa diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan standart kriteria yang sudah ada.  Untuk perawat harus jeli dan memahami tentang standart keperawatan sebagai  bahan perbandingan apakah keadaan kesehatan klien sesuai tidak dengan standart yang sudah ada. (Lismidar, 1990)

c.       Diagnosa keperawatan
1)       Hipertermi  sehubungan dengan terjadinya sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh leokosit pada jaringan yang meradang.
2)       Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
3)       Gangguan rasa nyaman (kebutuhan tidur dan istirahat) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
4)       Kecemasan sehubungan dengan  kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
5)       Potensial terjadinya gangguan intregitas kulit sehubungan dengan lamanya bedres pada penderita thypus Abdominalis

2.       Perencanaan
a.       Diagnosa keperawatan I
Hipertermi  sehubungan dengan terjadinya sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh leokosit pada jaringan yang meradang.
 1)  Tujuan         : suhu tubuh turun sampai dalam batas normal
1)       Kriteria hasil      :
a)       Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C
b)      Klien bebas demam
2)       Rencana tindakan
a)       Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga
b)      Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk pada tubu, khususnya pada aksila atau lipatan paha.
c)       Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan)
d)      Anjurkan memakai  baju tipis yang menyerap keringat.
e)      Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi
f)         Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti piretik.
3)       Rasional
a)       Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan  klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan.
b)      Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh.
c)       Air merupakan pangatur suhu tubuh.  Setiap ada kenaikan suhu melebihi normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap ada kenaikan suhu tubuh.
d)      Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.
e)      Observasi tanda-tanda vital  merupakan deteksi dini untuk mengetahui  komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan
f)         Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman Salmonella typhi sehingga mempercepat proses penyembuhan  sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh. 
b.      Diagnosa keperawatan II
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
1)       Tujuan         :      kekurangan
2)       Kriteria hasil :
a)       Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit normal.
b)      Tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) dalam batas normal.
3)       Rencana tindakan
a)       Monitor intake atau output tiap 6 jam
b)      Beri cairan (minum banyak 2 – 3 liter perhari) dan elektrolit setiap hari.
c)       Masukan cairan diregulasi pertama kali karena adanya rasa haus.
d)      Hindarkan sebagian besar gula  alkohol, kafein.
e)      Timbang berat badan secara efektif.
f)         Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan secara intravena.
4)       Rasional      :
a)       Pemenuhan cairan (input) dan koreksi terhadap kekurangan cairan yang keluar serta deteksi dini terhadap keseimbangan cairan.
b)      Cairan yang terpenuhi dapat membantu metabolisme dalam keseimbangan suhu tubuh.
c)       Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan ginjal untuk memekatkan urine.
d)      Gula, alkohol dan kafein mengandung diuretik meningkatkan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi.
e)      Kehilangan berat badan 2-5 % menunjukkan dehidrasi ringan, 5-9 % menunjukkan dehidrasi sedang.
f)         Sebagai perawat melakukan fungsinya (independen) sebaik-baiknya.
c.       Diagnosa keperawatan III
Gangguan rasa nyaman (kebutuhan istirahat dan tidur) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
1)       Tujuan         :      kebutuhan rasa nyaman (istirahat dan tidur) terpenuhi
2)       Kriteria hasil :
a)       Klien dapat/mampu mengekspresikan kemampuan untuk istirahat dan tidur.
b)      Kebutuhan istirahat dan tidur tidak terganggu.
3)       Rencana tindakan
a)       Pertahankan tempat tidur yang hangat dan bersih dan nyaman.
b)      Kebersihan diri (cuci mulut, gosok gig, mandi sebagian)
c)       Mengkaji rutinitas  istirahat dan tidur  klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit.
d)      Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan atau kebisingan.
e)      Batasi pengunjung selama peroide istirahat dan tidur.
f)         Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi (antipiretik).
4)       Rasional      :
a)       Tempat tidur yang nyaman dapat memberi kenyamanan dalam masa istirahat klien.
b)      Kebersihan diri juga dapat memberikan rasa nyaman dan dapat membantu kenyamanan klien dalam istirahat dan tidur.
c)       Dapat memantau gangguan pola tidur dan istirahat yang dirasakan.
d)      Lingkungan yang tidak tenang, bagi klien akan cepat menambah beban atau penderitaannya.
e)      Pengunjung yang banyak akan mengganggu istirahat dan tidur klien.
f)         Antipiretik dapat menurunkan suhu yang tinggi sehingga kebutuhan  istirahat dan tidur klien terpenuhi atau gangguan yang selama ini dialami akan berkurang.
d.      Diagnosa keperawatan IV
Cemas sehubungan dengan hospitalisasi.
1)       Tujuan         : selama dalam perawatan RSUD, kecemasan berkurang atau
                             hilang
2)       Kriteria hasil :
a)       Klien mengerti tentang penyakitnya, kecemasan hilang atau berkurang.
b)      Klien menerima akan keadaan penyakit yang dideritanya.
3)       Rencana tindakan
a)       Beri penjelasan pada klien tentang penyakitnya
b)      Kaji tingkat kecemasan klien
c)       Dampingi klien terutama saat-saat cemas.
d)      Tempatkan pada ruangan yang tenang, kurangi kontak dengan orang lain, klien lain dan keluarga yang menimbulkan  cemas.
4)       Rasional      :
a)       Klien mengerti dan merespon dari penjelasan secara kooperatif.
b)      Dapat memberi gambaran yang jelas apa yang menjadi alternatif tindakan yang direncanakan.
c)       Klien merasa diperhatikan dan dapat menurunkan tingkat kecemasan.
d)      Dengan ruangan yang tenang dapat mengurangi  kecemasannya
e.      Diagnosa keperawatan V
Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.
1)       Tujuan         :      tidak terjadi infeksi pada daerah pemasangan infus.
2)       Kriteria hasil :
a)       Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b)      Infeksi tidak terjadi.
3)       Rencana tindakan
a)       Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi.
b)      Mengganti atau merawat daerah pemasangan infus.
c)       Lakukan pemasangan infus secara steril dan jangan lupa  mencuci tangan sebelum dan sesudah  pemasangan.
d)      Cabut infus bila terdapat pembengkakan atau plebitis.
e)      Observasi tanda-tanda vital dan tand-tanda infeksi di daerah pemasangan infus.
4)       Rasional      :
a)       Klien dapat mengetahui tanda-tanda infeksi dn melaporkan segera bila terasa sakit di daerah pemasangan infus.
b)      Mencegah terjadinya infeksi karena pemasangan infus yang lama.
c)       Dengan cara steril adalah tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
d)      Mencegah atau menghindari kondisi yang lebih buruk lagi akibat infeksi.
e)      Dengan observasi yang dilakukan akan dapat mengetahui secara dini gejala atau tanda-tanda infeksi dan keadaan umum klien.
f.         Diagnosa keperawatan VI
Potensial terjadi gangguan integritas kulit sehubungan dengan Bedres total pada penderita Typoid.
1)       Tujuan         :      tidak terjadi gangguan intregitas kulit.
2)       Kriteria hasil :
a)       Tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas kulit (kemerahan, lecet).
b)      Tidak terjadi luka lecet.
3)       Rencana tindakan
a)       Tingkatkan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan jika mungkin.
b)      Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.
c)       Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering.
d)      Jaga suhu dan kelembaban lingkungan  yang berlebihan.
4)       Rasional      :
a)       Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi  penekanan yang berlebihan .
b)      Merubah posisi tidur dapat memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan di daerah yang menonjol.
c)       Menjaga kulit tetap bersih dan kering dapat mengurangi masuknya penyakit yang menyebabkan infeksi.
d)      Panas tubuh / demam dengan kelembaban lingkungan yang baik akan turun sesuai keadaan lingkungannya serta dapat mencegah  terjadinya infeksi.

3.       Pelaksanaan  dan evaluasi.
Disesuaikan dengan rencana yang telah dibuat.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar