Selasa, 09 Oktober 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL “FRAKTUR”


­

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
FRAKTUR”






I.          KONSEP MEDIS
1.      Definisi:
§  Hilangnya kesinambungan substansi tulang dengan atau tanpa pergeseran fragmen-fragmen fraktur.
§  Terputusnya hubungan/kontinuitas jaringan tulang.
Struktur tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap system terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan

sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang.7,8

Anatomi dan Kinesiologi.
Anatomi
Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah, merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan 2 ujung yang lebih pendek dari pada ulna.
Ujung atas
Radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius bersendi dengan taktik radius dan ulna. Dibagian bawah kepala terletak leher, dan di bawah serta disebelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan pada tendon dari insersi otot biseps.
Batang radius
Disebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar dari pada dibawah dan melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya melengkung kesebalah luar dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan pronator yang letaknya dalam disebalah anterior; dan disebelah posterior memberi kaitan pada ekstensor dan supinator disebelah dalam lengan bawah dan tangan. Ligamentum interosea berjalan di radius ke ulna dan memisahkan otot belakang dari yang depan lengan bawah.
Ujung bawah
Agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi dibawah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius bersendi dengan skafoid (os.navikular radii) dan tulang semilunar (lunatum) dalam formasi persendian pergelangan tangan. Permukaan persendian disebelah medial dari ujung bawah bersendi dengan kepala dari ulna dan formasi persendian radio ulna inferior. Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang kebawah menjadi prosessus stiloid radius
.

Kinesiologi
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membranes interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan patah tersebut.
Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu otot supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.
2.      Etiologi:
a.       Trauma            :          
·         Langsung (kecelakaan lalulintas)
·         Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
b.       Patologis       : Metastase dari tulang
c.        Degenerasi
d.       Spontan        : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.

3.      Jenis Fraktur:

a.        Menurut jumlah garis fraktur :           
·         Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
·         Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
·         Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
b.       Menurut luas garis fraktur :
·         Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
·         Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
·         Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)



c.        Menurut bentuk fragmen :
·         Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
·         Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
·         Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
d.       Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
·         Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
I.           Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
II.        Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
III.     Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar.
·         Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar).

FRAKTUR RADIUS
I. Fraktur Kaput Radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa tetapi hampir tidak pernah ditemukan pada anak-anak (mungkin karena radius proksimal teru¬tama berupa rawan).
Klasifikasi dibagi dalam :
Tipe 1, terbelah vertikal
Tipe 2, fraktur disertai kemiringan
Tipe 3, fraktur shearing (terbelah)
Tipe 4, remuk/hancur

Mekanisme cedera
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan menekan kaput radius pada kapitulum. Kaput radius dapat retak atau pecah. Selain itu, rawan sendi pada kapitulum mungkin memar atau pecah; ini tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan sinar-X tetapi merupakan komplikasi yang penting.




Gambaran klinik
Fraktur ini kadang-kadang terlewatkan, tetapi rotasi lengan bawah yang terasa nyeri dan nyeri tekan pada sisi lateral siku memberi petunjuk diagnosisnya

Sinar-X
Foto dapat memperlihatkan: (1) pecah vertikal pada kaput radius; atau (2) satu fragmen di bagian lateral kaput terpecah dan biasanya bergeser ke distal; atau (3) kaput pecah menjadi beberapa fragmen. Perge¬langan tangan juga harus difoto dengan sinar-X, untuk menyingkirkan cedera yang bersamaan pada sendi radioulnaris distal.

Terapi
Pada retakan yang tak bergeser, lengan dipertahankan dalam collar dan manset selama 3 minggu; fleksi dan ekstensi aktif dapat dilakukan, tetapi rotasi harus di¬biarkan pulih sendiri.
Fragmen tunggal yang besar dapat direkatkan kemba¬li dengan kawat Kirschner.
Fraktur kominutif terbaik diterapi dengan mengeksisi kaput radius. Kalau disertai cedera lengan bawah atau gangguan pada sendi radioulnaris distal, banyak terda¬pat risiko migrasi radius ke proksimal: pada kasus ini, kalau dieksisi, kaput perlu diganti dengan prostesis silastik. setelah operasi, dianjurkan melakukan gerak¬an lebih awal.

Komplikasi
Kekakuan sendi sering ditemukan dan dapat melibat¬kan siku dan sendi-sendi radioulnaris. Kadang-kadang timbul miositis osifikans. Kekakuan dapat terjadi baik kaput radius dieksisi atau tidak. Tetapi, mungkin prog¬nosis fraktur kominutif lebih baik bila dilakukan pem¬bedahan.11

II. Fraktur Leher Radius
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan mendorong kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat re¬tak atau, patah; pada anak-anak tulang lebih mungkin mengalami fraktur pada leher radius.





Gambaran klinik
Setelah jatuh, anak mengeluh nyeri pada siku. Mung¬kin terdapat nyeri tekan pada kaput radius dan nyeri bila lengan berotasi.

Sinar-X
Garis fraktur tampak melintang. Garis ini terletak tepat di bagian distal diskus pertumbuhan atau benar-benar terdapat pemisahan epifisis dengan fragmen batang yang berbentuk segitiga. Fragmen proksimal miring ke distal, ke depan dan ke luar. Kadang- kadang ujung atas ulna juga mengalami fraktur.

Terapi
Kemiringan kaput radius sampai 20 derajat masih da¬pat diterima. Lengan diistirahatkan dalam collar dan manset, dan latihan dimulai setelah seminggu.
Pergeseran yang lebih dari 20 derajat membutuh¬kan reduksi. Lengan ditarik ke dalam ekstensi dan sedikit varus. Ahli bedah menekan fragmen radius yang bergeser ke posisi semula dengan ibu jarinya. Kalau cara ini gagal, dilakukan reduksi terbuka. Ke¬miringan kaput radius dikoreksi tetapi fiksasi internal akan mengganggu. Pada anak-anak caput radius itu jangan dieksisi karena akan mengganggu keselarasan pertumbuhan radius dan ulna.
Fraktur yang ditemukan seminggu atau lebih lama setelah cedera harus dibiarkan tanpa terapi (kecuali pembebatan ringan).
Setelah operasi, siku dibebat dalam fleksi 90 dera¬jat setelah satu atau dua minggu dan kemudian dian¬jurkan melakukan gerakan.

III. Fraktur Diafisis Radius
Fraktur pada radius saja biasa terjadi dan biasanya disebabkan oleh pukulan lang¬sung. Hal ini penting karena dua alasan. Dislokasi yang menyertai mungkin tidak terdiagnosis; kalau ha¬nya satu tulang lengan bawah yang patah dan terdapat pergeseran, salah satu atau sendi radioulnar pasti ber¬dislokasi; sebagai tindakan pencegahan seluruh len¬gan bawah harus selalu difoto dengan sinar-X. Non-union cenderung untuk terjadi kecuali kalau di¬sadari bahwa satu tulang memerlukan waktu konso¬lidasi seperti yang diperlukan dua tulang.




Gambaran Klinik
Kalau terdapat nyeri tekan lokal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar-X lebih jauh beberapa hari kemudian.

Sinar-X
Fraktur terdapat di suatu tempat pada radius. Garis fraktur melintang dan pergeseran se¬dikit. Pada anak-anak, tulang yang utuh kadang-ka¬dang bengkok tanpa benar-benar patah (Borden, 1975)
.

Terapi
Pada fraktur radius mungkin terdapat pergeseran berputar; untuk menca¬pai reduksi lengan bawah biasanya perlu disupina¬sikan untuk fraktur sepertiga bagian atas, perlu dine¬tralkan untuk fraktur sepertiga pertengahan dan perlu dipronasikan untuk fraktur sepertiga bagian bawah. Tetapi, pada fraktur ra¬dius yang terisolasi diperlukan gips lengkap, men¬cakup siku dan sendi pergelangan tangan, tepat seolah¬-olah kedua tulang lengan bawah patah. Ini mungkin terjadi 12 minggu sebelum konsolidasi selesai.
CATATAN Karena satu tulang utuh, ujung-ujung tu¬lang yang patah itu mungkin sedikit terpisah dan pe¬nyatuan cenderung untuk berjalan lambat; karena alasan ini banyak ahli bedah lebih menyukai fiksasi internal untuk fraktur satu tulang, meskipun demikian tidak aman untuk mulai lagi kerja manual tanpa per-lindungan bebas di atas siku yang mencegah rotasi.11

IV. Fraktur Distal Radius
Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
1. Fraktur Galezzi
2. Fraktur Colles
3. Fraktur Smith
 Fraktur Galeazzi
The Galeazzi fraktur ini dinamai Galeazzi Ricardo (1866-1952), seorang ahli bedah di Italia Instituto de Rachitici di Milan, yang menggambarkan fraktur pada tahun 1934.yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulna distal.



Epidemiologi 
Fraktur Galeazzi 3-7% dari semua patah tulang lengan bawah, paling sering pada laki-laki. Walaupun pola fraktur Galeazzi dilaporkan jarang, mereka diperkirakan 7% dari seluruh patah tulang lengan bawah pada orang dewasa.

Mekanisme cedera
Penyebab lazimnya adalah jatuh pada tangan; mungkin disertai daya rotasi. Fraktur radius pada sepertiga bagian bawah dan sendi radioulnar inferior bersubluk¬sasi atau berdislokasi. Cedera ini hampir merupakan pasangan fraktur-dislokasi Monteggia.

Gambaran klinik
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupa¬kan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan pemerik¬saan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi. 

Sinar-X
Fraktur melintang atau oblik yang pendek ditemukan pada sepertiga bagian bawah radius, dengan angulasi atau tumpang-tindih. Sendi radioulnar inferior ber¬subluksasi atau berdislokasi.

Terapi
Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi segera karena bagian distal mengalami dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposis dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-wire. Operasi terbuka dengan fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw.

Fraktur Colles
Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah artikan sebagai dislokasi dari pergelangan tangan. Abraham Colles (1725 – 1843) pada tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul ‘On the fracture of the carpal extremity of the radius’.


Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles.
Fraktur Colles’ adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang berjarak 1,5 inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior (dorsal), yang biasanya terjadi pada umur di atas 45-50 tahun dengan tulangnya sudah osteoporosis. Kalau ditemukan pada usia muda disebut fraktur tipe Colles’.

Epidemiologi
Fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ lebih sering ditemukan pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum insidennya kira-kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles’ lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius. Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 – 59 tahun.

Mekanisme cedera
fraktur Colles’ dapat timbul setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi terkadang dan meyangga badan (Appley, 1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh sebahagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.

Gambaran Klinis
Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa ‘dinner fork deformity’ (Gambar 5), dimana bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan.



Pada fraktur dengan peranjakan yang berat akan dapat menimbulkan extra vasasi darah hingga pergelangan tangan dan tangan bahkan bagian distal lengan bawah akan cepat membengkak.

4.      Gambaran Klinis:

Tanda-tanda klasik fraktur:
  1. Nyeri
  2. Deformitas
  3. Krepitasi
  4. Bengkak
  5. Peningkatan temperatur lokal
  6. Pergerakan abnormal
  7. Echymosis
  8. Kehilangan fungsi
  9. Kemungkinan lain.

5.      Patofisiologi:

Fraktur
Periosteum, pembuluh darah di kortek
dan jaringan sekitarnya rusak
·         Perdarahan
·         Kerusakan jaringan di ujung tulang
Terbentuk hematom di canal medula
Jaringan mengalami nekrosis
Nekrosis merangsang terjadinya peradangan, ditandai :
1.      Vasodilatasi
2.      Pengeluaran plasma
3.      Infiltrasi sel darah putih


6.      Tahap Penyembuhan Tulang:

1.      Hematom :
§  Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom
§  Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat
§  Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.
2.      Proliferasi sel :
§  Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur
§  Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.
§  Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur.
3.      Pembentukan callus :
§  Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus.
§  Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.
§  Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal.
§  Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur.
4.      Ossification
§  Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang.
§  Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah
§  Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.
5.      Consolidasi dan Remodelling
§  Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.






7.      Komplikasi:

1.      Umum :
§  Shock
§  Kerusakan organ
§  Kerusakan saraf
§  Emboli lemak

2.      D i n i  :
§  Cedera arteri
§  Cedera kulit dan jaringan
§  Cedera partement syndrom.

3.      Lanjut :
§  Stiffnes (kaku sendi)
§  Degenerasi sendi
§  Penyembuhan tulang terganggu :
o   Mal union
o   Non union
o   Delayed union
o   Cross union

8.      Penatalaksanaan:


1.      Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik).
2.      Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
§  Eksternal   → gips, traksi
§  Internal                  → nail dan plate
3.      Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula.






II.      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.      PENGKAJIAN

a.       Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1)      Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-          Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.

2)      Sirkulasi:
Tanda:
-          Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila terjadi perdarahan.
-          Takikardia
-          Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada area fraktur.
-          Hematoma area fraktur.

3)      Neurosensori:
Gejala:
-          Hilang gerakan/sensasi
-          Kesemutan (parestesia)
Tanda:
-          Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
-          Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
-          Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.





4)      Nyeri/Kenyamanan:
Gejala:
-          Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi.
-          Spasme/kram otot setelah imobilisasi.

5)      Keamanan:
Tanda:
-          Laserasi kulit, perdarahan
-          Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)

6)      Penyuluhan/Pembelajaran:
-          Imobilisasi
-          Bantuan aktivitas perawatan diri
-          Prosedur terapi medis dan keperawatan

b.      Pengkajian Diagnostik:

Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah:
1)          X-ray:
-  menentukan lokasi/luasnya fraktur
2)          Scan tulang:
-  memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3)          Arteriogram
-  dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4)          Hitung Darah Lengkap
-   hemokonsentrasi mungkin meningkat,  menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
5)          Kretinin
-  trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal



6)          Profil koagulasi
-  perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.

2.      Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:

a.      Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi.

2.    Bila terpasang gips/bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan posisi yang netral.

3.    Evaluasi pembebat terhadap resolusi edema.


4.    Bila terpasang traksi, pertahankan posisi traksi (Buck, Dunlop, Pearson, Russel)


5.    Yakinkan semua klem, katrol dan tali berfungsi baik.

6.    Pertahankan integritas fiksasi eksternal.



7.    Kolaborasi pelaksanaan kontrol foto.


Meningkatkan stabilitas, meminimalkan gangguan akibat perubahan posisi.

Mencegah gerakan yang tak perlu akibat perubahan posisi.



Penilaian kembali pembebat perlu dilakukan seiring dengan berkurangnya edema

Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot untuk mempercepat reunifikasi fragmen tulang

Menghindari iterupsi penyambungan fraktur.

Keketatan kurang atau berlebihan dari traksi eksternal (Hoffman) mengubah tegangan traksi dan mengakibatkan kesalahan posisi.

Menilai proses penyembuhan tulang.

b.      Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.  Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi

2.  Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.

3.  Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

4.  Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)

5.  Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)

6.  Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.



7.  Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.


8.  Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)


Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.


Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.


Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.




Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.

Menilai erkembangan masalah klien.




c.       Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.

2.    Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.


3.    Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.


4.    Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.



5.    Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.


Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.


Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.


Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.



d.      Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.

2.    Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.

3.    Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.



4.    Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit









5.    Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.


Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.





Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.



e.       Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

2.    Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.



3.    Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.





4.    Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.

5.    Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.


6.    Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

7.    Berikan diet TKTP.



8.    Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.


9.    Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.


Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.


Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.






Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.

Menilai perkembangan masalah klien.













f.       Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).

2.    Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.


3.    Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4.    Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.


Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.



Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal.

Menilai perkembangan masalah klien.



g.      Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.    Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol




2.    Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.

3.    Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.



4.    Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)


Observasi tanda-tanda vital dan  tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.




Meminimalkan kontaminasi.


Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan masalah klien.


Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.






Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.


Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)

Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.



Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.




Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini yang memerulukan intervensi lebih lanjut.


Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi klien.




















(a)                DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.

Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar