ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
KLIEN DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
“FRAKTUR”
I. KONSEP
MEDIS
1.
Definisi:
§ Hilangnya kesinambungan substansi tulang dengan atau tanpa
pergeseran fragmen-fragmen fraktur.
§ Terputusnya hubungan/kontinuitas
jaringan tulang.
Struktur tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap system terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap system terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan
sel
pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast
yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan
menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat
oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk
oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin)
yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah
metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya
terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang
keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui
proses vaskularisasi tulang.7,8
Anatomi dan Kinesiologi.
Anatomi
Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah, merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan 2 ujung yang lebih pendek dari pada ulna.
Ujung atas
Radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius bersendi dengan taktik radius dan ulna. Dibagian bawah kepala terletak leher, dan di bawah serta disebelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan pada tendon dari insersi otot biseps.
Batang radius
Disebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar dari pada dibawah dan melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya melengkung kesebalah luar dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan pronator yang letaknya dalam disebalah anterior; dan disebelah posterior memberi kaitan pada ekstensor dan supinator disebelah dalam lengan bawah dan tangan. Ligamentum interosea berjalan di radius ke ulna dan memisahkan otot belakang dari yang depan lengan bawah.
Ujung bawah
Agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi dibawah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius bersendi dengan skafoid (os.navikular radii) dan tulang semilunar (lunatum) dalam formasi persendian pergelangan tangan. Permukaan persendian disebelah medial dari ujung bawah bersendi dengan kepala dari ulna dan formasi persendian radio ulna inferior. Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang kebawah menjadi prosessus stiloid radius.
Anatomi
Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah, merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan 2 ujung yang lebih pendek dari pada ulna.
Ujung atas
Radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius bersendi dengan taktik radius dan ulna. Dibagian bawah kepala terletak leher, dan di bawah serta disebelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan pada tendon dari insersi otot biseps.
Batang radius
Disebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar dari pada dibawah dan melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya melengkung kesebalah luar dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan pronator yang letaknya dalam disebalah anterior; dan disebelah posterior memberi kaitan pada ekstensor dan supinator disebelah dalam lengan bawah dan tangan. Ligamentum interosea berjalan di radius ke ulna dan memisahkan otot belakang dari yang depan lengan bawah.
Ujung bawah
Agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi dibawah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius bersendi dengan skafoid (os.navikular radii) dan tulang semilunar (lunatum) dalam formasi persendian pergelangan tangan. Permukaan persendian disebelah medial dari ujung bawah bersendi dengan kepala dari ulna dan formasi persendian radio ulna inferior. Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang kebawah menjadi prosessus stiloid radius.
Kinesiologi
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membranes interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan patah tersebut.
Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu otot supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.
2.
Etiologi:
a.
Trauma :
·
Langsung (kecelakaan lalulintas)
·
Tidak langsung (jatuh dari
ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang
)
b.
Patologis : Metastase
dari tulang
c.
Degenerasi
d.
Spontan : Terjadi tarikan otot
yang sangat kuat.
3. Jenis Fraktur:
a.
Menurut jumlah garis fraktur :
·
Simple fraktur (terdapat satu
garis fraktur)
·
Multiple fraktur (terdapat
lebih dari satu garis fraktur)
·
Comminutive fraktur (banyak
garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
b.
Menurut luas garis fraktur :
·
Fraktur inkomplit (tulang tidak
terpotong secara langsung)
·
Fraktur komplit (tulang
terpotong secara total)
·
Hair line fraktur (garis
fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)
c.
Menurut bentuk fragmen :
·
Fraktur transversal (bentuk
fragmen melintang)
·
Fraktur obligue (bentuk fragmen
miring)
·
Fraktur spiral (bentuk fragmen
melingkar)
d. Menurut hubungan antara fragmen
dengan dunia luar :
·
Fraktur terbuka (fragmen tulang
menembus kulit), terbagi 3 :
I.
Pecahan tulang menembus kulit,
kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
II.
Kerusakan jaringan sedang,
resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
III.
Luka besar sampai ± 8 cm,
kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar.
·
Fraktur
tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar).
FRAKTUR RADIUS
I. Fraktur Kaput Radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa tetapi hampir tidak pernah ditemukan pada anak-anak (mungkin karena radius proksimal teru¬tama berupa rawan).
Klasifikasi dibagi dalam :
Tipe 1, terbelah vertikal
Tipe 2, fraktur disertai kemiringan
Tipe 3, fraktur shearing (terbelah)
Tipe 4, remuk/hancur
Mekanisme cedera
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan menekan kaput radius pada kapitulum. Kaput radius dapat retak atau pecah. Selain itu, rawan sendi pada kapitulum mungkin memar atau pecah; ini tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan sinar-X tetapi merupakan komplikasi yang penting.
I. Fraktur Kaput Radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa tetapi hampir tidak pernah ditemukan pada anak-anak (mungkin karena radius proksimal teru¬tama berupa rawan).
Klasifikasi dibagi dalam :
Tipe 1, terbelah vertikal
Tipe 2, fraktur disertai kemiringan
Tipe 3, fraktur shearing (terbelah)
Tipe 4, remuk/hancur
Mekanisme cedera
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan menekan kaput radius pada kapitulum. Kaput radius dapat retak atau pecah. Selain itu, rawan sendi pada kapitulum mungkin memar atau pecah; ini tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan sinar-X tetapi merupakan komplikasi yang penting.
Gambaran klinik
Fraktur ini kadang-kadang terlewatkan, tetapi rotasi lengan bawah yang terasa nyeri dan nyeri tekan pada sisi lateral siku memberi petunjuk diagnosisnya
Sinar-X
Foto dapat memperlihatkan: (1) pecah vertikal pada kaput radius; atau (2) satu fragmen di bagian lateral kaput terpecah dan biasanya bergeser ke distal; atau (3) kaput pecah menjadi beberapa fragmen. Perge¬langan tangan juga harus difoto dengan sinar-X, untuk menyingkirkan cedera yang bersamaan pada sendi radioulnaris distal.
Terapi
Pada retakan yang tak bergeser, lengan dipertahankan dalam collar dan manset selama 3 minggu; fleksi dan ekstensi aktif dapat dilakukan, tetapi rotasi harus di¬biarkan pulih sendiri.
Fragmen tunggal yang besar dapat direkatkan kemba¬li dengan kawat Kirschner.
Fraktur kominutif terbaik diterapi dengan mengeksisi kaput radius. Kalau disertai cedera lengan bawah atau gangguan pada sendi radioulnaris distal, banyak terda¬pat risiko migrasi radius ke proksimal: pada kasus ini, kalau dieksisi, kaput perlu diganti dengan prostesis silastik. setelah operasi, dianjurkan melakukan gerak¬an lebih awal.
Komplikasi
Kekakuan sendi sering ditemukan dan dapat melibat¬kan siku dan sendi-sendi radioulnaris. Kadang-kadang timbul miositis osifikans. Kekakuan dapat terjadi baik kaput radius dieksisi atau tidak. Tetapi, mungkin prog¬nosis fraktur kominutif lebih baik bila dilakukan pem¬bedahan.11
II. Fraktur Leher Radius
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan mendorong kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat re¬tak atau, patah; pada anak-anak tulang lebih mungkin mengalami fraktur pada leher radius.
Foto dapat memperlihatkan: (1) pecah vertikal pada kaput radius; atau (2) satu fragmen di bagian lateral kaput terpecah dan biasanya bergeser ke distal; atau (3) kaput pecah menjadi beberapa fragmen. Perge¬langan tangan juga harus difoto dengan sinar-X, untuk menyingkirkan cedera yang bersamaan pada sendi radioulnaris distal.
Terapi
Pada retakan yang tak bergeser, lengan dipertahankan dalam collar dan manset selama 3 minggu; fleksi dan ekstensi aktif dapat dilakukan, tetapi rotasi harus di¬biarkan pulih sendiri.
Fragmen tunggal yang besar dapat direkatkan kemba¬li dengan kawat Kirschner.
Fraktur kominutif terbaik diterapi dengan mengeksisi kaput radius. Kalau disertai cedera lengan bawah atau gangguan pada sendi radioulnaris distal, banyak terda¬pat risiko migrasi radius ke proksimal: pada kasus ini, kalau dieksisi, kaput perlu diganti dengan prostesis silastik. setelah operasi, dianjurkan melakukan gerak¬an lebih awal.
Komplikasi
Kekakuan sendi sering ditemukan dan dapat melibat¬kan siku dan sendi-sendi radioulnaris. Kadang-kadang timbul miositis osifikans. Kekakuan dapat terjadi baik kaput radius dieksisi atau tidak. Tetapi, mungkin prog¬nosis fraktur kominutif lebih baik bila dilakukan pem¬bedahan.11
II. Fraktur Leher Radius
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan mendorong kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat re¬tak atau, patah; pada anak-anak tulang lebih mungkin mengalami fraktur pada leher radius.
Gambaran klinik
Setelah jatuh, anak mengeluh nyeri pada siku. Mung¬kin terdapat nyeri tekan pada kaput radius dan nyeri bila lengan berotasi.
Sinar-X
Garis fraktur tampak melintang. Garis ini terletak tepat di bagian distal diskus pertumbuhan atau benar-benar terdapat pemisahan epifisis dengan fragmen batang yang berbentuk segitiga. Fragmen proksimal miring ke distal, ke depan dan ke luar. Kadang- kadang ujung atas ulna juga mengalami fraktur.
Terapi
Kemiringan kaput radius sampai 20 derajat masih da¬pat diterima. Lengan diistirahatkan dalam collar dan manset, dan latihan dimulai setelah seminggu.
Pergeseran yang lebih dari 20 derajat membutuh¬kan reduksi. Lengan ditarik ke dalam ekstensi dan sedikit varus. Ahli bedah menekan fragmen radius yang bergeser ke posisi semula dengan ibu jarinya. Kalau cara ini gagal, dilakukan reduksi terbuka. Ke¬miringan kaput radius dikoreksi tetapi fiksasi internal akan mengganggu. Pada anak-anak caput radius itu jangan dieksisi karena akan mengganggu keselarasan pertumbuhan radius dan ulna.
Fraktur yang ditemukan seminggu atau lebih lama setelah cedera harus dibiarkan tanpa terapi (kecuali pembebatan ringan).
Setelah operasi, siku dibebat dalam fleksi 90 dera¬jat setelah satu atau dua minggu dan kemudian dian¬jurkan melakukan gerakan.
III. Fraktur Diafisis Radius
Fraktur pada radius saja biasa terjadi dan biasanya disebabkan oleh pukulan lang¬sung. Hal ini penting karena dua alasan. Dislokasi yang menyertai mungkin tidak terdiagnosis; kalau ha¬nya satu tulang lengan bawah yang patah dan terdapat pergeseran, salah satu atau sendi radioulnar pasti ber¬dislokasi; sebagai tindakan pencegahan seluruh len¬gan bawah harus selalu difoto dengan sinar-X. Non-union cenderung untuk terjadi kecuali kalau di¬sadari bahwa satu tulang memerlukan waktu konso¬lidasi seperti yang diperlukan dua tulang.
Gambaran Klinik
Kalau terdapat nyeri tekan lokal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar-X lebih jauh beberapa hari kemudian.
Sinar-X
Fraktur terdapat di suatu tempat pada radius. Garis fraktur melintang dan pergeseran se¬dikit. Pada anak-anak, tulang yang utuh kadang-ka¬dang bengkok tanpa benar-benar patah (Borden, 1975).
Fraktur terdapat di suatu tempat pada radius. Garis fraktur melintang dan pergeseran se¬dikit. Pada anak-anak, tulang yang utuh kadang-ka¬dang bengkok tanpa benar-benar patah (Borden, 1975).
Terapi
Pada fraktur radius mungkin terdapat pergeseran berputar; untuk menca¬pai reduksi lengan bawah biasanya perlu disupina¬sikan untuk fraktur sepertiga bagian atas, perlu dine¬tralkan untuk fraktur sepertiga pertengahan dan perlu dipronasikan untuk fraktur sepertiga bagian bawah. Tetapi, pada fraktur ra¬dius yang terisolasi diperlukan gips lengkap, men¬cakup siku dan sendi pergelangan tangan, tepat seolah¬-olah kedua tulang lengan bawah patah. Ini mungkin terjadi 12 minggu sebelum konsolidasi selesai.
CATATAN Karena satu tulang utuh, ujung-ujung tu¬lang yang patah itu mungkin sedikit terpisah dan pe¬nyatuan cenderung untuk berjalan lambat; karena alasan ini banyak ahli bedah lebih menyukai fiksasi internal untuk fraktur satu tulang, meskipun demikian tidak aman untuk mulai lagi kerja manual tanpa per-lindungan bebas di atas siku yang mencegah rotasi.11
IV. Fraktur Distal Radius
Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
1. Fraktur Galezzi
2. Fraktur Colles
3. Fraktur Smith
Fraktur Galeazzi
The Galeazzi fraktur ini dinamai Galeazzi Ricardo (1866-1952), seorang ahli bedah di Italia Instituto de Rachitici di Milan, yang menggambarkan fraktur pada tahun 1934.yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulna distal.
Pada fraktur radius mungkin terdapat pergeseran berputar; untuk menca¬pai reduksi lengan bawah biasanya perlu disupina¬sikan untuk fraktur sepertiga bagian atas, perlu dine¬tralkan untuk fraktur sepertiga pertengahan dan perlu dipronasikan untuk fraktur sepertiga bagian bawah. Tetapi, pada fraktur ra¬dius yang terisolasi diperlukan gips lengkap, men¬cakup siku dan sendi pergelangan tangan, tepat seolah¬-olah kedua tulang lengan bawah patah. Ini mungkin terjadi 12 minggu sebelum konsolidasi selesai.
CATATAN Karena satu tulang utuh, ujung-ujung tu¬lang yang patah itu mungkin sedikit terpisah dan pe¬nyatuan cenderung untuk berjalan lambat; karena alasan ini banyak ahli bedah lebih menyukai fiksasi internal untuk fraktur satu tulang, meskipun demikian tidak aman untuk mulai lagi kerja manual tanpa per-lindungan bebas di atas siku yang mencegah rotasi.11
IV. Fraktur Distal Radius
Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
1. Fraktur Galezzi
2. Fraktur Colles
3. Fraktur Smith
Fraktur Galeazzi
The Galeazzi fraktur ini dinamai Galeazzi Ricardo (1866-1952), seorang ahli bedah di Italia Instituto de Rachitici di Milan, yang menggambarkan fraktur pada tahun 1934.yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulna distal.
Epidemiologi
Fraktur Galeazzi 3-7% dari semua patah tulang lengan bawah, paling sering pada laki-laki. Walaupun pola fraktur Galeazzi dilaporkan jarang, mereka diperkirakan 7% dari seluruh patah tulang lengan bawah pada orang dewasa.
Mekanisme cedera
Penyebab lazimnya adalah jatuh pada tangan; mungkin disertai daya rotasi. Fraktur radius pada sepertiga bagian bawah dan sendi radioulnar inferior bersubluk¬sasi atau berdislokasi. Cedera ini hampir merupakan pasangan fraktur-dislokasi Monteggia.
Gambaran klinik
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupa¬kan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan pemerik¬saan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.
Sinar-X
Fraktur melintang atau oblik yang pendek ditemukan pada sepertiga bagian bawah radius, dengan angulasi atau tumpang-tindih. Sendi radioulnar inferior ber¬subluksasi atau berdislokasi.
Terapi
Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi segera karena bagian distal mengalami dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposis dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-wire. Operasi terbuka dengan fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw.
Fraktur Colles
Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah artikan sebagai dislokasi dari pergelangan tangan. Abraham Colles (1725 – 1843) pada tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul ‘On the fracture of the carpal extremity of the radius’.
Penyebab lazimnya adalah jatuh pada tangan; mungkin disertai daya rotasi. Fraktur radius pada sepertiga bagian bawah dan sendi radioulnar inferior bersubluk¬sasi atau berdislokasi. Cedera ini hampir merupakan pasangan fraktur-dislokasi Monteggia.
Gambaran klinik
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupa¬kan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan pemerik¬saan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.
Sinar-X
Fraktur melintang atau oblik yang pendek ditemukan pada sepertiga bagian bawah radius, dengan angulasi atau tumpang-tindih. Sendi radioulnar inferior ber¬subluksasi atau berdislokasi.
Terapi
Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi segera karena bagian distal mengalami dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposis dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-wire. Operasi terbuka dengan fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw.
Fraktur Colles
Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah artikan sebagai dislokasi dari pergelangan tangan. Abraham Colles (1725 – 1843) pada tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul ‘On the fracture of the carpal extremity of the radius’.
Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi
nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles.
Fraktur Colles’ adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang berjarak 1,5 inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior (dorsal), yang biasanya terjadi pada umur di atas 45-50 tahun dengan tulangnya sudah osteoporosis. Kalau ditemukan pada usia muda disebut fraktur tipe Colles’.
Fraktur Colles’ adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang berjarak 1,5 inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior (dorsal), yang biasanya terjadi pada umur di atas 45-50 tahun dengan tulangnya sudah osteoporosis. Kalau ditemukan pada usia muda disebut fraktur tipe Colles’.
Epidemiologi
Fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ lebih sering ditemukan pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum insidennya kira-kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles’ lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius. Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 – 59 tahun.
Mekanisme cedera
fraktur Colles’ dapat timbul setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi terkadang dan meyangga badan (Appley, 1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh sebahagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.
Gambaran Klinis
Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa ‘dinner fork deformity’ (Gambar 5), dimana bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan.
Fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ lebih sering ditemukan pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum insidennya kira-kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles’ lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius. Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 – 59 tahun.
Mekanisme cedera
fraktur Colles’ dapat timbul setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi terkadang dan meyangga badan (Appley, 1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh sebahagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.
Gambaran Klinis
Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa ‘dinner fork deformity’ (Gambar 5), dimana bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan.
Pada fraktur dengan peranjakan yang berat
akan dapat menimbulkan extra vasasi darah hingga pergelangan tangan dan tangan
bahkan bagian distal lengan bawah akan cepat membengkak.
4. Gambaran Klinis:
Tanda-tanda
klasik fraktur:
- Nyeri
- Deformitas
- Krepitasi
- Bengkak
- Peningkatan temperatur lokal
- Pergerakan abnormal
- Echymosis
- Kehilangan fungsi
- Kemungkinan lain.
5. Patofisiologi:
Fraktur
↓
Periosteum,
pembuluh darah di kortek
dan
jaringan sekitarnya rusak
↓
·
Perdarahan
·
Kerusakan jaringan di ujung
tulang
↓
Terbentuk
hematom di canal medula
↓
Jaringan
mengalami nekrosis
↓
Nekrosis merangsang terjadinya peradangan,
ditandai :
1.
Vasodilatasi
2.
Pengeluaran plasma
3.
Infiltrasi sel darah putih
6. Tahap Penyembuhan Tulang:
1.
Hematom :
§ Dalam 24 jam mulai pembekuan darah
dan haematom
§
Setelah 24 jam suplay darah ke
ujung fraktur meningkat
§
Haematom ini mengelilingi
fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang
menjadi granulasi.
2.
Proliferasi sel :
§ Sel-sel dari lapisan dalam
periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur
§ Sel ini menjadi prekusor dari
osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi
tulang.
§
Beberapa hari di periosteum
meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur.
3.
Pembentukan callus :
§
Dalam 6-10 hari setelah
fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus.
§
Terbentuk kartilago dan matrik
tulang berasal dari pembentukan callus.
§
Callus menganyam massa tulang dan
kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal.
§
Hal ini melindungi fragmen
tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi
garis fraktur.
4.
Ossification
§
Callus yang menetap menjadi
tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang.
§
Proses ossifikasi dimulai dari
callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah
§ Proses ini terjadi selama 3-10
minggu.
5.
Consolidasi dan Remodelling
§ Terbentuk tulang yang berasal dari
callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.
7. Komplikasi:
1.
Umum :
§
Shock
§
Kerusakan organ
§
Kerusakan saraf
§
Emboli lemak
2.
D i n i :
§
Cedera arteri
§
Cedera kulit dan jaringan
§
Cedera partement syndrom.
3.
Lanjut :
§
Stiffnes (kaku sendi)
§
Degenerasi sendi
§
Penyembuhan tulang terganggu :
o
Mal union
o
Non union
o
Delayed union
o
Cross union
8. Penatalaksanaan:
1.
Reduksi untuk memperbaiki
kesegarisan tulang (menarik).
2.
Immobilisasi untuk
mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
§
Eksternal → gips, traksi
§
Internal → nail dan
plate
3. Rehabilitasi, mengembalikan ke
fungsi semula.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala fraktur tergantung
pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan
klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1)
Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-
Keterbatasan/kehilangan fungsi
pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau
akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
2)
Sirkulasi:
Tanda:
-
Peningkatan tekanan darah
mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi
penurunan tekanan darah bila terjadi perdarahan.
-
Takikardia
-
Penurunan/tak ada denyut nadi
pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada area
fraktur.
-
Hematoma area fraktur.
3)
Neurosensori:
Gejala:
-
Hilang gerakan/sensasi
-
Kesemutan (parestesia)
Tanda:
-
Deformitas
lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan
fungsi.
-
Keterbatasan/kehilangan
fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur
atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
-
Agitasi
(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
4)
Nyeri/Kenyamanan:
Gejala:
-
Nyeri
hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur,
berkurang pada imobilisasi.
-
Spasme/kram otot setelah
imobilisasi.
5)
Keamanan:
Tanda:
-
Laserasi kulit, perdarahan
-
Pembengkakan lokal (dapat
meningkat bertahap atau tiba-tiba)
6)
Penyuluhan/Pembelajaran:
-
Imobilisasi
-
Bantuan aktivitas perawatan
diri
-
Prosedur terapi medis dan
keperawatan
b. Pengkajian Diagnostik:
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah:
1)
X-ray:
- menentukan lokasi/luasnya
fraktur
2)
Scan tulang:
- memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3)
Arteriogram
- dilakukan untuk memastikan ada tidaknya
kerusakan vaskuler.
4)
Hitung Darah Lengkap
- hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit
sebagai respon terhadap peradangan.
5)
Kretinin
- trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk
klirens ginjal
6)
Profil koagulasi
-
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera
hati.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:
a. Risiko cedera b/d gangguan
integritas tulang
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Pertahankan tirah baring dan
imobilisasi sesuai indikasi.
2.
Bila terpasang gips/bebat,
sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan posisi
yang netral.
3. Evaluasi pembebat terhadap
resolusi edema.
4.
Bila terpasang traksi,
pertahankan posisi traksi (Buck, Dunlop, Pearson, Russel)
5.
Yakinkan semua klem, katrol
dan tali berfungsi baik.
6.
Pertahankan integritas
fiksasi eksternal.
7.
Kolaborasi pelaksanaan
kontrol foto.
|
Meningkatkan stabilitas, meminimalkan
gangguan akibat perubahan posisi.
Mencegah gerakan yang tak perlu akibat
perubahan posisi.
Penilaian kembali pembebat perlu
dilakukan seiring dengan berkurangnya edema
Traksi
memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan
otot untuk mempercepat reunifikasi fragmen tulang
Menghindari
iterupsi penyambungan fraktur.
Keketatan
kurang atau berlebihan dari traksi eksternal (Hoffman) mengubah tegangan
traksi dan mengakibatkan kesalahan posisi.
Menilai proses penyembuhan tulang.
|
b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips, bebat dan atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang
terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi)
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen
nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)
6. Lakukan kompres dingin selama fase
akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai indikasi.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala,
petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)
|
Mengurangi
nyeri dan mencegah malformasi.
Meningkatkan
aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
Mempertahankan
kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
Meningkatkan
sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
Menurunkan
edema dan mengurangi rasa nyeri.
Menurunkan
nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral
maupun perifer.
Menilai
erkembangan masalah klien.
|
c.
Risiko disfungsi
neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema,
pembentukan trombus)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Dorong klien untuk secara rutin
melakukan latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.
2.
Hindarkan restriksi sirkulasi
akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
3. Pertahankan letak tinggi
ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma
kompartemen.
4.
Berikan obat antikoagulan
(warfarin) bila diperlukan.
5. Pantau kualitas nadi perifer,
aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan
dengan sisi yang normal.
|
Meningkatkan
sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
Mencegah
stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.
Meningkatkan
drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan
aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.
Mungkin
diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.
Mengevaluasi
perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.
|
d. Gangguan pertukaran gas b/d
perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler
(interstisial, edema paru, kongesti)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Instruksikan/bantu latihan
napas dalam dan latihan batuk efektif.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan
posisi yang aman sesuai keadaan klien.
3.
Kolaborasi pemberian obat
antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.
4.
Analisa pemeriksaan gas
darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit
5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan
upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori
pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.
|
Meningkatkan
ventilasi alveolar dan perfusi.
Reposisi
meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.
Mencegah
terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah
menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.
Penurunan
PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia,
hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan
trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.
Adanya
takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.
|
e.
Gangguan mobilitas fisik
b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Pertahankan pelaksanaan
aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai
keadaan klien.
2.
Bantu latihan rentang gerak
pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan
klien.
3.
Berikan papan penyangga kaki,
gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri
(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai
keadaan klien.
6.
Dorong/pertahankan asupan
cairan 2000-3000 ml/hari.
7.
Berikan diet TKTP.
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi
sesuai indikasi.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi
klien dan program imobilisasi.
|
Memfokuskan
perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan
isolasi sosial.
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
Mempertahankan
posis fungsional ekstremitas.
Meningkatkan
kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.
Menurunkan
insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)
Mempertahankan
hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
Kalori
dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan
fungsi fisiologis tubuh.
Kerjasama
dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara
individual.
Menilai perkembangan masalah klien.
|
f.
Gangguan integritas
kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Pertahankan tempat tidur yang
nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku,
tumit).
2.
Masase kulit terutama daerah
penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
3. Lindungi kulit dan gips pada
daerah perianal
4.
Observasi keadaan kulit,
penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.
|
Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit
yang lebih luas.
Meningkatkan
sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang
relatif konstan pada imobilisasi.
Mencegah
gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal.
Menilai perkembangan masalah klien.
|
g.
Risiko infeksi b/d
ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak,
prosedur invasif/traksi tulang)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Lakukan perawatan pen steril
dan perawatan luka sesuai protokol
2.
Ajarkan klien untuk
mempertahankan sterilitas insersi pen.
3. Kolaborasi pemberian antibiotika
dan toksoid tetanus sesuai indikasi.
4.
Analisa hasil pemeriksaan
laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang)
Observasi
tanda-tanda vital dan tanda-tanda
peradangan lokal pada luka.
|
Mencegah
infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.
Meminimalkan
kontaminasi.
Antibiotika
spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.
Leukositosis
biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat
terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.
Mengevaluasi perkembangan masalah klien.
|
Kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi
terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
Kaji kesiapan klien mengikuti program
pembelajaran.
Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi
sesuai program terapi fisik.
Ajarkan tanda/gejala klinis yang
memerluka evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal
cedera)
Persiapkan klien untuk mengikuti terapi
pembedahan bila diperlukan.
|
Efektivitas proses pemeblajaran
dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program
pembelajaran.
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian
klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk
mengenali tanda/gejala dini yang memerulukan intervensi lebih lanjut.
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk
mengatasi maslaha sesuai kondisi klien.
|
(a) DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa
Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,
Ed.3, EGC, Jakarta
Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi
11, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta .
Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah,
Yayasan Essentia Medica, Jakarta .
Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan
Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak
dipublikasikan.
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar