BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Istilah abortus dipakai untuk
menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.
Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan.
Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan indikasi medik
(Wiknjosastro, 2005 : 302).
Sejak lama diketahui bahwa abortus
spontan hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan kejadian abortus. Kejadian
abortus yang banyak terjadi adalah abortus provakatus yang dilakukan dengan
sengaja akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan tidak diinginkan
dalam jumlah besar terjadi pada kelompok remaja. Berdasarkan data WHO diketahui
bahwa di seluruh dunia, setiap tahunnya diperkirakan ada sekitar 15 juta remaja
yang mengalami kehamilan, sekitar 60% diantaranya tidak ingin melanjutkan
kehamilan tersebut dan berupaya mengakhirinya (www.tempo.co.id).
Menurut badan kesehatan dunia (WHO),
di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak
menginginkan kehamilannya melakukan aborsi. Setiap tahun, sekitar 500.000 ibu
mengalami kematian yang disebabkan oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar
30-50% diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman. Yang
lebih memprihatinkan lagi, sekitar 90% dan kematian tersebut terjadi di Negara
berkembang termasuk Indonesia
(www.tempo.co.id).
Departemen Kesehatan mencatat di
kalangan remaja kita setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi, atau 30%
dari keseluruhan kasus aborsi (sekitar 2 juta kasus). Tingkat kematian ibu saat
melahirkan yang disebabkan aborsi tidak aman sekitar 11% dari 307 kematian ibu
saat melahirkan. Kasus aborsi merupakan fenomena gunung es, ini disebabkan
lebih banyak kasus yang tidak terdata (www.dwp.or.id).
Aborsi di
kalangan remaja bisa terjadi karena rasa takut pada orang tua dan masyarakat
sekelilingnya, serta karena peraturan sekolah. Di sisi lain ada sikap atau
persepsi remaja tentang seksualitas, seiring dengan itu juga perubahan seksual
di kalangan remaja, hal ini juga dapat dipandang sebagai perubahan pandangan remaja pada nilai-nilai sosial
dan nilai moral. Untuk menyeimbangkan ketimpangan antara persepsi dan
pengetahuan akan masalah-masalah seksual sangat perlu ada pendidikan seks,
terutama melalui jalur formal sekolah. Dengan pengetahuan seks yang benar
diharapkan dapat menurunkan angka aborsi pada remaja (www.kompas.com).
Berdasarkan data di ruang Melati
Bapelkes RSD Jombang pada bulan Januari-Maret 2006 jumlah klien yang mengalami
abortus sebanyak 56 pasien, dengan jumlah abortus incomplent sebanyak 38 klien
(67,8%) dari jumlah kasus abortus dan jumlah abortus iminens sebanyak 18 klien
(32,1%). Dari sejumlah kasus tersebut terdapat 3 klien (5,3%) berstatus belum
menikah dan mengalami abortus.
Dari data tersebut di atas penulis
tertarik untuk mengambil judul dalam karya tulis ilmiah yaitu “Asuhan Kebidanan
pada Nn. “K” GIP00000 usia kehamilan 13 minggu dengan
abortus iminens.
1.2
Batasan Masalah
Mengingat luasnya kasus abortus dan
terbatasnya waktu dan pengetahuan, maka penulis membatasi lingkup karya tulis
ilmiah ini dalam Asuhan Kebidanan Nn. “K” GIP00000 umur
kehamilan 13 minggu dengan abortus iminens di Ruang Melati Bapelkes RSD
Jombang”.
1.3
Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada latar
Belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu “Bagaimana
asuhan kebidanan pada klien dengan Abortus Iminens ?”
1.4
Tujuan Penulisan
1.4.1
Tujuan Umum
Menerapkan dan mengembangkan pola
pikir secara ilmiah ke dalam proses asuhan kebidanan nyata sesuai manajemen
asuhan kebidanan Hellen Varney.
1.4.2
Tujuan Khusus
Dalam melakukan asuhan kebidanan pada
klien dengan Abortus Iminens diharapakan penulis mampu :
1.
Melakukan pengkajian data
2.
Mengidentifikasi diagnosa
masalah
3.
Mengidentifikasi masalah
potensial
4.
Mengidentifikasi kebutuhan
segera
5.
Menyusun rencana asuhan yang
komprehensif
6.
Melaksanakan asuhan sesuai
rencana
7.
Mengevaluasi pelaksanaan asuhan
kebidanan
1.5
Manfaat Penulisan
1.5.1
Manfaat Teoritis
Untuk menambah
pengetahuan dan sumber informasi baru tentang masalah abortus iminens.
1.5.2
Manfaat Praktis
1.
Bagi Penulis
Mendapatkan
pengalaman serta dapat menerapkan teori yang telah diterima dan didapat dalam
perkuliahan ke dalam kasus nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada klien
yang Abortus Iminens.
2.
Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan
Tambahan sumber kepustakaan dan pengetahuan tentang Asuhan Kebidanan pada klien
dengan Abortus Iminens.
3.
Bagi Lahan Praktek
Sebagai bahan kepustakaan dan acuan
dalam meningkatkan asuhan kebidanan pada klien dengan Abortus Iminens.
4.
Bagi Klien
Mendapat pengetahuan dan informasi
tentang abortus iminens dan penatalaksanaan
penanganan yang akan dilaksanakan dalam asuhan kebidanan pada klien
dengan abortus iminens.
5.
Bagi Masyarakat
Mendapat pengetahuan dan informasi
tentang abortus iminens dan masalah-masalah yang mungkin menyertai.
1.6
Metode Penulisan dan Tehnik Pengumpulan Data
1.6.1
Metode Penulisan
Karya tulis ini disusun oleh penulis
setelah penulis melakukan penelitian secara deskriptif dalam bentuk studi kasus
yang dibuat berdasarkan keadaan situasi yang nyata dengan tujuan pemecahan
masalah
1.6.2
Tehnik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1.
Wawancara
Cara pengumpulan data dengan tanya jawab secara langsung
kepada klien keluarga maupun tim kesehatan yang terkait untuk mendapatkan data
subyektif.
2.
Observasi
Yaitu pengamatan langsung terhadap perubahan yang terjadi
pada klien.
3.
Pemeriksaan fisik
Cara pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan fisik
secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi untuk mendapatkan data
obyektif.
4.
Pemeriksaan penunjang
Yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosa seperti pemeriksaan laboratorium, USG, rontgen.
5.
Studi kepustakaan
Penulis mengumpulkan data dengan jalan mengambil
literature dari buku-buku di perpustakaan dan makalah-makalah yang ada
hubungannya dengan karya tulis ilmiah.
6.
Studi Dokumentasi
Cara pengumpulan data dengan melihat data yang sudah ada
dalam status klien, catatan medik maupun hasil pemeriksaan penunjang, baik
pemeriksaan laboratorium seperti Hb, HCG tes, albumin, dan reduksi urine dan
juga pemeriksaan USG.
1.7
Waktu dan Tempat Penulisan
Waktu dan tempat pengambilan serta
pelaksanaan asuhan kebidanan dilakukan pada
tanggal 10 April 2006 di ruang Melati Bapelkes RSD Jombang.
1.8
Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun secara
sistematis menjadi lima
BAB dengan susunan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Menggambarkan Latar
Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat
Penulisan, Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data, Waktu dan Tempat
Penulisan serta Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Meliputi tentang Konsep Dasar Teori Kehamilan Fisiologis, Konsep Dasar
Teori Abortus, Konsep Dasar Teori Kecemasan, Konsep Dasar Teori Asuhan
Kebidanan Pada Klien dengan Abortus Iminens.
BAB III : TINJAUAN KASUS
Terdiri dari Pengkajian,
Identifikasi diagnosa masalah, Antisipasi masalah potensial, Identifikasi
kebutuhan segera, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.
BAB IV : PEMBAHASAN
Berisi uraian tentang
kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus secara nyata pada
pasien dengan kasus abortus iminens.
BAB V : PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan
dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Kehamilan
2.1.1
Definisi
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin (Saifuddin, 2002 : 89).
Kehamilan adalah proses bertemunya sel telur (ovum) dengan spermatozoa (sel
mani) sampai terjadinya pembuahan, nidasi dan plasentasi (Bobak, 2005 : 74).
2.1.2
Proses Kehamilan
Fertilisasi berlangsung di ampula
(sepertiga bagian luar) tuba uterina. Apabila sebuah sperma berhasil menembus
membran yang mengelilingi ovum, baik sperma ataupun ovum akan berada di dalam
membran dan tidak lagi dapat ditembus oleh sperma lain. Nukleus ovum menjadi
pronukelus ovum, kepala sperma membesar dan menjadi pronukleus pria, sedangkan
ekornya berdegresi. Nukleus-nukleus akan menyatu dan kromosom bergabung
sehingga dicapai jumlah yang diploid (46). Dengan demikian konsepsi berlangsung
dan terbentuklah zigot.
Pembelahan dimulai saat zigot
berjalan di sepanjang tuba uterina menuju uterus, perjalanan ini membutuhkan
waktu tiga sampai empat hari. Karena telur yang difertilisasi bertambah
sedangkan ukurannya tidak bertambah, terbentuk sel kecil-kecil yang disebut
blastomer, yang terbentuk pada setiap pembelahan. Morula terdiri dari 16 sel berupa
satu bola sel padat yang dihasilkan dalam tiga hari. Morula masih dikelilingi
oleh lapisan pelindung zona pelusida. Perkembangan selanjutnya terjadi
sewaktu morula mengapung bebas dalam
uterus. Cairan masuk ke dalam zona pelusida dan menyusup ke dalam ruang
interselular di antara blastomer. Selanjutnya, terbentuk ruangan di dalam massa sel karena
ruang-ruang interselular menyatu dan terbentuklah struktur yang disebut
blastosis. Pembentukan blastosis menandai diferensiasi utama pertama embrio. Massa padat sel bagian dalam berkembang
menjadi embrio dan membran embrio yang disebut amnion. Lapisan
sel luar yang mengelilingi rongga disebut trofoblas dan akan berkembang menjadi
membran embrio lain yaitu karion bagian embrionik placenta.
Zona pelusida berdegresi dan
trofoblas melekatkan diri pada endometrium rahim, biasanya pada daerah fundus
anterior atau posterior. Antara 7 sampai 10 hari setelah konsepsi,
trofoblas menyekresikan enzim yang
membantunya membenamkan diri ke dalam endometrium
sampai seluruh bagian blastosis tertutup. Proses ini dikenal sebagai
implantasi. Pembuluh darah endometrium pecah dan sebagian wanita akan mengalami perdarahan ringan akibat
implantasi. Vili korion yang terbentuk seperti jari, terbentuk di luar
trofoblas dan menyusup masuk ke dalam daerah yang mengandung darah pada
endometrium. Vili ini adalah tonjolan yang mengandung banyak pembuluh darah dan
mendapat oksigen dan gizi dari aliran darah ibu serta membuang karbondioksida
dan produk sisa ke dalam darah ibu.
Setelah implantasi, endometrium
disebut desidua. Bagian yang langsung berada di bawah blastosis, tempat vili
korion membetuk pembuluh darah disebut desidua basalis. Bagian yang menutup
blastosis adalah desidua kapsularis dan bagian yang melapisi sisa uterus ialah
desidua vera (Bobak, 2005 : 77).
Pembentukan plasenta terbentuk selama
minggu ke tiga setelah konsepsi dimana
sel-sel trofoblas vili korion menyusup kedalam desidua basalis. Kemudian
vili korion ini membentuk ruang-ruang yang memiliki 2 lapisan sel yaitu sinsisium
luar dan sitotrofoblas dalam. Lapisan ketiga berkembang menjadi septum-septum.
Yang menancap membagi desidua yang menonjol menjadi daerah yang terpisah
disebut kotiledon. Pada setiap 15 – 20 kotiledon terdapat lubang vili korion
dengan sistem pembuluh darah janin yang rumit. Setiap kotiledon mempunyai unit
yang fungsional. Dan keseluruhan struktur inilah yang disebut placenta.
Sirkulasi embrio plasenta itu terbentuk pada hari ke 17 saat jantung embrio
mulai berdenyut (Bobak, 2005 : 84).
2.1.3
Gejala dan Tanda Kehamilan
1.
Gejala kehamilan tidak pasti
a.
Amenore (tidak mendapat haid)
Penting diketahui tanggal hari pertama haid terakhir
atau menentukan usia kehamilan dan taksiran partus.
b.
Nausea (enek) dengan atau tanpa
vomitus (muntah)
Sering terjadi pagi hari pada bulan-bulan pertama
kehamilan, disebut morning sickness.
c.
Mengidam
Menginginkan makanan atau minuman atau juga barang
tertentu
d.
Konstipasi/obstipasi
Disebabkan penurunan peristaltik usus oleh hormon
steorid.
e.
Sering kencing
Terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama
kehamilan tertekan uterus yang mulai membesar. Gejala ini akan berkurang
perlahan lahan, lalu timbul lagi pada akhir kehamilan.
f.
Pingsan atau mudah lelah
Pingsan sering dijumpai bila
berada di tempat ramai pada bulan pertama kehamilan lalu akan hilang setelah 18
minggu.
g.
Anoreksia (tidak ada nafsu
makan)
2.
Tanda kehamilan tidak pasti
a.
Pigmentasi kulit
Terjadi kira-kira minggu ke-12 atau lebih, timbul di
pipi, hidung dan dahi, dikenal sebagai kloasma gravidarum. Terjadi karena pengaruh hormon placenta
yang merangsang melanofor pada kulit.
b.
Leukore
Sekret serviks meningkat karena pengaruh peningkatan
hormon progesteron.
c.
Epulis (hipertrofi papila
gingiva)
Sering terjadi pada trimester pertama kehamilan.
d.
Perubahan payudara
Payudara menjadi tegang dan membesar karena pengaruh
estrogen dan progesteron yang merangsang duktuli dan alveoli payudara.
e.
Pigmentasi areola mammae
Daerah areola menjadi lebih hitam karena deposit pigmen
berlebihan terdapat kolustrum bila kehamilan labih dari 12 minggu.
f.
Pembesaran abdomen
Pembesaran abdomen jelas terlihat setelah kehamilan 14
minggu.
g.
Suhu basal meningkat antara 372-378
0C
h.
Perubahan organ-organ serviks
dalam pelvik :
Tanda
chadwick : vagina livid, terjadi kira-kira minggu ke-6
Tanda
hegar : segmen bawah uterus lembek pada perabaan
Tanda
picaseck : uterus membesar ke salah satu jurusan
Tanda
braxton hicks : uterus berkontraksi bila dirangsang.
Tanda ini
khas untuk uterus pada masa kehamilan.
i.
Tes kehamilan
Yang banyak dipakai pemeriksaan Hormon
Chorionic Gonadrotropin (HCG) dalam urine.
3.
Tanda pasti kehamilan
a.
Pada palpasi dirasakan bagian
bayi dan balotement serta gerak janin.
b.
Pada auskultasi terdengar bunyi
jantung janin (BJJ). Dengan stetoskop Laennec
BJJ baru terdengar pada usia kehamilan 18 – 20 minggu. Dengan alat
dopler BJJ terdengar pada usia kehamilan 12 minggu.
c.
Dengan ultrasonografi (USG)
atau scanning dapat dilihat gambaran janin.
d.
Pada pemeriksaan sinar X tampak
kerangka janin. Tidak dilakukan lagi sekarang karena dampak radiasi terhadap
janin.
(Arif Mansjoer, 2001 : 253).
2.1.4
Perubahan-perubahan
anastomik dan fisiologik pada wanita hamil.
1.
Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan
pertama di bawah pengaruh estrogen dan prosgesteron yang kadarnya meningkat.
Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus
disamping itu serabut-serabut kolagen yang ada pun menjadi higroskopik akibat
meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin.
2.
Serviks uteri
Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami
perubahan karena hormon estrogen. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak
jaringan otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat, hanya 10%
jaringan otot. Akibat kadar estrogen meningkat dan dengan adanya
hipervaskularisasi, maka konsistensi serviks menjadi lunak. Kelenjar-kelenjar di servik akan berfungsi
lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. Kadang-kadang wanita yang
sedang hamil, mengeluh mengeluarkan cairan pervaginam lebih banyak, keadaan ini
sampai batas tertentu masih merupakan keadaan fisiologis.
3.
Vagina dan vulva
Vagina
dan vulva akibat hormon estrogen mengalami perubahan pula. Adanya hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva
tampak lebih merah, agak kebiru-biruan
(lividae). Tanda ini disebut tanda chadwick. Warna porsio pun tampak lividae.
4.
Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih
terdapat korpus luteum graviditatis sampai terbentuknya palsenta pada kira-kira
kehamilan 16 minggu. Korpus luteum graviditatis berdiameter kira-kira 3 cm
kemudian ia mengecil setelah plasenta terbentuk. Korpus luteum ini mengeluarkan
hormon estrogen dan progesteron. Lambat laun fungsi ini diambil alih oleh
placenta.
5.
Mamma
Mamma akan
membesar dan tegang akibat hormon somatomammotropin, estrogen dan progesteron
akan tetapi belum mengeluarkan air susu. Pada kehamilan
12 minggu ke atas dari puting susu dapat keluar cairan berwarna putih agak
jernih disebut kolustrum. Kolustrum ini berasal dari kelenjar-kelenjar asinus
yang mulai bersekresi. Sesudah partus kolustrum ini agak kental dan warnanya
agak kuning. Meskipun kolustrum telah dapat dikeluarkan, pengeluaran air susu
belum berjalan oleh karena prolaktin ini ditekan oleh PIH (Prolaktin Inhibiting
Hormon).
Papila mamma akan membesar, lebih
tegak dan tampak lebih hitam, seperti seluruh areola mamame karena
hyperpigmentasi.
6.
Sirkulasi darah
Volume darah klien dalam kehamilan
bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut
hidremia. Volume darah akan bertambah banyak kira-kira 25%, dengan puncak
kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac output yang meninggi sebanyak
kira-kira 30%. Akibat hemodelusi tersebut yang mulai jelas pada kehamilan 16
minggu, klien yang mempunyai penyakit jantung dapat jatuh dalam keadaan
dekompensasi cordis.
Terjadi peningkatan volume entrosit
secara keseluruhan, tetapi penambahan volume plasma jauh lebih besar sehingga
konsentrasi hemoglobin dalam darah menjadi lebih rendah. Hal ini tidak boleh
dinamakan anemia fisiologik dalam kehamilan karena jumlah hemoglobin pada
wanita hamil dalam keseluruhannya lebih besar daripada sewaktu sebelum hamil.
7.
Sistem Respirasi
Seorang wanita hamil pada kelanjutan
kehamilannya tidak jarang, mengeluh tentang rasa sesak dan pendek nafas. Hal
ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas karena usus-usus tertekan oleh
uterus yang membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa
bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat kira-kira 20%,
seorang wanita hamil selalu bernafas lebih dalam.
8.
Traktus digestivus
Pada bulan-bulan pertama kehamilan
terdapat perasaan enek (nausea), mungkin ini akibat kadar hormon estrogen yang
meningkat. Tidak jarang dijumpai pada bulan pertama kehamilan gejala muntah
(emesis) biasanya terjadi di pagi hari dikenal sebagai morning sickness.
Emesis, bila terlampau sering dan terlalu banyak dikeluarkan disebut hyperemesis gravidarum, keadaan ini patologik.
Tonus otot-otot traktus digestivus
menurun sehingga motilitas seluruh traktus digestivus juga bekurang. Makanan
akan lebih lama berada di dalam lambung dan apa yang telah dicerna lebih lama
berada di dalam usus. Hal ini mungkin baik untuk resorbsi akan tetapi
menimbulkan obstipasi.
9.
Traktus urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan
kandung kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga timbul sering
kencing, keadaan ini hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus gravidus
keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan bila kepala janin mulai turun
ke bawah atas panggul, keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung
kencing mulai tertekan kembali.
10. Kulit
Pada kulit terdapat deposit dan
hiperpigmentasi alat-alat tertentu, pigmentasi ini disebabkan oleh pengaruh
Melanophorse Stimulating Hormon (MSH) yang meningkat kadang-kadang terdapat
deposit pigmen pada dahi, pipi dan hidung dikenal sebagai kloasma gravidarum.
Di daerah leher sering terdapat
hyperpigmentasi yang sama, juga di areola mammae. Line alba pada kehamilan
menjadi hitam, dikenal sebagai linea grisea. Tidak jarak dijumpai kulit perut
seolah-olah retak-retak, warnanya berubah agak hiperemik dan kebiru-biruan
disebut striae lividae. Setelah partus, striae livide ini berubah warnanya
menjadi putih dan disebut striae albikantes.
(Wiknjosastro, 2005 : 89).
2.1.5
Perubahan psikologis pada
wanita hamil
Menurut Rubin terdapat 3 fase dalam
pola perkembangan psikologis wanita hamil, yaitu :
1.
Pada fase ke-1
a.
Wanita menerima fakta biologis
kehamilan
b.
Pada
awal kehamilan pusat pikiran ibu berfokus pada dirinya sendiri
c.
Anak dipandang sebagai bagian
dari seseorang.
d.
Kebanyakan wanita berpikir
bahwa janinnya tidak nyata.
2.
Pada fase ke-2
a.
Merasa senang dengan
kehamilannya dan anak begitu berharga dimata sang ibu
b.
Wanita
memasuki periode tenang dan menjadi lebih mawas diri.
c.
Memusatkan perhatian pada anak
yang dikandungnya.
d.
Bertanggung jawab.
3.
Pada fase ke-3
a.
Merasa sebagai ibu
b.
Berinteraksi dengan anak yang
dikandungnya, misalnya mengajak bicara dan mengelus-elus perutnya.
c.
Mempersiapkan diri untuk
melahirkan dan mengasuh anaknya.
(Bobak, 2005 : 130)
2.1.6
Fisiologi Pertumbuhan Janin
Pada 2 minggu pertama,
hasil konsepsi masih merupakan perkembangan dari ovum yang dibuahi, dari minggu
ke 3 sampai minggu ke 6 disebut mudigah (embrio), dan sesudah minggu ke 6 mulai
disebut fetus. Perubahan-perubahan dan organogenesis terjadi pada berbagai
periode kehamilan.
Tabel 2.1 Perubahan-perubahan dan organogenesis yang
terjadi pada berbagai periode kehamilan.
Umur Kehamilan
|
Panjang Fetus
|
Pembentukan Organ
|
4 minggu
|
7,5-10 mm
|
Rudimental mata, telinga, dan hidung.
|
8 minggu
|
2,5 cm
|
Hidung, kuping, jari-jemari mulai dibentuk.
Kepala menekuk ke dada.
|
12 minggu
|
9 cm
|
Daun kuping lebih
jelas, Kelopak mata melekat, leher mulai berbentuk, alat kandungan luar
terbentuk, namun belum berdiferensi.
|
16 minggu
|
16-18 cm
|
Genitalia
eksterna terbentuk dan dapat dikenal, kulit tipis dan warna merah.
|
20 minggu
|
25 cm
|
Kulit lebih
tebal, rambut mulai tumbuh di kepala, dan rambut halus (lanugo) tumbuh di
kulit.
|
24 minggu
|
30-32 cm
|
Kedua Kelopak mata tumbuh alis dan bulu mata serta kulit keriput. Kepala
besar. Bila lahir, dapat bernafas tetapi hanya bertahan hidup beberapa jam
saja.
|
28 minggu
|
35 cm
|
Kulit warna merah ditutupi verniks kaseosa. Bila lahir, dapat bernafas, menangis pelan dan lemah. Bayi imatur.
|
32 minggu
|
40-43 cm
|
Kulit merah dan keriput. Bayi lahir, kelihatan seperti orang tua kecil (little old man).
|
36 minggu
|
46 cm
|
Muka berseri tidak keriput.
Bayi prematur.
|
40 minggu
|
50-55 cm
|
Bayi cukup bulan,
kulit licin, verniks kaseosa banyak, rambut kepala tumbuh baik, organ-organ
baik. Pada pria, testis sudah berada dalam skrotum, sedangkan pada wanita, labia mayor
berkembang baik. Tulang- tulang kepala menulang.
|
(Rustam, 2002 : 30)
2.1.7
Nasehat-nasehat
untuk wanita hamil
1.
Nutrisi
Kekurangan
makanan dapat menimbulkan anemia, abortus, partus
prematurus, insersia, HPP, sedangkan kelebihan makan dapat menimbulkan pre
eklampsi, bayi terlalu besar.
a.
Anjurkan makan secukupnya,
cukup protein hewani dan nabati.
b.
Parameter gizi adalah kenaikan
berat badan, setelah 20 minggu sebaiknya kenaikan berat badan adalah 0,5 kg per
minggu.
c.
Bila
kenaikan berat badan lebih dari normal kurangi karbohidrat, tetapi jangan mengurangi lemak, sayur dan buah-buahan.
d.
Bila berat badan turun atau
tetap, anjurkan makan semua makan-makanan terutama yang mengandung protein dan
besi.
e.
Bila kenaikan berat badan
normal tetapi disertai oedem kaki anjurkan kurangi makan garam.
(Rachman, 2000 : 30)
Tabel 2.2 Kebutuhan makanan sehari-hari ibu tidak hamil, ibu hamil dan ibu
menyusui
Kalori dan zat makanan
|
Tidak hamil
|
hamil
|
Menyusui
|
Kalori
Protein
Kalsium (Ca)
Zat besi (Fe)
Vitamin A
Vitamin D
Tiamin
Riboflavin
Niasin
Vitamin C
|
2000
55
g
0,5
g
12
g
5000
IU
400
IU
0,8
mg
1,2
mg
13
mg
60
mg
|
2300
65
g
1
g
17
g
6000
IU
600
IU
1
mg
1,3
mg
15
mg
90
mg
|
3000
80
g
1
g
17
g
7000
IU
800
IU
1,2
mg
1,5
mg
18
mg
90
mg
|
(Rustam, 2002 : 60)
Tabel 2.3 Kebutuhan makanan setiap hari
Jenis Makanan
|
Kebutuhan
|
Kandungan
zat-zat gizi
|
Makanan pokok, yaitu beras, kentang,
makroni dan mi.
|
2 piring nasi
@200-250 gram, 80 gram roti dan 100 gram kentang.
|
Karbohidrat,
protein, vitamin B1 dan serat
|
Protein hewani,
yaitu daging/ikan/ telur, ayam.
|
90 gram daging/
ikan, 1 butir telur.
|
Protein, lemak,
vitamin (B, B3 dan B12), zat besi, fosfor, dan seng.
|
Protein nabati,
yaitu kacang-kacangan, tempe, tahu.
|
60 gram kacang-kacangan/100 gram, tempe/100 tahu
|
Protein, lemak,
vitamin B, zat besi, fosfor, seng dan kalsium.
|
Sayur-sayuran
|
3 mangkuk
|
Karbohidrat,
provitamin A, vitamin B dan C, asam folat, zat besi, kalsium, serat dan air.
|
Buah-buahan
|
2 porsi @
100-150 gram
|
Karbohidrat,
provitamin A, vitamin C, asam folat, serat dan air.
|
Mentega/margarin/minyak
|
2 sd mentega/ margarin, 3 sendok makan minyak
|
Lemak, vitamin
A, D dan E
|
Susu/yogurt
|
1 gelas
|
Karbohidrat, lemak, protein, vitamin A, B2, B12, D, magnesium, kalsium, fosfor dan
air.
|
(Dini Kasdu, 2004 : 34)
2.
Hubungan seksual
Hamil bukanlah merupakan halangan
untuk melakukan hubungan seksual disarankan untuk dihentikan bila :
a.
Terdapat tanda infeksi dengan
pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau panas.
b.
Terjadi perdarahan saat
hubungan seksual.
c.
Terdapat pengeluaran cairan
yang mendadak.
d.
Hentikan hubungan seksual pada
mereka yang sering mengalami keguguran kandungan, persalinan sebelum waktunya,
mengalami kematian kandungan, sekitar 2 minggu menjelang persalinan.
(Manuaba, 2002 : 139)
3.
Pakaian Hamil
Baju hendaknya yang longgar dan mudah
dipakai, sepatu atau alas kaki tinggi sebaiknya jangan dipakai karena tempat
titik berat wanita hamil berubah sehingga mudah tergelincir atau jatuh, BH atau
kutang yang lebih besar dan cukup menunjang (Wiknjosastro, 2005 : 160).
4.
Perawatan Gigi
Pada triwulan pertama wanita hamil
mengalami enek dan muntah (morning sickness) keadaan ini menyebabkan perawatan
gigi tidak diperhatikan dengan baik
sehingga timbul karies, gingivitis, dsb. Hal itu dapat mengakibatkan komplikasi
seperti nefritis, septikemia, sepsis puerperalis oleh karena infeksi di rongga
mulut. Maka dari itu bila memungkinkan tiap wanita hamil harus memeriksakan
giginya secara teratur sewaktu hamil.
(Wiknjosastro, 2005 : 162)
5.
Merokok
Adalah kenyataan bahwa wanita-wanita
yang terlalu banyak merokok melahirkan anak yang lebih kecil, atau mudah
mengalami abortus dan partus prematurus. Maka dari itu sebaiknya wanita hamil
dilarang merokok.
6.
Pekerjaan
Wanita hamil boleh bekerja, tetapi
jangan terlampau berat. Lakukan istirahat sebanyak mungkin (Wiknjosastro, 2005
: 162).
7.
Jadwal istirahat dan tidur
Jadwal istirahat dan tidur perlu
diperhatikan dengan baik karena istirahat dan tidur teratur dapat meningkatkan
kesehatan jasmani dan rohani untuk kepentingan perkembangan dan pertumbuhan
janin (Manuaba, 2002 : 140).
8.
Olah raga saat hamil
Pelaksanaan olah raga saat hamil,
merupakan masalah kontroversi dengan pengertian perlu pertimbangan. Olah raga
mutlak dikurangi bila dijumpai :
a.
Sering mengalami keguguran
b.
Persalinan belum cukup bulan
c.
Pada mereka yang mempunyai
sejarah persalinan sulit
(Manuaba, 2002 : 139)
2.2
Konsep Dasar Abortus
2.2.1
Definisi Abortus
Abortus adalah suatu proses
berakhirnya suatu kehamilan dimana janin belum mampu hidup di luar rahim (belum
variabel) dengan kriteria usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin <
500 gram (Chrisdiono, 2004 : 26).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan
melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup (Williams, 2006 : 951).
Abortus iminens adalah terjadi perdarahan
bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam
kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan
(Saifuddin, 2002 : 147).
Abortus iminens adalah proses awal
dari suatu keguguran yang ditandai dengan
perdarahan pervaginam sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan janin masih baik intrauterin
(Chrisdiono, 2004 : 26).
2.2.2
Etiologi Abortus
Penyebab keguguran sebagian besar
tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut :
1.
Faktor
pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil
konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan kecacatan bawaan yang menyebabkan
hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi
karena :
a.
Faktor
kromosom
Gangguan terjadi sejak
semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks
b.
Faktor
lingkungan endometrium
Endometrium yang belum siap
untuk menerima implantasi hasil konsepsi.
Gizi ibu kurang karena
anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan.
c.
Pengaruh
luar
Infeksi endometrium,
endometrium tidak siap menerima hasil
konsepsi. Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi
menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
2.
Kelainan
pada plasenta
a.
Infeksi
pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi
b.
Gangguan
pertumbuhan darah plasenta, diantaranya pada diabetes militus
c.
Hipertensi
menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga menimbulkan keguguran
3.
Penyakit
ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan janin dalam kandungan melalui
plasenta :
a.
Penyakit
infeksi seperti pnemonia, tifus abdominalis, malaria, sipilis
b.
Anemia
ibu, melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi
retroplasenter
c.
Penyakit
menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit
diabetes militus.
4.
Kelainan
yang terdapat dalam rahim
Rahim yang merupakan tempat
tumbuh kembangnya janin, dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri,
retrofleksia uteri, bekas operasi serviks.
(Manuaba, 2002 : 215)
5.
Faktor
pola kebiasaan dan lingkungan
a.
Tembakau
Merokok dilaporkan dapat
menyebabkan peningkatan resiko abortus.
b.
Alkohol
Abortus spontan dan anomali
janin dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama
kehamilan.
c.
Kafein
Kadar paraxantin (suatu
metabolik kafein) dalam darah klien menyebabkan peningkatan 2 kali lipat resiko
abortus spontan.
d.
Radiasi
Dalam dosis memadai radiasi
diketahui dapat menyebabkan abortus, namun dosis pasti pada manusia tidak
diketahui.
e.
Toksin
lingkungan
Arsen, timbal, formaldehida
dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus.
f.
Trauma
fisik
Trauma fisik tertentu dapat
menyebabkan terjadi abortus
6.
Faktor
ayah
Adenovirus atau virus herpes
simpleks pada hampir 40% didapat dari semen yang diperoleh dari pria steril.
Virus terdeteksi dalam bentuk laten pada 60% sel dan virus ini sama dijumpai
pada abortus.
(Williams, 2005 : 951)
2.2.3
Patofisiologi Abortus
Pada awal abortus terjadilah
perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di
sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
(Wiknjosastro, 2005 : 303)
2.2.4
Diagnosis Abortus Iminens
Diagnosis abortus iminens ditegakkan dengan :
1.
Terjadinya perdarahan pada
wanita hamil kurang dari 20 minggu
2.
Kadang disertai rasa mules
3.
Uterus membesar sebagaimana
usia kehamilan
4.
Serviks tidak membuka
5.
Tes kehamilan hasilnya Å/ positif
(Chrisdiono, 2004 : 27).
2.2.5
Komplikasi Abortus Iminens
1.
Abortus insipiens
Setiap pasien harus diperiksa karena selalu ada
kemungkinan bahwa serviks sudah membuka dan
abortus tidak dapat lagi dihindari.
2.
Anemia atau hipovolemia
Apabila perdarahan menetap dan perdarahan cukup besar
dapat terjadi anemia dan hipovolemia
(Williams, 2006 : 962).
2.2.6
Penanganan Abortus Iminens
1.
Istirahat baring agar aliran
darah uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang.
2.
Periksa denyut nadi dan suhu
badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat jam bila pasien
panas.
3.
Tes kehamilan dapat dilakukan,
bila negatif mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
4.
Berikan obat penenang,
biasanya fenobarbital 3 x 30 mg, berikan
preparat hematinik misalnya sulfa ferosus 600-1000 mg.
5.
Diet tinggi protein dan
tambahan vitamin C.
6.
Bersihkan vulva minimal dua
kali sehari dengan cairan antiseptik untuk mencegah infeksi terutama saat masih
mengeluarkan cairan coklat.
(Arif Masnjoer, 2001 : 263).
Bila
perdarahan berhenti lakukan antenatal terjadwal dan penilaian ulang, bila terjadi perdarahan lagi. Bila perdarahan terus
berlangsung nilai kondisi janin (uji
kehamilan/USG), lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola) (Saifuddin, 2002 : 149).
2.3
Konsep Dasar Teori Nyeri
2.3.1
Definisi
Terdapat banyak definisi yang diberikan oleh para ahli mengenai definisi
nyeri, antara lain :
1.
Nyeri
adalah pengalaman sensorik yang dicetuskan oleh rangsangan yang merupakan
ancaman untuk menghancurkan jaringan, disebut sebagai sesuatu yang menyakitkan
(Mountcastle, 1980 : 391 yang dikutip oleh Rosemary Mander, 2003 : 371).
2.
Maerskey, 1980 yang dikutip
oleh Rosemary Mander, 2003 : 37.
Mengatakan
definisi yang lebih lengkap dalam upaya agar nyeri “organik” dan “psikogenik”
tercakup didalamnya, yang selanjutnya diadopsi oleh International Association
of The Study of Pain (IASP). Bahwa nyeri adalah suatu perasaan atau pengalaman
sensons dan emosional yang menyenangkan dan dihubungkan dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial terjadi kerusakan nyeri.
3.
Nyeri adalah suatu keadaan
distress berat yang dikaitkan dengan peristiwa yang mengancam keutuhan
seseorang (Cassell, 1982 yang dikutip oleh Rosemary Mander, 2003 : 38).
4.
Nyeri
non fisik dapat berasal dari proses patologik atau psikiatrik dan sebagian
besar karena dikaitkan dengan pengabaian. Oleh karena itu perhatian lebih
lanjut pada kemungkinan bahwa nyeri telah dianggap sebagai “psikogenik”
(Meizack and Wall, 1991 : 32 yang dikutip oleh Resomary Mander, 2003 : 38).
2.3.2
Etiologi
1.
Trauma
a.
Mekanik, misalnya : benturan,
gesekan
Nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf
bebas mengalami kerusakan karena terjadinya trauma tersebut yang mungkin
terjepit, tersayat, putus.
b.
Thermis, misalnya panas api,
air
Nyeri timbul
karena ujung saraf tersebut nyeri mengalami rangsangan akibat panas.
c.
Chemis, misalnya sentuhan atau
tersentuh asam atau basa kuat
Nyeri timbul karena rangsangan atau
kerusakan.
d.
Elektrik yaitu karena pengaruh
aliran listrik yang kuat
Mengenai reseptor nyeri sehingga timbul
kekejangan otot atau kerusakan akibat terbakar oleh listrik tersebut.
2.
Neoplasma
a.
Jinak,
nyeri terjadi karena adanya tekanan pada ujung saraf reseptor nyeri.
b.
Ganas,
nyeri terjadi karena kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan
karena terikat atau jepitan.
3.
Peradangan
Misalnya : abses, nyeri terjadi karena
kerusakan ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan dan bisa karena
reseptor nyeri terjepit karena pembengkakan.
4.
Gangguan sirkulasi
Terjadi penyempitan pembuluh atau
penyumbatan aliran darah ke suatu daerah atau organ yang mengakibatkan
terganggunya atau terhalang nya darah yang membawa zat makanan dan O2
ke daerah tersebut. Misalnya miocardial infark.
5.
Trauma psikologis
Setelah mengalami kejadian yang
mengerikan atau dahsyat misalnya korban “pemerkosaan” mengeluh nyeri pada
kemaluannya.
2.3.3
Jenis Nyeri
1.
Nyeri viseral
Jika suatu
segmen persyarafan melayani lebih dari satu daerah.
2.
Nyeri somatic
Nyeri yang terjadi karena rangsangan
pada bagian hipersyaraf oleh saraf tepi.
2.3.4
Sifat Nyeri
1.
Nyeri alih
Jika suatu
segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah.
2.
Nyeri radiasi
Nyeri yang menyebar didalam
sistem/jalur anatomi yang sama, contoh: infark miokard akut.
3.
Nyeri proyeksi
Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan
saraf sensorik akibat cedera atau peradangan saraf.
4.
Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum
periental akan dirasakan terus menerus karena berlangsung terus, misal : pada
reaksi radang.
5.
Nyeri kolik
Nyeri viseral
akibat spasme otot polos organ berongga disebabkan oleh hambatan dalam organ.
6.
Nyeri iskemik
Nyeri yang
sangat hebat, menetap dan tidak menyudut. Tanda adanya jaringan yang terancam
nekrosis.
7.
Nyeri pindah
Nyeri yang
berubah sesuai dengan perkembangan patologis.
2.3.5
Gejala
klinik
1.
Respon
simpatis adrenal
a.
Peningkatan
denyut nadi, tekanan darah dan pernafasan
b.
Keringat
berlebihan
c.
Muntah
d.
Pucat
e.
Dilatasi
pupil
2.
Respon
muscular
a.
Peningkatan
ketegangan otot
b.
Menggeliat
c.
Gelisah
3.
Respon
emosional
a.
Iritable
b.
Merintih
c.
Menangis
d.
Ekspresi
wajah tampak tegang
2.3.6
Mekanisme
terjadinya tampak tegang
Stimulasi
nyeri
¯
Reseptor
nyeri
¯
Sumsum
syaraf central melalui syaraf asenden
¯
Hypothalamus cortex serebral
¯
Menginterpretasikan
arti nyeri
¯
Sensasi
nyeri
2.3.7
Faktor-faktor
yang mempengaruhi rasa nyeri
1.
Faktor
psikologik
a.
Sikap
klien
b.
Keadaan
mental klien
c.
Kebiasaan
klien
d.
Budaya
2.
Faktor
fisik
a.
Keadaan
umum pasien
b.
Umur
pasien
2.3.8
Tingkat
atau skala nyeri berdasarkan ekspresi wajah
Bila skala
nyeri > 5 ® harus diberikan terapi.
Nyeri tingkat
10 penderita sangat takut capek dan sangat nyeri.
2.3.9
Penatalaksanaan
Rasa tidak nyaman (Nyeri)
1.
Penatalaksanaan Farmakologi
a.
Sedatif
Apabila wanita merasa nyeri,
sedatif tanpa kandungan analgesik dapat meningkatkan rasa khawatir dan
menyebabkan ibu menjadi hiperaktif. Efek yang tidak diinginkan meliputi depresi
vasomotor dan depresi pernapasan baik pada ibu maupun pada bayi baru
lahir.Agens sedatif seperti barbiturat jarang di gunakan karena faktor yang
tidak menguntungkan
b.
Analgesia dan Anestesia
Anestesia adalah suatu proses
pelenyapan presepsi nyeri dengan menginterupsi impuls saraf menuju ke
otak.Hilangnya sensasi ini dapat sebagian atau seluruhnya, kadang – kadang di
sertai kehilangan kesadaran.
Analgesia paling baik digunakan untuk menjelaskan
kondisi, dimana sensasi nyeri hilang
atau ambang persepsi nyeri seseorang meningkat. Penggunaan analgesia tidak menyebabkan
kesadaran hilang.
2.
Penatalaksanaan Non
Farmakologis
a.
Teknik relaksasi
Memfokuskan dan relaksasi umpan balik
Membawa barang-barang yang di
sukai untuk di gunakan sebagai fokus perhatiannya. Mekanisme umpan balik yang
umum dilakukan ialah mengucapkan kata “ rileks “ setiap merasakan nyeri.
b.
Teknik pernafasan
1)
Bernapas untuk membersihkan
Pada teknik pernapasan rileks, udara masuk melalui
hidung keluar melalui mulut.
2)
Bernapas
dengan dengan frekuensi rendah (kira-kira 6-8 kali per menit)
Jangan
bernapas kurang dari separuh frekuensi pernapasan normal (jumlah
pernapasan/menit dibagi dua)
2.4
Konsep Dasar Kecemasan
2.4.1 Definisi
Kecemasan adalah keadaan di manna
seseorang mengalami perasaan gelisah atau Cemas dan aktivitas sistem saran
autonomy dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas, tidak spesifik
(Lynda Juall Carpenito, 1999 : 4).
Kecemasan sangat berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek
yang spesifik. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual
terhadap sesuatu yang berbahaya (Stuart dan Sundeen, 2002 : 175).
2.4.2 Etiologi Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen, 2002
etiologi kecemasan berasal dari sumber
interntal atau ekternal yang dikelompokkan dalam dua kategori.
1.
Ancaman terhadap integritas
fisik.
Yaitu ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya
kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
2.
Ancaman terhadap self
sistem/sistem diri
Sesuatu yang dapat membahayakan identitas, harga diri
dan fungsi sosial.
2.4.3 Macam-macam Kecemasan
Freud, 2002 mengemukakan adanya tiga macam kecemasan
yaitu :
1.
Kecemasan realitas (Reality
Ansiety)
Kecemasan atau ketakutan yang nyata, atau takut akan
bahaya di dunia luar.
2.
Kecemasan neurotik (Neurotic
Ansiety)
Adalah kecemasan kalau-kalau instink tidak dapat
dikendalikan seseorang merasa khawatir akan dikuasai oleh keinginan yang tak
terkendalikan untuk melakukan suatu perbuatan atau untuk mengandung suatu
pikiran yang akan merugikan dirinya sendiri, misalnya :
a.
Kecemasan yang mengambang,
cemas terhadap sesuatu yang akan terjadi pesimis.
b.
Kecemasan
fobik, takut terhadap obyek yang tidak dapat dihindari.
c.
Kondisi panik, takut terjadi
disfungsi dan disorganisasi dari kepribadian disertai perubahan-perubahan
secara fisiologis.
3.
Kecemasan Moral (moral Ansiety)
Sebagai suatu perasaan bersalah atau malu dalam ego,
ditimbulkan oleh suatu pengamatan mengenai bahaya dan hati nurani, seseorang cenderung merasa berdosa apabila dia melakukan
atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
norma moral.
2.4.4 Tingkat Kecemasan
Menurut Wartonah, 2003 tingkat kecemasan dibagi menjadi
:
1.
Cemas ringan
Cemas ringan berhubungan dengan
ketegangan dalam peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkatan ini persepsi
melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk
belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2.
Cemas sedang
Pada tahap ini persepsi terhadap
masalah menurun, individu lebih memfokuskan pada hal-hal penting itu dan
mengesampingkan hal lain.
3.
Cemas berat
Pada cemas berat, lahan persepsi
sangat sempit, seseorang cenderung hanya memikirkan hal yang kecil saja dan
mengabaikan hal lain, seseorang tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan
lebih banyak pengarahan/tuntunan.
4.
Panik
Pada tahap ini lahan persepsi telah
terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat
melakukan apa-apa walaupun telah diberi pengarahan.
2.4.5 Respons-respons terhadap kecemasan :
1.
Respon fisiologis
a.
Kardiovaskuler
1)
Palpitasi
2)
Jantung berdebar
3)
Tekanan darah meninggi
4)
Rasa mau pingsan
5)
Pingsan
6)
Tekanan darah menurun
7)
Nadi menurun
b.
Pernafasan
1)
Nafas cepat
2)
Nafas pendek
3)
Tekanan pada dada
4)
Nafas dangkal
5)
Pembengkakan pada tenggorok
6)
Sensasi tercekik
7)
Terengah-engah
c.
Neuromuskular
1)
Refleks meningkat
2)
Reaksi kejutan
3)
Insomnia
4)
Tremor
5)
Gelisah
6)
Wajah tegang
7)
Kelemahan umum
8)
Kaki goyang
9)
Gerakan yang janggal
d.
Gastrointestinal
1)
Kehilangan nafsu makan
2)
Menolak makan
3)
Rasa tidak nyaman pada abdomen
4)
Mual
5)
Rasa terbatas pada jantung
6)
Diare
e.
Traktus urinarius
1)
Tidak dapat menahan kencing
2)
Sering berkemih
f.
Kulit
1)
Wajah kemerahan
2)
Berkeringat setempat (telapak
tangan)
3)
Gatal
4)
Rasa panas dan dingin pada
kulit
5)
Wajah pucat
6)
Berkeringat seluruh tubuh
2.
Respon perilaku
a.
Gelisah
b.
Ketegangan fisik
c.
Tremor
d.
Gugup
e.
Bicara cepat
f.
Cenderung mendapat cedera
g.
Menarik dari hubungan
interpersonal
h.
Menghalangi
i.
Menarik diri dari masalah
j.
Menghindar
k.
Hiperventilasi
3.
Respon kognitif
a.
Perhatian terganggu
b.
Konsentrasi buruk
c.
Pelupa
d.
Salah dalam memberikan
penilaian
e.
Hambatan berpikir
f.
Bidang persepsi menurun
g.
Kreativitas menurun
h.
Bingung
i.
Sangat waspada
j.
Kesadaran diri meningkat
k.
Takut kehilangan kontrol
l.
Kehilangan obyektifitas
m.
Takut cedera atau kematian
4.
Respon afektif
a.
Mudah terganggu
b.
Tidak sabar
c.
Gelisah
d.
Tegang
e.
Nervus
f.
Ketakutan
g.
Alarm
h.
Teror
i.
Gugup
j.
Gelisah
(Stuart dan Sundeen, 2002 : 178)
2.5
Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Abortus Iminens
Asuhan kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran
dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan rangkaian atau tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney,
2003).
Asuhan kebidanan terdiri dari
beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan dasar,
perumusan masalah atau diagnosa, antisipasi masalah potensial, identifikasi
kebutuhan segera, pengembangan rencana, implementasi dan evaluasi, ketujuh
langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam
situasi (Varney, 2003).
2.5.1
Pengkajian
Merupakan langkah awal dan dasar
dalam asuhan kebidanan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data awal
informasi pasien yang dklientuhkan dikumpulkan melalui anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang dan data tersebut diklasifikasikan sebagai data
subyektif dan data obyektif.
1.
Data Subyektif
Data subyektif adalah data yang didapat dari hasil
wawancara (anamnesa) langsung kepada klien
dan keluarga atau tim kesehatan lain.
Adapun data-data pasien dengan abortus iminens meliputi
:
a.
Biodata
Biodata berisi tentang identitas klien serta suaminya
yang meliputi nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, status perkawinan, yaitu kawin ke berapa, lama kawin, dan alamat.
b.
Keluhan utama
Yaitu keluhan yang dialami dan dirasakan klien yang
menyebabkan gangguan pada dirinya. Pada klien dengan abortus iminens mengalami
pengeluaran darah sedikit-sedikit (bercak) dan sedikit nyeri perut (mules) atau
tidak sama sekali
c.
Riwayat kesehatan sekarang.
Ditanyakan apakah saat ini klien menderita suatu
penyakit atau tidak, seperti penyakit menular misalnya hepatitis, TBC, penyakit
menurun misalnya : kencing manis, asma, penyakit menahun misalnya jantung dan
hipertensi.
d.
Riwayat kesehatan yang lalu
Ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit yang
dapat mempengaruhi kehamilan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Seperti penyakit menular hepatitis dan TBC, penyakit menurun asma dan kencing
manis, penyakit menahun jantung dan hipertensi. Bila iya, kapan dan apakah
sudah mendapat pengobatan, bagaimana hasilnya sudah sembuh atau belum.
e.
Riwayat kesehatan keluarga
Ditanyakan apakah dari keluarga klien ada yang menderita
penyakit menular seperti hepatitis dan TBC, penyakit menurun seperti asma dan
kencing manis, penyakit menahun seperti jantung dan hipertensi, adakah riwayat
keturunan kembar.
f.
Riwayat kebidanan
1)
Riwayat menstruasi
Ditanyakan menarche umur
berapa, haid teratur apa tidak, siklus haid, lama haid, jumlah darah haid yang
keluar setiap hari, mengalami dismenorea atau tidak, mengalami keputihan atau
tidak, bila iya, waktunya kapan, seberapa banyak jumlahnya, bagaimana bau dan
warnanya, gatal atau tidak.
2)
Riwayat kehamilan sekarang
Ditanyakan hamil anak keberapa, amenorea berapa bulan,
HPTT dan HPL nya tanggal berapa, usia kehamilan berapa minggu, periksa
kehamilan atau ANC berapa kali, dimana, keluhan apa yang dirasakan, obat apa
yang didapatkan. Mendapat imunisasi TT berapa kali, kapan dan dimana, merasakan
pergerakan janin sejak usia kehamilan berapa minggu, mendapat penyuluhan atau
nasihat atau apa saja.
3)
Riwayat kehamilan persalinan
nifas yang lalu
Tanyakan perkawinan yang ke berapa, anak ke berapa, umur
kehamilan, jenis persalinan, tempat persalinan, penolong, penyulit, Berat badan
lahir, panjang badan lahir, jenis kelamin, usia anak sekarang, nifasnya normal
atau tidak.
4)
Riwayat KB
Ditanyakan metode KB yang pernah digunakan klien
sebelumnya, berapa lama pemakaiannya, apakah ada keluhan, alasan berhenti
memakai KB. Rencana metode KB yang akan digunakan mendatang.
g.
Pola Kebiasaan Sehari-hari
1)
Nutrisi
Hal yang perlu ditanyakan sebelum dan saat hamil adalah
makan berapa kali sehari, porsinya berapa piring, nafsu makannya bagaimana,
menunya apa saja, minum berapa gelas sehari, jenisnya apa saja.
2)
Pola Eliminasi
Hal yang ditanyakan sebelum dan saat hamil adalah BAB
berapa kali, konsistensinya bagimana, warna dan baunya bagaimana. BAK berapa
kali sehari, warnanya bagaimana, baunya bagaimana.
3)
Pola Aktivitas
Hal yang ditanyakan sebelum
dan saat hamil adalah kegiatan atau aktifitas apa saja yang dilakukan klien sehari-hari.
4)
Pola Istirahat
Hal yang ditanyakan sebelum dan saat hamil adalah klien
tidur malam dan siang selama berapa jam, apakah ada gangguan tidur.
5)
Pola Personal Hygiene
Hal yang ditanyakan sebelum dan saat hamil adalah klien
membersihkan diri berapa kali sehari, seperti : berapa kali mandi, gosok gigi,
ganti baju dan pakaian dalam, dalam sehari. Keramas dalam satu minggu.
6)
Pola Seksual
Hal yang ditanyakan sebelum dan saat hamil adalah berapa
kali klien berhubungan seksual dalam seminggu, apakah ada keluhan saat melakukan hubungan seksual.
h.
Keadaan psikologis
Bagaimana psikis klien saat ini, bagaimana hubungan
klien dengan suami, keluarga dan tetangganya, apakah kehamilan ini diharapkan
atau tidak. Apakah klien atau suami menginginkan jenis kelamin bayinya
laki-laki atau perempuan.
i.
Latar Belakang
Ditanyakan apakah ada kebiasaan klien untuk minum
jamu-jamuan, kebiasaan merokok, minum minuman yang mengandung alkohol, adakah
pantangan makanan bagi klien, adakah adat yang mengikat yang dapat menjadi
kendala dalam kehamilan.
2.
Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui
pemeriksaan fisik secara langsung yang meliputi keadaan umum, tanda-tanda
vital, pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi auskultasi dan perkusi serta
pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
a.
Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi :
Keadaan
umum : Baik,
cukup lemah
Kesadaran : Composmentis,
apatis
Tinggi
badan : Dilakukan pengukuran Tinggi Badan sewaktu ibu pertama kali datang,
terutama pada ibu bertubuh pendek (<145)
Berat
badan : Dilakukan penimbangan Berat Badan ketika pertama kali klien
datang, apakah BB turun/tetap/naik.
Pemeriksaan
tanda-tanda vital
Tensi : 100/80-<140/90 mmHg
Nadi : 80-100 x/mnt
Suhu : 365 oC-375 oC
Pernafasan : 16-24
x/mnt
b.
Pemeriksaan fisik
1)
Inspeksi
Yaitu proses observasi atau periksa pandang dengan
menggunakan mata untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan
status fisik.
Kepala : Bentuk kepala, warna rambut, rontok atau tidak, panjang atau
pendek, kebersihan kulit kepala dan rambut.
Muka : Ada
cloasma atau tidak, oedem atau tidak, pucat atau tidak.
Mata : Simetris atau tidak, konjungtiva merah muda
atau pucat, sklera putih atau kekuningan, ada oedem palpebra atau tidak.
Hidung : Simetris atau tidak, ada polip atau tidak, ada sekret atau tidak,
ada pernafasan cuping hidung atau tidak.
Telinga : Simetris atau tidak, bersih atau kotor, ada serumen atau tidak
Mulut : Simetris atau tidak, bibir lembab atau kering, ada stomatitis atau
tidak, ada caries atau tidak, ada gigi palsu atau tidak.
Leher : Ada
pembesaran kelenjar thyroid dan vena jugularis atau tidak.
Dada : Simetris atau tidak, ada
pembesaran payudara atau tidak, puting susu menonjol atau tidak, bagaimana
kebersihannya, ada hiperpigmentasi areola dan puting mammae atau tidak, ada
retraksi intercosta atau tidak.
Abdomen : Pembesaran perut sesuai usia kehamilan atau tidak, ada linea nigra
atau tidak, ada striae gravidarum atau tidak, ada bekas operasi atau tidak.
Genetalia : Bersih atau tidak, ada kondiloma akuminata dan matalata atau
tidak, ada oedem atau tidak, ada varices atau tidak, ada pengeluaran pervaginam
atau tidak.
Anus : Ada
hemoroid atau tidak, bersih atau tidak.
Ekstremitas
atas : Simetris atau tidak, oedem atau tidak, pergerakan normal atau ada gangguan,
terpasang infus atau tidak, bila iya, apa jenisnya, berapa tetes/mnt, di tangan
sebelah mana.
Ekstremitas
bawah : Simetris atau tidak, oedem atau tidak, ada varices
atau tidak, pergerakan normal atau ada gangguan.
2)
Palpasi
Palpasi yaitu proses pemeriksaan dengan meraba, memegang
menggunakan tangan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan
status fisik.
Kepala : Ada
benjolan abnormal atau tidak
Leher : Ada
pembesaran kelenjar thyroid dan vena jugularis atau tidak
Payudara : Ada
masa abnormal atau tidak, ada pengeluaran ASI atau tidak pada payudara kanan
dan kiri.
Abdomen : Pada pemeriksaan palpasi abdomen melalui Leopold I didapatkan
tinggi fundus uteri (TFU) sebagai berikut :
Tabel 2.4 Pemeriksaan
palpasi abdomen Leopold I
Akhir bulan
|
Besar uterus
|
TFU
|
1
|
Lebih besar dari biasa
|
Belum teraba (palpasi)
|
2
|
Telur bebek
|
Di belakang symphisis
|
3
|
Telur angsa
|
1-2 jari di atas symphisis
|
4
|
Kepala bayi
|
Pertengahan symphisis-pusat
|
5
|
Kepala dewasa
|
2-3 jari di bawah pusat
|
(Rustam, 2002 : 52)
3)
Auskultasi
Dada : Ada
wheezing dan ronchi atau tidak
Abdomen : Pada usia kehamilan 13-14 minggu DJJ belum dapat terdengar dengan
menggunakan funandoskop, tetapi sudah dapat diketahui melalui alat ultrasonografi
(USG).
4)
Perkusi
Ekstremitas
bawah : Refleks
patela nya bagaimana positif atau negatif.
c.
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan vagina toucher didapatkan ada
perdarahan, serviks tidak berdilatasi (tertutup), uterus sesuai dengan masa
gestasi dan lunak.
d.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Pemeriksaan laboratorium, yaitu
pemerikasan kadar hemoglobin, kadar Hb normal ibu hamil > 11 gr% pada
ibu dengan anemia gravis mempunyai resiko abortus.
2)
Uji HCG, mungkin menunjukkan
janin masih hidup bila hasilnya positif.
3)
Pemeriksaan USG untuk
memastikan apakah janin masih hidup atau sudah mati.
2.5.2
Identifikasi Diagnosa dan
Kebutuhan
Merupakan pengembangan mengenai
masalah dari interpretasi dasar dalam identifikasi yang spesifik mengenai
masalah atau diagnosa. Diagnosa adalah perumusan masalah dan keputusan yang
akan ditegakkan bidan.
Di bawah ini identifikasi diagnosa
dan masalah yang muncul pada klien dengan abortus iminens :
Diagnosa : G..........P...........umur
kehamilan < 20 minggu dengan abortus iminems.
DS : Adanya komunikasi verbal bahwa
klien mengalami amenorhea atau tidak haid £ 20 minggu, mengalami perdarahan bercak
hingga sedang, tanpa atau disertai adanya nyeri perut (kram pada perut bagian bawah).
DO : Keadaan
Umum cukup
Kesadaran composmentis
TTV dalam batas normal
atau bisa tidak normal
Inspeksi : Abdomen
ada atau tidak ada pembesaran perut
Genetalia terdapat pengeluaran darah sedikit/bercak
sampai sedang
Palpasi : Abdomen
belum atau sudah teraba balotement, TFU teraba 1-2 jari di atas symphisis.
Pemeriksaan
dalam : Tes
HCG positif
Hasil USG
janin masih hidup
Masalah : Nyeri
DS :
Adanya komunikasi verbal klien
mengungkapkan merasa nyeri pada daerah perut bagian bawah .
DO :
Keadaan umum cukup
Kesadaran composmentis
TTV
dalan batas normal atau cenderung meningkat atau turun
Ada
ekspresi wajah yang menunjukan nyeri seperti menyeringai atau ekspresi wajah
tampak tegang
Klien
merintih, menangis
Masalah : Cemas
DS : Adanya komunikasi verbal klien mengungkapkan perasan khawatir
terhadap kehamilannya, klien banyak bertanya tentang kehamilannya.
DO : Keadaan
Umum cukup
Kesadaran composmentis
TTV dalam batas normal atau cenderung meningkat atau
turun
Inspeksi muka tampak tegang, gelisah
Klien banyak bertanya
tentang kehamilannya
Telapak tangan
berkeringat
2.5.3
Antisipasi Masalah Potensial
Masalah potensial adalah masalah yang
mungkin terjadi berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang saat ini hanya merupakan antisipasi dan pencegahan bila mungkin
benar-benar terjadi.
Beberapa masalah potensial yang dapat
terjadi pada kasus abortus iminens adalah :
1.
Potensial
terjadi abortus insipiens sampai dengan syok hypovolemik
DS : Klien mengatakan perutnya terasa nyeri dan perdarahan tidak
berhenti
DO : Perdarahan tidak berhenti, adanya dilatasi serviks belum terjadi
ekspulsi hasil konsepsi.
2.
Potensial terjadi anemia
DS : -
DO : Muka pucat.
Bibir pucat dan kering
Konjungtiva anemis
Hb < 11 gr %
3.
Potensial terjadi infeksi
DS : -
DO : Adanya tanda-tanda infeksi (suhu > 375 0C),
pengeluaran sekret berbau pervaginam.
2.5.4
Identifikasi Kebutuhan Segera
Penanganan awal yang dapat dilakukan
1.
Kolaborasi
dengan tim medis (DSOG)
2.
Pemberian cairan intra
vena-larutan isotonia 1 lt/20 mnt
3.
Pemberian transfusi darah jika
Hb £ 9 gr%
4.
Pemberian obat-obatan hormonal
dan anti spasmodika
5.
Tirah baring
2.5.5
Intervensi
Diagnosa : G................P..............umur
kehamilan £ 20 minggu dengan abortus iminens
Tujuan : Setelah
dilakukan asuhan kebidanan selama 3 x 24 jam diharapkan kehamilan dapat
dilanjutkan atau dipertahankan, sehingga tidak abortus insipiens.
Kriteria
hasil : Keadaan
umum cukup atau baik
Kesadaran composmentis
TTV dalam batas normal
Perdarahan tidak bertambah dan
cenderung berhenti
Nyeri berkurang atau tidak nyeri
Tidak ada dilatasi serviks
Intervensi
1.
Lakukan pendekatan pada pasien
dan keluarga.
Rasional : Dengan
pendekatan dan komunikasi yang baik dapat membuat klien dan keluarga lebih
kooperatif terhadap asuhan kebidanan.
2.
Jelaskan tentang hasil
pemeriksaan dan kondisi pasien saat ini dengan menggunakan komunikasi
terapeutik.
Rasional : Dengan
menjelaskan tentang hasil pemeriksaan dan kondisi pasien saat ini dengan
menggunakan komunikasi terapeutik diharapkan pasien akan mengerti tentang
keadaan kesehatannya.
3.
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang penanganan abortus iminens dan resiko yang mungkin terjadi
apabila tidak dipatuhi
Rasional : Dengan
pemahaman tentang penanganan dan resiko yang mungkin terjadi pada abortus
iminens diharapkan pasien dan keluarga akan lebih kooperatif dalam pelaksanaan
asuhan kebidanan dan meningkatkan keberhasilan terhadap pasien
4.
Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Untuk
mendeteksi adanya komplikasi,sehingga dapat
mengantisipasi masalah potensial sejak dini.
5.
Observasi Fluksus pervaginam
dan adanya His
Rasional : Untuk mendeteksi dini adanya komplikasi
abortus insipiens
6.
Anjurkan klien untuk istirahat
baring (tirah baring) selama + 48 jam
Rasional : Dengan
tirah baring aliran darah ke uterus dapat bertambah dan dapat
mencegah/mengurangi rangsang mekanik.
7.
Sarankan pada klien untuk tidak
melakukan hubungan seksual selama + 2 minggu
Rasional : Hubungan
seksual dapat menimbulkan kontraksi uterus karena rangsang mekanik dan sperma
suami mengandung hormon prostaglandin yang dapat menimbulkan kontraksi uterus
8.
Lakukan kolaborasi dengan tim medis (DSOG)
Rasional : Terapi yang sesuai dapat memperbaiki prognosa
9.
Anjurkan klien untuk makan
dengan gizi seimbang dan diet tinggi protein
Rasional : Masukan protein yang rendah atau tidak adekuat
selama kehamilan khususnya pada trimester pertama membuat janin IUGR atau
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, difisiensi salah satu zat gizi atau
defisiensi sedang semua nutrien merupakan kausa abortus.
10. Tekankan pentingnya masukan vitamin dan zat besi setiap hari
Rasional : Remaja
hamil cenderung mengalami masalah malnutrisi dan anemia yang merupakan salah
satu penyebab dari abortus
11. Lakukan perawatan vulva hygiene dan ajarkan klien untuk menjaga
kebersihan vulva
Rasional : Untuk
mencegah terjadinya infeksi
12. Lakukan perawatan personal hygiene (seka)
Rasional : Karena
pasien harus bedrest selama ± 48 jam
Masalah : Nyeri
Tujuan : Setelah
dilakukan asuhan kebidanan selama 2 x 24
menit diharapkan klien dapat beradaptasi dengan keadaan dirinya
Kriteria hasil :
Keadaan umum cukup
Kesadaran
composmentis
TTV dalam
batas normal
Nyeri berkurang
atau tidak nyeri
Ekspresi wajah tidak menyeringai
Klien
tidak lagi merintih dan tidak menangis (dapat beradaptasi dengan keadaannya)
Intervensi:
1.
Lakukan
pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional :
Dengan pendekatan pada klien dan
keluarga dapat membuat klien dan keluarga lebih kooperatif terhadap asuhan
kebidanan yang diberikan oleh petugas kesehatan
2.
Kaji
tingkat nyeri klien
Rasional :
Dengan mengkaji tingkat nyeri akan dapat
menentukan penatalaksaan yanng lebih lanjut.
3.
Observasi
tanda tanda vital
Rasional : Untuk mendeteksi adanya komplikasi
4.
Anjurkan
dan ajarkan teknik relaksasi pada klien
Rasional :
Dengan teknik relaksai dapat mengalihkan
rasa nyeri dan mengurangi rasa nyeri
5.
Lakukan
kolaborasi dengan tim medis
Rasional : Terapi yang
tepat dan sesuai dapat
memparbaiki prognosa
Masalah : Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1 x
30 menit diharapkan pasien dapat mengerti
terhadap keadaan kehamilannya,
tidak merasa khawatir, dapat beradaptasi dengan keadaannya dan mengerti/memahami
penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan.
Kriteria hasil : Keadaan
umum cukup
Kesadaran composmentis
TTV dalam batas normal
Muka pasien tidak pucat,
tampak tenang atau bisa istirahat
Intervensi :
1.
Ciptakan sikap dan suasana
kekeluargaan
Rasional : Komunikasi
yang baik akan sangat membantu terbinanya hubungan yang baik antara pasien dan
petugas. Terciptanya rasa saling percaya sehingga pasien akan lebih kooperatif
terhadap asuhan kebidanan yang diberikan.
2.
Dampingi dan dengarkan semua
keluhan pasien
Rasional : Komunikasi
dan empati yang tulus merupakan kunci pelayanan yang efektif.
3.
Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Pengkajian
tingkat kecemasan yang benar dapat menentukan intervensi selanjutnya
4.
Evaluasi tanda-tanda vital
Rasional : Untuk
mendeteksi dini adanya komplikasi.
5.
Berikan suport mental atau
dukungan moral
Rasional : Keadaan
emosinya jiwa pasien dapat mempengaruhi kondisi fisik pasien dan kehamilannya.
6.
Anjurkan klien untuk
mendekatkan diri dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
Rasional : Pendekatan
spiritual (religi) memberikan sikap lebih sabar dan kooperatif terhadap
kehamilannya.
2.5.6
Implementasi
Implementasi harus dilaksanakan
sesuai dengan intervensi (perencanaan) dan harus dilaksanakan secara continue
dan berkesinambungan untuk mencapai tujuan. Pada pelaksanaan implementasi dapat
dilaksanakan secara mandiri, maupun kolaborasi dengan tim medis lainnya.
2.5.7
Evaluasi
Merupakan langkah terakhir dalam
asuhan kebidanan, dalam evaluasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan tindakan asuhan kebidanan, dari evaluasi dapat ditentukan apakah
tindakan asuhan kebidanan perlu dilanjutkan atau perlu direvisi kembali untuk
menciptakan asuhan yang lebih baik guna mencapai tujuan.
Evaluasi dalam asuhan kebidanan
ditulis dalam bentuk catatan perkembangan yang meliputi SOAP yaitu :
S
(Subyektif) : Adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung
O
(Obyektif) : Adalah data yang diperoleh dari hasil observasi dan pemeriksaan
A (Assesment) : Adalah
pernyataan yang terjadi atas data subyektif dan obyektif
P
(Planning) : Adalah perencanaan yang ditentukan sesuai dengan masalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar