PENDAHULUAN
OLEH:
ADE RAMA KAMANJAYA
1001200002
POLTEKKES KEMENKES MALANG
JURUAN KEPERAWATAN
PRODI KEPERAWATAN LAWANG
2011
Latar Belakang Masalah
Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapkasa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa
trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabakan patah
tulang radius dan ulna, dan dapat berupa tidak langsung, misalnya jatuh
bertumpu pada lengan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal
patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung
pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma
tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka. Patah
tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang
disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Di antara jenis patah
tulang, patah tulang cruris adalah menduduki peringkat pertama dari keseluruhan
angka kejadian patah tulang yang terjadi. Penderita kebanyakan adalah
pengendara sepeda motor. Komplikasi akibat patah tulang cukup banyak mulai dari
ringan sampai berat bahkan sampai menimbulkan kecacatan, di samping itu patah
tulang membutuhkan biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi.
Tujuan Umum
Setelah melakukan pembelajaran klinik mampu:
-
mengidentifikasikan faktor-faktor yang berkaitan dengan
konsep dan teori bio-psiko-sosial-spiritual untuk mendukung perawatan klien
fraktur.
-
Menganalisa dan mensintesakan sumber-sumber kepustakaan
tentang anatomi fisiologis dan patofisiologi untuk mendukung perawatan fraktur.
-
Mengevaluasi kompetensi praktek keperawatan medical
bedah yang berkaitan dengan kasus fraktur.
-
Melakukan
keperawatan yang komprehensif yang berkaitan dengan sistem muskuloskeletal
(fraktur)
Tujuan Khusus
Setelah melakukan pembelajaran klinik mampu:
-
Mengkaji status kesehatan klien dengan fraktur femur
-
Menegakkan diagnosa keperawatan pada kasus fraktur
femur
-
Menyusun rencana keperawatan pada kasus fraktur femur
-
Melaksanakan tindakan keperawatan pada kasus fraktur
cruris.
-
Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan
keluarganya dengan masalah muskuloskeletal khususnya fraktur femur
-
Melakukan evaluasi pada kasus femur
TINJAUAN TEORITIS
Definisi Fraktur:
Diskontinuitas
dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan oleh adanya
kekerasan yang timbul secara mendadak. (Aswin, dkk,; 1986).
Klasifikasi Klinis:
1.
Fraktur dahan patah
(greenstick fracture); terjadi pada
anak-anak, tulang patah di bawah lapisan periosteum yang elastis dan
tebal (lapisan periosteum sendiri tidak rusak).
2.
Fissura fraktur; patah tulang yang tidak disertai
perubahan letak yang berarti.
3.
Fraktur yang lengkap (complete fracture); patah tulang yang disertai dengan terpisahnya
bagian-bagian tulang.
4.
Comminuted
fracture; tulang patah menjadi beberapa fragmen.
5.
Fraktur tekan (stress
fracture); kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah
berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.
6.
Impacted fracture;
fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke arah dalam tulang satu sama lain,
sehingga tidak dapat terjadi gerakan di antara fragmen-fragmen itu.
Gambaran klinis fraktur:
1.
Riwayat trauma.
2.
Nyeri, pembengkakan dan nyeri pada daerah fraktur (tenderness).
3.
Perubahan bentuk (deformitas).
4.
Hilangnya fungsi anggota badan dan
persendian-persendian yang terdekat.
5.
Gerakan-gerakan yang abnormal.
6.
Krepitasi.
Prinsip terapi fraktur
Ada empat konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu:
1.
Rekognisi atau pengenalan (Price & Wilson, 1985);
Rekognisi
yaitu pengenalan mengenai dignosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian
di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang
berperanan dan deskripsi tentang kejadian tersebut oleh klien sendiri,
menentukan kemungkinan tulang yang patah, yang dialami dan kebutuhan
pemeriksaan spesifik untuk fraktur.
2.
Reduksi; pemilihan keselarasan anatomi bagi tulang
fraktur (Sabiston, 1984)
-
Reposisi.
-
Fraktura tertutup pada tulang panjang seringkali
ditangani dengan reduksi tertutup. Untuk mengurangi rasa sakit selama tindakan
ini klien dapat diberi narkotika intravena, obat penenang (sedatif a0 atau
anastesia blok saraf lokal). Pada waktu merencanakan
perawatan klien perlu dinilai; keadaan sosial, kemungkinan dukungan dari
keluarga, kemungkinan pengaruh cedera pada kehidupan klien pada beberapa bulan
yang akan datang dan harapan dari klien sendiri. Perlu diberikan penjelasan
tentang adnya kemungkinan reduksi tidak berhasil, akibat fraktur yang dapat
terjadi, periode serta sifat ketidakmampuan klien. Contoh; klien yang mengalami
fraktur pada daerah siku jarang dapat mengekstensikan lengan sepenuhnya dan
“mengunci” sikunya. Jika reduksi ecara manual dan tertutup dengan analgetik
lokal tidak berhasil, maka upaya ini harus dihentikan, klien perlu dirawat di
rumah sakit disiapkan untuk anastesi umum dan direncanakan reduksi di kamar
operasi.
-
Traksi kontinu; dengan plester felt melekat di atas
kulit atau dengan memasang pin trafersa melalui tulang, distal terhadap
fraktur.
-
Reduksi terbuka bedah, biasanya disertai sejumlah
bentuk fiksasi interna dengan plat pin, batang atau sekrup.
3.
Imobilisasi (Sabiston, 1995) atau retensi reduksi
(Wilson & Price, 1985)
Bila reduksi
telah tercapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul
penyembuhan yang mencukupi. Berbagai teknik digunakan untuk imobilisasi, yang
tergantung pada fraktur:
-
Fraktur impaksi pada humerus proksimal sifatnya stabil
serta hanya memerlukan ambin atau balutan lunak
-
Fraktur kompresi (impaksi) pada vertebra, tepat
diterapi dengan korset atau brace
-
Fraktur yang memerlukan reduksi bedah terbuka biasanya
diimobilisasi dengan perangkat keras interna, imobilisasi eksternal normalnya
tidak diperlukan.
-
Fraktur ekstremits dapat diimobilisasi dengan gibs,
gibs fiberglas atau dengan brace yang tersedia secara komersial
Semua pasien
fraktur perlu diperiksa untuk menilaian neurology dan vascular. Adanya nyeri,
pucat, prestesia, dan hilangnya denyut nadi pada ekstremitas distal merupakan
tanda disfungsi neurovaskuler.
Bila traksi
digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan
ekstrimitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi
tercapai. Kemudian traksi dilanjutkan sampai ada penyembuhan yang mencukupi,
sehingga pasien dapat dipindahkan memakai gibs atau brace.
Sedapat
mungkin pembidaian (splinting) harus dilakukan dalam posisi fungsional sendi
yang bersangkutan.
4.
Pemulihan fungsi (restorasi) atau rehabilitasi (Price
& Wilson 1985, Sabiston 1995)
Sesudah
periode imobilisasi pada bagian manapun selalu akan terjadi kelemahan otot dan
kekakuan sendi. Hal ini dapat diatasi dengan aktivitas secara progresif, dan
ini dimudahkan dengan fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai dengan
fungsi sendi tersebut. Adanya penyambungan yang awal dari fragmen-fragmen sudah
cukup menjadi indikasi untuk melepas bidai atau traksi, akan tetapi
penyambungan yang sempurna (konsolidasi) seringkali berlangsung dalam waktu
yang lama. Bila konsolidasi sudah terjadi barulah klien diijinkan untuk menahan
beban atau menggunakan anggota badan tersebut secara bebas.
Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai
berikut:
1.
Stadium pembentukan hematom;
-
Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal
dari pembuluh darah yang robek.
-
Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (peristeum
& otot).
-
Terjadi sekitar 1 – 2 x 24 jam.
2.
Stadium proliferasi sel/implamasi;
-
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum,
sekitar lokasi fraktur.
-
Sel-sel ini menjadi precusor osteoblast.
-
Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang.
-
Prolifferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
-
Terjadi setelah hari ke 2 kecelakaan terjadi.
3.
Stadium pembentukan kallus;
-
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).
-
Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
-
Jika terlihat massa
kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.
-
Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
4.
Stadium konsolidasi
-
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur
teraba telah menyatu.
-
Secara bertahap menjadi tulang mature.
-
Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
5.
Stadium remodeling;
-
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada
lokasi eks fraktur.
-
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.
-
Pada
anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada tanda penebalan tulang.
Faktor-faktor yang menghambat
penyambungan (union) fragmen-fragmen;
1.
Luas fraktur.
2.
Reposisi yang tidak memadai.
3.
Imobilisasi yang tidak memadai ditinjau dari segi waktu
maupun luas imobilisasi.
4.
Sepsis atau tindakan pembedahan.
Faktor-faktor yang mencegah
terjadinya penyambungan (union) fragmen-fragmen;
1.
Interposisi jaringan lunak seperti otot di antara
ujung-ujung fraktur.
2.
Imobilisasi yang tidak memadai.
3.
Traksi yang berlebihan (distraksi), sehingga mencegah
peyambungan oleh callus.
4.
Infeksi.
LAPORAN PENDAHULUAN
Nama Mahasiswa : SUKRIYADI
N I M : 9901075047-72
Masalah Kesehatan : Fraktur
Definisi fraktur : Diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang)
yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Ada 5 (lima)
macam sumber fraktur, yaitu:
-
Imcompleter:
Fraktur yang melibatkan bagian potongan menyilang dari tulang salah satu sisi
patah yang lain bengkok.
-
Complete:
Fraktur yang melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang
-
Tertutup
(Simple): Faktur tidak meluas melewati kulit
-
Terbuka
(compaund): Fraktur tulang meluas melewati otot dan kulit
-
Patologis:
Fraktur terjadi pada penyakit tulang
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Dikaitkan Dengan
Patofisiologi
Pemeriksaan Diagnostik:
1.
Pemeriksaan rontgen :
untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur atau trauma
2.
Scan tulang. CT
Scan, IURI : untuk
memperlihatkan fraktur dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3.
Arteriogram :
dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
4.
Hitung darah lengkap :
peningkatan jumlah sel darah putih adalah
respon stres normal setelah trauma
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal
6.
Profil koagulasi :
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau cedera
hati
Masalah
Keperawatan: Masalah Kolaborasi: Infeksi
1.
Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan)
2.
Nyeri akut
3.
Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer
4.
Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas
5.
Gangguan mobilitas fisik
6.
Resiko tinggi terhadap kerusakan jaringan kulit
7.
Resiko tinggi terhadap infeksi
Diagnosa Keperawatan:
1.
Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan) sehubungan
dengan kehilangan integritas kulit/fraktur
Tujuan: Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur dengan
kriteria:
-
Stabilitas pada sisi fraktur
-
Pembentukan kalus atau mulai penyatuan fraktur dengan
tepat.
Intervensi dan
rasional
No.
|
Tindakan Keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai
indikasi. Beri sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur bila
bergerak/membalik
|
Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan
gangguan posisi/penyembuhan
|
2.
|
Letakan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan
pasien pada tempat tidur ortopedik
|
Tempat tidur lembut/lentur dapat membuat deformasi
gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering atau mempengaruhi
penarikan traksi
|
3.
|
Sokong fraktur dengan bantal/ gulungan selimut,
pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, papan
kaki
|
Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan
posisi yang tepat dapat mencegah deformitas pada gips yang kering
|
4.
|
Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi
oedema
|
Pembebat mungkin digunakan untuk memberikan
immobilisasi fraktur dimana pembengkakkan jaringan berlebihan. Seiring dengan
berkurangnya edema, penilaian kembali pembebat atau penggunaan gips plester
mungkin diperlukan untuk mempertahankan kesejajaran fraktur
|
5.
|
Pertahankan posisi/integritas traksi
|
Traksi memungkinkan tarikan
pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot atau pemendekan untuk memudahkan
posisi atau penyatuan. Traksi tulang memungkinkan penggunaan berat lebih
besar untuk Penarikan traksi daripada digunakan untuk jaringan kulit.
|
6.
|
Kaji integritas alat traksi eksternal
|
Traksi memberikan stabilisasi dan sokongan kaku
untuk tulang fraktur tanpa menggunakan katrol, tali atau beban memungkinkan
mobilisasi atau kenyamanan pasien lebih besar dan memudahkan perawatan luka.
Kurang atau berlebihannya keketatan klem atau ikatan dapat mengubah tekanan
kerangka, menyebabkan kesalahan posisi
|
2.
Nyeri akut sehubungan dengan spasme
otot/imobilisasi
Tujuan: Nyeri hilang dengan kriteria: Rilek; mampu
berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/ istirahat dengan tepat.
Intervensi dan
rasional
No.
|
Tindakan Keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Pertahankan bagian yang sakit dengan tirah baring
|
Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang/jaringan yang cedera
|
2.
|
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terluka
|
Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema
dan menurunkan nyeri
|
3.
|
Hindari penggunaan
sprei/bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips
|
Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena
peningkatan produksi panas dalam gips yang kering
|
4.
|
Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka
pada ibu jari kaki
|
Mempertahankan kehangatan tubuh tanpa
ketidaknyamanan karena tekanan selimut pada bagian yang sakit
|
5.
|
Evaluasi keluhan
nyeri/ketidaknyaman, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0 –
10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal
|
Mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan
intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap
nyeri
|
6.
|
Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah
sehubungan dengan cedera
|
Membantu untuk menghilangkan ansietas. Pasien
dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan
|
7.
|
Jelaskan prosedur sebelum memulai
|
Memungkinkan pasien untuk mulai secara mental
untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
|
8.
|
Beri obat sebelum perawatan
aktivitas
|
Meningkatkan relaksasi otot
dan meningkatkan partisipasi.
|
9.
|
Lakukan dan awasi latihan rentang gerak
pasif/aktif
|
Mempertahanakan kekuatan atau mobilitas otot yang
sakit dan memudahkan resolusi implamasi pada jaringan yang cedera
|
10.
|
Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh
pijatan-pijatan punggung, perubahan posisi
|
Meningkatkan sirkulasi umum: menurunkan area
tekanan lokal dan kelelahan otot.
|
11.
|
Dorong/ajari teknik manajemen nyeri, latihan nafas
dalam, sentuhan teraupeti selidiki keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba
|
Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol, dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang
mungkin menetap untuk periode lebih lama
|
3.
Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer
sehubungan dengan penurunan aliran darah
Tujuan: Mempertahankan perfusi jaringan dengan kriteria:
-
Terabanya nadi
-
Kulit hangat
-
Sensasi normal
-
Sensori biasa
-
Tanda-tanda vital stabil
-
Haluaran urian adequate untuk situasi individu
Intervensi dan
rasional
No.
|
Tindakan Keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Lepaskan segala perhiasan/aksesoris yang ada pada
ekstremitas yang sakit
|
Dapat membendung sirkulasi bila terjadi oedema
|
2.
|
Evaluasi adanya kualitas nadi perifer distal
terhadap cedera melalui palpasi. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit
|
Penurunan/tidak adanya nadi dapat menggambarkan
cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi.
Waspadai bahwa kadang-kadang nadi dapat terhambat oleh bekuan halus dimana
pulsasi mungkin teraba. Selain itu perfusi melalui arteri lebih besar dapat
berlanjut setelah meningkatnya tekanan kumpertemen yang telah mengempiskan
sirkulasi arteriol atau venula otot
|
3.
|
Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan
distal pada fraktur
|
Kembalinya warna harus cepat (3 – 5 detik). Warna
kulit putih menunjukan gangguan arterial. Sianosis diduga ada gangguan vena.
Nadi perifer, warna kulit, dan sensasi mungkin normal, meskipun ada sindrom
kompertemen karena sirkulasi supervisial biasanya tidak dipengaruhi.
|
4.
|
Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motorik/ sensorik
untuk melokalisasi nyeri/ ketidaknyamanan
|
Gangguan perasaan kesemutan, peningkatan atau
penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adequate/saraf
rusak.
|
5.
|
Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang
kasar/tekan. Selidiki rasa terbakar di bawah gips
|
Faktor ini disebabkan atau mengindikasikan tekanan
jaringan/iskemia, menimbulkan kerusakan/nekrosis.
|
6.
|
Perhatikan keluhan nyeri ekstremitas untuk tipe
cedera atau peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas
|
Perdarahan atau pembentukan edema berlanjut dalam
otot tertutup dengan fasia ketat dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan
iskemia miositis/sindrom kompertemen, perlu intervensi darurat untuk
menghilangkan tekanan/memperbaiki sirkulasi. Kondisi ini memerlukan
kedaruratan medik dan memerlukan intervensi segera.
|
7.
|
Perhatikan tanda iskemia
ekstremitas
tiba-tiba, contoh Penurunan suhu kulit dan peningkatan nyeri
|
Dislokasi fraktur sendi (khususnya lutut) dapat
menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan, akibat hilangnya aliran darah
ke distal
|
8.
|
Latih pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi
distal cedera. Ambuilasi sesegera mungkin
|
Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpalan
darah khususnya pada ekstremitas bawah.
|
9.
|
Observasi nyeri tekan,
pembengkakan
pada dorsofleksi kaki
|
Terdapat peningkatan potensial untuk
tromboflebitis dan emboli paru pada pasiem immobilisasi selama 5 hari atau
lebih
|
10.
|
Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda
sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental
|
Ketidakadequatan volume sirkulasi akan
mempengaruhi sistem perfusi jaringan
|
11.
|
Kolaborasi: kompres es sekitar fraktur sesuai
indikasi
|
Menurunkan oedema atau pembentukan hematoma yang
dapat mengganggu sirkulasi
|
4.
Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas
sehubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak
Tujuan: Mempertahankan fungsi pernafasan adequate dengan
kriteria:
-
Tidak adanya dispnea/sianosis
-
Frekuensi pernafasan dalam batas normal
-
GDA dalam batas normal
Intervensi dan
rasional
No.
|
Tindakan Keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Awasi frekuensi pernafasan dan upayanya.
Perhatikan stridor penggunaan otot bantu, retraksi terjadinya seanosisi
sentral
|
Takipnea, dispnea, dan perubahan dalam mental,
tanda dini insufisiensi pernafasan dan mungkin hanya indikator terjadinya
emboli paru pada tahap awal. Masih adanya tanda atau gejala menunjukan
distress pernafasan luas/cenderung kegagalan.
|
2.
|
Auskultrasi bunyi nafas, perhatikan terjadinya
ketidaknyamanan, bunyi hiperesonan juga adanya gomericik/tonki
|
Perubahan dalam atau adanya
bunyi adventisius menun-jukan terjadi komplikasi pernafasan, contoh atelektasis, pneumonia,
emboli. Inspirasi mengorok menunjukan edema jalan nafas atas dan diduga
emboli lemak
|
3.
|
Atasi jaringan cedera tulang dengan lembut,
khususnya selama beberapa hari pertama
|
Ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak
(biasanya terlihat pada 12 – 72 jam
pertama) yang erat sehubungan dengan fraktur, khususnya tulang panjang
dan pelvis.
|
4.
|
Beri motivasi dan bantu dalam latihan nafas dalam
dan batuk. Reposisi dengan sering
|
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.
Reposisi meningkatan drainase secret dan menurunkan kongesti pada area paru
dependen
|
5.
|
Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau,
letargi, stupor
|
Gangguan pertukaran gas/adanya emboli paru dapat
menyebabakan penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien seperti terjadinya
hipoksemia/asisdosis
|
6.
|
Observasi sputum untuk tanda adanya darah
|
Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru
|
7.
|
Insfeksi kulit untuk ptekie pada axila
|
Ini adalah karakteristik paling nyata dari tanda
embloli lemak, yang tampak dalam 2 – 3 hari setelah cedera
|
8.
|
Kolaborasi: Beri O2, awasi hasil lab,
beri obat sesuai indikasi; kortikosteroid, heparin dosis rendah
|
Meningkatan sediaan O2 untuk oksigenasi
optimal jaringan
|
5.
Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri daerah
fraktur
Tujuan: Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas fisik
dengan kriteria: mampu melakukan aktivitas.
Intervensi dan rasional
No.
|
Tindakan Keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan oleh
cedera atau pengobatan dan memperhatikan persepsi
pasien terhadap immobilisasi
|
Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan
informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan
|
2.
|
Dorong partisipasi pada aktivitas terapiotik atau relaksasi. Pertahankan rangsangan lingkungan, contoh; radio, TV, barang milik pribadi, jam, kalender, kunjungan
keluarga atau teman
|
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi,
menfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/harga diri dan
membantu menurunkan isolasi sosial
|
3.
|
Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang
gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
|
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah
kontraktor/atrofi dan resporpsi kalsium karena tidak digunakan
|
4.
|
Dorong penggunaan latihan isometric mulai dengan
tungkai yang tak sakit
|
Kontraksi otot isometric tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan
kekuatan dan masa otot. Catatan: Latihan ini dikontraindikasikan pada
perdarahan akut/edema
|
5.
|
Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan
trokanter/ tangan yang sesuai
|
Berguna dalam mempertahankan posisi fungsional
ekstremitas, tangan/kaki, dan mencegah komplikasi (contoh: kontraktur/kaki
jatuh)
|
6.
|
Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik
bila mungkin, bila traksi digunakan menstabilkan fraktur tungkai bawah
|
Menurunkan resiko kontraktor fleksi panggul
|
7.
|
Instruksikan/dorong menggunakan trapeze dan “Pasca
posisi” untuk fraktur tungkai bawah
|
Memudahkan gerakan selama hygiene/perawatan kulit,
dan penggantian linen; menurunkan ketidaknyamanan dengan tetap datar di
tempat tidur. “Pasca posisi” melibatkan penempatan kaki yang tidak sakit
datar di tempat tidur dengan lutut menekuk
sementara menggenggam trapeze dan mengangkat tubuh dari tempat tidur
|
8.
|
Bantu.dorong perawatan diri/ kebersihan (contoh; mandi, mencukur)
|
Meningkatkan kekuatan otot
dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi, dan meningkatkan kesehatan diri
langsung.
|
9.
|
Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda,
kruk, tingkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilitas,
|
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring
(contoh; flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
Belajar memperbaiki cara menggunakan alat penting untuk mempertahankan
mobilisasi optimal dan keamanan pasien.
|
10.
|
Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan
keluhan pusing
|
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai
tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan
meja dengan peninggian secara bertahap sampai posisi gerak)
|
11.
|
Ubah posisi secara periodik
dan dorong untuk latihan batuk/nafas dalam
|
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/ pernafasan (contoh dekubitus, antelektasis,
pneumonia)
|
12.
|
Auskultasi bising usus. Awasi kebiasaan eliminasi
dan berikan keteraturan defekasi runin. Tempatkan pada pispot, bila mungkin,
atau menggunakan bedpan fraktur. Berikan privasi
|
Tirah baring, penggunaan analgesik, dan perubahan
dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltic dan menghasilkan
konstipasi. Tindakan keperawatan yang
memudahkan eliminasi dapat mencegah/membatasi komplikasi. Bedpan
fraktur membatasi fleksi panggul dan
mengurangi tekanan lumbal/gips ekstremitas bawah
|
13.
|
Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000 –
3000 ml/hari termasuk air asam/jus
|
Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko
infeksi urinarius, pembentukan batu, dan konstipasi
|
14.
|
Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin
dan mineral. Pertahankan Penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi
pertama
|
Pada adanya cedera muskulesketal, nutrisi yang
diperlukan waktu penyembuhan berkurang dengan cepat, sering mengakibatkan
Penurunan berat badan sebanyak 20-30 pon selama traksi tulang. Ini dapat
mempengaruhi massa
otot, tonus, dan kekuatan. Catatan:
makanan protein m,eningkatkan kandungannya pada usus halus,
mengakibatkan pembentukan gas konstipasi, sehingga fungsi GI harus secara
penuh membaik sebelum makanan berprotein meningkat
|
15.
|
Tingkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan
pembentukan gas
|
Penambahan bulk pada fases membantu mencegah
konstipasi. Makanan pembentuk gas dapat menyebabkan distensi abdominal,
khususnya pada adnya Penurunan mobilitas usus
|
16
|
Kolaborasi
|
|
Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau
rehabilitasi spesialis
|
Berguna dalam membuat aktivitas individual/program
latihan. Pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan
kekuatan, dan aktivitas yang mengandalkan berat badan, juga penggunaan alat,
contoh, walker, tingkat, meninggikan tempat duduk di toilet, tingkat
pengambil/penggapai, khususnya alat makan
|
|
Lakukan program defekasi (pelunak feses, edem,
lakstif) sesuai indikasi
|
Dilakukan untuk meningkatkan evakuasi usus
|
|
Rujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinikal/ahli terapi sesuai indikasi
|
Pasien/orang terdekat memerlukan tindakan intesif
lebih untuk menerima kenyataan kondisi prognosis, immobilisasi lama,
mengalami kehilangan kontrol
|
6.
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
sehubungan dengan pemasangan traksi pen, kawat, sekrup
Tujuan: Mencegah kerusakan integritas kulit dengan kriteria:
-
Mencapai penyembuhan sesuai waktu
-
Ketidaknyamanan hilang.
Intervensi dan
rasional
No.
|
Tindakan Keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing,
kemerahan, perdarahan, perubahan warna kelabu, memutih
|
Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan
masalah yang mungkin disebabkan oleh alat pemasangan gips atau bebat/traksi,
atau pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik lanjut.
|
2.
|
Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan
tempat tidur kering dan babas kerutan
|
Menurunkan tekanan pada area yang peka berisiko
abrasi atau kerusakan kulit
|
3.
|
Ubah posisi dengan sering
|
Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan
meminimalkan resiko kerusakan kulit.
|
4.
|
Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi
|
Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cidera
kulit
|
5.
|
Untuk traksi kulit + perawatan
|
|
Bersihkan kulit dengan air
sabun hangat
|
Menurunkan kadar
kontamisasi kulit
|
|
Beri tintur benzoin
|
Kekuatan kulit untuk
penggunaan traksi kulit
|
|
Gunakan plester traksi
kulit
|
Plester
traksi melingkari tungkai dapat mempengaruhi sirkulasi.
|
|
Lebarkan plaster sepanjang
tungkai
|
Traksi
dimasukkan dalam garis dengan akhir plester yang bebas
|
|
Tandai garis dimana
plester keluar sepanjang ekstremitas
|
Memungkinkan
untuk pengkajian cepat terhadap benda yang terselip
|
|
Letakan
bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang
|
Meminimalkan
tekanan pada area ini
|
|
Balut lingkar tungkai
|
Memberikan
tarikan traksi yang tepat tanpa mempengaruhi sirkulasi
|
|
Palpasi jaringan yang
diplester tiap hari
|
Bila
area di bawah plester tekan diduga ada iritasi kulit dan siapkan untuk
membuka sistem balutan
|
|
Lepaskan traksi kulit tiap
24 jam
|
Mempertahankan
integritas kulit
|
7.
Resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan
kerusakan kulit
Tujuan: Tidak terjadi infeksi dengan kriteria:
-
Penyembuhan luka sesuai waktu
-
Bebas drainase porulen
-
Bebas iritema
-
Bebas demam
Intervensi dan
rasional
No.
|
Tindakan Keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Inspeksi kulit untuk adanya iritasi/ robekan
kontinuitas
|
Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui
kulit yang terinfeksi, kemerahan atau abrasi (dapat menimbulkan infeksi
tulang)
|
2.
|
Kaji keluhan peningkatan nyeri
|
Dapat mengidikasikan timbulnya infeksi
lokal/nekrosis jaringan, yang dapat menimbulkan osteomielitis
|
3.
|
Beri perawatan steril sesuai protokol
|
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan
infeksi.
|
4.
|
Kaji tonus otot, reflek tendon
|
Kekakuan otot, spasmetonik otot rahang, dan
disfagia menunjukan terjadinya tetanus
|
5.
|
Selidiki nyeri tiba-tiba, keterbatasan gerak,
oedema
|
Dapat mengidikasikan osteomielitis
|
6.
|
Lakukan prosedur isolasi
|
Adanya drainase purulen akan
memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang
|
7.
|
Kolaborasi: Periksa lab, beri antibiotik sesuai
indikasi
|
Pemeriksaan lab dapat menentukan kelainan yang
terjadi. Antibiotik spectrum luas dapat digunakan secara profilaktik/dapat
ditunjukkan pada mikroorganisme khusus
|
Daftar Bacaan:
Doegoes, Marilynn E., (2000), Nursing care Planning, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar IKA FKUI, Ilmu
Kesehatan anak, Infomedika, Jakarta.
Purnawan (1982), Kapita selekta Kedokteran, Media
Aisculapues, Jakarta
Kumpulan kuliah Medical
Surgical 2000, PSIK FKUB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar