Seorang ilmuwan terkenal Australia, Prof David Sinclair, mengatakan, dia sudah berhasil membuat jenis obat baru yang bisa mencegah kanker dan penyakit Alzheimer. Selain itu, menurut Prof Sinclair, obat ini bisa juga membantu manusia untuk hidup sehat sampai usia 150 tahun, tetapi hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Dalam kertas kerja yang dimuat di Jurnal Science 8 maret lalu, Prof Sinclair menjelaskan bagaimana mekanisme obat yang bisa membantu tubuh melawan proses penuaaan, demikian laporan situs news.com.au.
Menurut ahli genetik dari Universitas New South Wales tersebut, tiga obat itu sekarang sedang diujicobakan pada manusia, untuk mengobat penyakit seperti diabetes tipe 2 dan penyakit radang usus.
Menurut Prof Sinclair, yang paling memberikan harapan adalah bahwa obat-obat yang dikembangkan ini bisa mengobati dan mencegah penyakit dalam waktu bersamaan. "Riset saya dikritik karena terlihat sebagai hal yang tidak mungkin terjadi. Namun, kertas kerja saya membuktikan itu bisa dilakukan." kata Prof Sinclair dalam wawancara lewat telepon dari Harvard (AS), tempat dia sekarang bekerja.
Menurut laporan koresponden Kompas di Australia L Sastra Wijaya, obat yang dikembangkan Prof Sinclair akan mengaktifkan enzim SIRT1, yang biasanya akan berfungsi karena diet atau latihan fisik, tetapi juga bisa diperkuat lewat activator seperti resveratrol yang terdapat dalam anggur merah.
Dia dan para ilmuwan lain sudah mengembangkan 400 activators sintetis. Setiap activator ini memiliki kadar 100 kali lebih kuat dari segelas anggur merah. Tiga activators terbaik ini sekarang diujicobakan pada manusia.
"Obat yang kami kembangkan memiliki khasiat sama seperti orang yang melakukan diet sehat dan banyak berolahraga, tetapi tidak memiliki dampak terhadap berat badan." kata Prof Sinclair.
Diperkirakan, obat ini akan bisa dipasarkan untuk mengobati diabetes dalam lima tahun mendatang. Setelah digunakan banyak orang, baru mereka bisa menilai manfaat lainnya dari obat-obatan tersebut. "Kita akan bisa melihat data dari 10.000 orang, dan melihat apakah mereka lebih sehat dan hidup lebih lama dibandingkan yang lain." kata Prof Sinclair.
Dalam uji terhadap binatang, tikus kegemukan yang diberi resveratrol sintetis bisa berlari dua kali lebih jauh dari tikus biasa, dan hidup 15 persen lebih lama. "Perkiraan saya adalah kita akan bisa menunda dimulainya seseorang terkena penyakit, sehingga mereka tidak akan menderita penyakit kronis di usia 50-60 tahunan," tambah Prof Sinclair. Dengan itu, diperkirakan kita semua akan tetap sehat sampai usia di atas 100 tahun.
ADE RAMA MAHASISWA PRODI KEPERAWATAN LAWANG. HP.085649654913 Pin BB 24992CCC
Senin, 18 Maret 2013
Minggu, 17 Maret 2013
LAPORAN PENDAHULUAN TRACHEOSTOMI
LAPORAN PENDAHULUAN
TRACHEOSTOMI
A. Pengertian:
Tracheostomi adalah prosedur pembuatan lubang permanen atau sementara melalui tindakan bedah ke dalam trachea pada cincin trachea kedua, ketiga atau keempat dan pemasangan selang indwelling untuk memungkinkan ventilasi dan pembuangan skresi.
(Lynda Juall Carpenito, 1999 ).
Tracheostomi adalah tindakan pembedahan dengan membuat stoma dari trachea pada kulit untuk jalanya udara / pernafasan.
B. Indikasi:
Edema karena trauma atau respon allergi.
Obstruksi jalan nafas mekanis, oleh karena cacat bawaan , tertekan tumor dll.
Ketidak mampuan untuk membersihkan skresi tracheo bronchial.
Pencegahan operasi pada klien tidak sadar yang memerlukan ventilasi mekanis jangka panjang.
Apnoe.
Perdarahan jalan nafas atas.
Fraktur laring atau trachea.
Luka bakar jalan nafas.
C. Tujuan pemasangan Tracheostomi adalah:
Peningkatan bersihan jalan nafas.
Menghilangkan tekanan jalan nafas misalnya pada goiter atau tumor.
Melonggarkan jalan nafas.
D, Komplikasi:
Tindakan tracheostomi dapat menimbulkan komplikasi sebagai beikut:
Apnoe.
Perdarahan, aspirasi, obstruksi nafas, gagal nafas, gagal jantung.
Kerusakan Oesophagus.
Kerusakan tulang rawan krekoid.
Emphysema leher dan thorax.
Pneumothorax dan necrosis.
Mal posisi, lepas, keluarnya kanule.
Infeksi, stoma, broncho pneumonal.
E. Pengkajian Data dasar.
Pengkajian data dasar yang bisa dikaji pada pasien dengan tracheostomi meliputi :
Integritas Ego ( Perasan dan emosi).
Tanda
Gejala : Perasaan takut, akan kehilangan suara, sedih akan dampak operasi, keterbatasan hubungan, penurunan pekerjaan dan pebdapatan
: Kecemasan, sdih, marah, penolakan terhadap pengobatan (putus obat).
Nutrisi dan cairan.
Gejala : sulit menelan, adanya ulserasi, inflamasi, rongga mulut, kebersihan gigi yang kurang, leukhoplaksia, eritplasia, lidah kotor dan kasar, lua, penurunan refleks menelan, dan paralysis fasial.
Neuro sesnsori:
Tanda
Gejala : Kabur, penglihatan gandaa, penurunan pendengaran, perasaan tegang / kaku dan mati rasa dari bagian otot muka.
: Hemi paresis, muka sembab, penurunan konduksi, pembengkakan persisten sulit bergerak.
Rasa Nyaman:
Tanda
Gejala : Nyeri tenggorokan kronic yang menjalar ketelinga dan muka, nyeri biasanya tidak terlalu hebat, nyeri dari leher kekepala dan telinga.
: Istirahat kurang, expresi nyeri pada wajah, penurunan aktifitas (kekuatan otot).
Keamanan :
Tanda : penurunan penglihatan dan pendengaran
Respirasi.
Tanda
Gejala • Riwayat merokok, atai riwayat pekerjan berhubungan dengan abu, debu, asap toxin chemical atau loga berat.
• Riwayat penyakit paru, batuk dengan atau tanpa sputum, hemopthisis.
• Riwayat dari penggunaan suara yang berlebihan seperti penyanyi atau presenter.
• Pemakaian nasal cathether atau intubasi.
: Apneo, dyspnoe, batuk dengan atau tanpa sputum, hamoptoesi.
Interasksi sosial:
Tanda
Gejala : kurangnya support keluarga / support system. Pengunduran dari kegiatan sosial.
• Keterbatasan omunikasi verbal. Pembicaraan terbata-bat (suara tidak ada).
• Enggan berbicara.
• Kurang kemauan dan keterlibatan dalam perawatan dan program rehabilita
Pengetahuan / pembelajaran.
Tanda : Sulitnya mengetahui kemampuan secara lisan., akibat tidak adanya komunikasi verbal.
a. Petimbangan
Pentingnya bantuan perawatan luka,latihan pemenuhan kebutuhan dasar. Kemandirian berkaitan dengan penggunaan transportasi berbelanja dan perbaikan nutrisi.
b. Pemeriksaan Diagnostik:
• Hb, mungkin ada penurunan akibat pembedahan dan perdarahan.
• Immunologi dapat ditemukan perubahan berhubungan dengan terapi (Chemo dan Imunotherapy).
• Analisa Gas Darah terdapat penurunan karena perubahan ventilasi.
• X ray mungkin ada gambaran penurunan status paru.
F. Analisa dan identifikasi masalah :
Nyeri
Dispagia
Odenopagia
Anorexia
Ulcerasi
Inflamasi
Infut <<
cairan dan nutrisi Tracheostomi
Kontinuitas jaringan terputus
Stoma
Meanisme larengeal
Batuk spontan
Kontraksi otot
Retensi skresi
Bersihan jalan nafas
Mekanisme defeksi intra pulmonary
Resiko aspirasi
Infeksi
Bypass udara
inspirasi dan expirasi
koordinasi oropharyngeal –
Mekanisme fonasi –
Reflek ventrikulasi dan vokalis –
Suara –
Komunikasi verbal
Hubungan social
Konsep diri;
Peran.
Body image
Kemauan
Pantisipasi program perawatan
G. Diagnosa keperawatan:
a. Masalah kolaboratif;
Hypoxia.
Hemorrargia.
Edema trachea.
Emfisema sub cutan.
Pneumothorax.
Fistula trackeosofageal.
Perubahan posisi selang tracheostomi.
Eksudasi tidak disengaja.
b. Masalah / Diagnosa keperawatan.
Resiko tinggi terhadap inefektif bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penumpkan skreet sekunder terhadap tracheostomi, obstruksi kanula dalam atau perubahan posisi slang tracheostomi.
Resio tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan penumpukan skresi berlebihan dan by pass pertahanan pernafasan atas.
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan ketidak mampuan menghasilkan suara scundair terhadap trakeostomi.
Resiko tinggi perubahan nutrisi yang berhubungan dengan status pasca tracheostomi dispagia, odopagia, anorexia, aspirasi.
Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang perawatan traceostmi, tidak waspada tanda dan gejala komplikasi, perawatan darurat dan perawatan lanjut.
H. Intervensi tindakan perawatan.
Masalah Kolaborasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan masalah akan teratasi dan meminimalkan komplikasi tracheostomi.
Intervensi Rasional
1. Pantau gejala dan tanda distress pernafasan, seperti;
Gelisah, agitasi, kacau mental.
Kesulitan bernafas, kurang o2.
Tanda tidak adanya pertukaran udara pada selang tracheostomi atau bidang paru.
Retraksi intercostals.
Krpitasi sekitar stoma, leher, dada.
Ekspansi dada tidak simetris, disertai nyeri dada, nyeri dada, distress pernafasan atau penurunan tekanan pernafasan dan bunyi nafas.
2. Pantau tanda dan gejala perdarahan.
Rembesan darah kontinyu, perdarahan sekitar atau dalam selang tracheostomi.
Edema tidak normal sekitar tracheostomi.
Pulsasi tracheostomi.
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 45o
4. Berikan tambahan pelembabab trachea. Selama 24 – 72 jam pasca operasi.
5. Simpan selang tracheostomi bermanset dan endotracheal tube dekat tempat tidur pasien.
6. Jaga pengikat tracheostomi dalam ikatan persegi pada sisi leher yang tidak sakit, berikan ruang 1 jari diantara leher dan ikatan.
7. Tindakan kolaboratif.
Analisa gas darah.
Foto rontgent.
Pemberian terapi :
a. Pelembaban tambahan.
b. Oksigen.
c. Tindakan aerosolisasi.
d. intervensi diet.
e. Terapi bicara.
8. Catat perkembangan pasien. Distres pernafasan dapat disebabkan oleh oklusi atau sumabatan jalan nafas.
Tahanan yang tidak dirasakan menunjukan oklusi partial kanula.
Udara sub cutan dapat menunjukan kanula yang tidak tepat.
Perdarahan diakibatkan pemajanan arteri arteri karotis selama pembedahan atau radiasi.
Pulsasi menandakan perdarahan sekunder akibat selang tracheostomi.
Memudahkan drainage, menurunkan oedema stoma dan ekspansi dada.
Pelembabab membantu pengenceran skresi, mencegah sumbatan dan pengeringan.
Perubahan posisi selang tracheostomi memerlukan intubasi darurat terutama 72 jam pertama.
Ikatan kendor mengakibatkan ektubasi tidak sengaj, perubahan posisi menyebabkan perdarahan atau fistularisasi.
Deteksi dini komplikasi.
Percepatam kesembuhan luka dan mencegah hypoksia secara dini.
Tindakan rehabilitasi dini berkaitan dengan fungsi social.
Intervensi masalah Perawatan.
Resiko tinggi terhadap inefektif bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penumpkan skreet sekunder terhadap tracheostomi, obstruksi kanula dalam atau perubahan posisi slang tracheostomi.
Tujuan :
Mempertahan posisi tracheostomi secara patent.
Batuk efektif untuk bersihan jalan nafas.
Intervensi Rasional
1. Tinggikan tempat tidur bagian kepala 30 - 40¬¬¬ o.
2. Anjurkan pasien untuk nafas dalam dan secara teratur.
3. Berikan pelembabab adekwat uadara respirasi.
4. Pengisian normal salin (5 ml), sesuai kebutuhan.
5. Suction 5 – 10 “ sesuai kebutuhan dengan memperhatikan tehnik sterilitas, indikasi, dengan auskultasi paru.
6. Pertahankan hidrasi maksimal.
Memudahkan pernafasan optimal dan meningkatkan drainase sekresi.
Nafas dalam ,mengurangi retensi skreet, batuk meningkatkan keluaran.
Memberikan pelembabab bypass normal, mengurangi pengeringan, mencegah gangguan proses transportasi mukosiliar.
Mencuci mukosa tracheal dan bronchial dan merangsang membersihkan skresi.
Sekresi kering dapat menyumbat jalan nafas dan sebagai sumber infeksi.
Mencegah dehydrasi dan resiko sumbatan karena skresi kental.
Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan penumpukan skresi berlebihan dan by pass pertahanan pernafasan atas.
Tujuan :
Klien akan bebas infeksi pada lokasi tracheostomi.
Intervensi Rasional
1. Latih pasien untuk batuk dam nafas dalam, suction selang tracheostomi tiap jam (sesuai kebutuhan) pertahankan tehnik steril dan gunakan kateter yang telah diberi pelumas dan sesuai ukuran, frekwensi suction sejalan dengan penurunan skresi.
2. Kaji batas stoma terhadap edema yang tidak biasanya, tanda kerusakan kulit, drainase, perdarahan, bau, eritema, krepitasi udara.
3. Ganti balutan tracheostomi sesuai dengan kebutuhan / setiap shif.
4. Hindarkan iritasi jaringan sekitarnya dengan mengendurkan ruang 1 jari diantara pengikat leher.
5. Bersihkan sekitar stoma setiap 4 jam (sesuai kebutuhan) gunakan hydrogen dan normal salin, usap dengan salin, oleskan salep antibakteri sesuai order.
6. Bila selang tracheostomi dijahit bersihkan sekitar stoma dengan bola kapas.
7. Catat semua perubahan yang terjadi pada pasien Pengisapan teratur mengurangi penumpukan dan mengurangi media mikroorganisme.
Tehnik steril memberikan perlindungan akan infeksi.
Cateter terlalu besar dapat menyumbat jalan nafas dan kateter tidak dilumasi dapat mengeruk selang tracheostomi.
Drainase abnormal menunjukan infeksi, purulen, bau, atau kebocoran ductus torakal.
Mempertahankan batas stoma tetap kering dan bebas mucus.
Ikatan mencegah gerakan turun naik, selang tracheostomi dalam trachea tetapi tidak terlalu kencang karena dapat menekan vena jugolaris eksterna.
Pembersihan teratur menghilangkan kontaminasi potensial.
Deteksi dini adanya komplikasi.
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan ketidak mampuan menghasilkan suara scundair terhadap trakeostomi.
Tujuan:
Klien akan mengkomunikasikan kebutuhan dasar dengan menggunakan komunikasi pengganti.
Intervensi Rasional
1. Berdasarkan hasil pengkajian, lakukan konsultasi yang tepat (patologis, wicara, optalmologis)
2. Sebelum operasi jelaskan tentang efek yang diperkirakan dari tracheostomi terhadap wicara dan bagaimana tracheostomi menganggu mekanisme bicara.
3. Bila pasien telah menetapkan tehnik komunikasi pengganti, instruksikan pasien untuk mencobanya, libatkan staf dan keluarga / orang terdekat pada kegiatan itu.
4. Berikan bel / alat tulis pada sisi tempat tidur / meja pasien.
5. Kurangi penghambat eksternal yang dapat mempengaruhi komunikasi.
Lingkungan tenang.
Kurangi rangsangan eksternal ( radio, TV, pembicaraan yang banyak).
Menghadap pasien saat berkomunikasi
Hindari menyela.
Gunakan klarifikasi.
Menjadi pendengar aktif.
Beri dukungan emosional,ketenangan, dorongan.
6. Upayakan agar pasien menggunakan tehnik komunikasi yang dipilih secara maksimal. Klien mungkin butuh intervensi intensif, khusus untuk memastikan komunikasi yang efektif.
Pengertian pasien tentang tracheostomi normal tidak mengganggu anatomi bicara dan kerusakan bunyi sementara dapat membantu pasien mengatasi kerusakan bicara dan mendorong pasien menggunakan tehnik pengganti.
Penggunaan tehnik komunikasi pengganti dapat membantu menurunkan kecemasan dan perasaan terisolasi, meningkatkan kontrol situasi dan kemauan pasien.
Memudahkan pasien menghubungi staf / orang terdekat.
Tehnik komunikasi yang efektif oleh pendengar meningkatkan pemahaman.
Mampu bicara akan menurunkan perasaan terisolasi dari lingkungan.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan status puasa pasca tracheostomi dispagia, dispagia, anorexia, aspirasi.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan :
Mempertahankan BB, atau penurunan BB tidak lebih 2 kg dalam periode pasca operasi.
Mengkonsumsi julah nutrisi dan cairan adekwat, cukup u. kebutuhan metabolisme basal pada periode pasca operasi .
Masukan cairan dan nutrisi adekwat tanpa aspirasi sampai pasien pulang.
Intervensi Rasional
1. Jelaskan pentingnya dan peran nutrisi pada pemulihan jaringan pasca operasi.
2. pantau Berat Badab pasien
3. Kaji kemampuan pasien menelan tanpa batuk / aspirasi.
4. Evaluasi konsistensi makanan yang dapat ditoleransi px. Tanpa aspirasi.
5. Pertahankan posisi kepala, posisi fowler atau pasien duduk saat makan.
6. Inspeksi area periostoma dan skresi tracheal terhadap makanan bila diberikan peroral.
7. Pertahankan status puasa bila tracheostomi dilakukan dengan prosedur bedah mencakup jahitan mukosa.
8. Berikan makanan melalui NGT dan ajari prinsip-prinsip pemberian makanan melalui NGT.
9. Pertahankan oral hygiene sebelum / sesudag makan terutama bila makanan diberikan peroral.
10. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian nutrisi lebih lanjut, terutama jika pasien mengalami defisit akibat tindakan preoperasi. Penjelasan optimal membantu meminimalkan mispersepsi dan meningkatkan kepatuhan.
Kecenderungan penurunan BB dapat mengindikasikan suplemen diet atau tehnik pemberian utrisi yang lebih adekwat.
Edema stoma dapat menimbulkan dispagia, odenopagia, aspirasi tersembunyi 30 – 50 % pasien dispagia.
Tracheostomi dapat menghambat laring selama menelan dan menimbulkan aspirasi.
Semi padat atau makanan halus lebih mungkin ditoleransi, karena awal menelan dan gerakan makanan dari konsistensi ini dikontrol lebih baik dari pada makanan cair.
Memudahkan ,menelan dan mencegah aspirasi.
Deteksi dini tanda aspirasi karena pemberian makanan harus dihentikan dan dokter diberitahu.
Sature baru memerlukan waktu untuk penyembuhan dan mencegah gangguan atau kontaminasi mukosa.
Mempertahan BB mempercepat penyembuhan luka dan mencegah infeksi.
Menjaga sature tetap bersih dan meningkatkan nafsu makan.
Informasi dari ahli gizi penting untuk menetapkan kebutuhan tepat guna proses penyembuhan.
Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang perawatan traceostmi, tidak waspada tanda dan gejala komplikasi, perawatan darurat dan perawatan lanjut.
Intervensi Rasional
1. Ajarkan tindakan perawatan luka tracheostomi.
Perawatan kulit.
Suction.
Perawatan selang.
Disnifeksi dan pengisian normal salin steril 5 ml.
Gunakan penutup atau krag stoma.
Pastikan peralatan untuk perawatan cukup tersedia (larutan salin, balutan dll).
2. Pertegas tentang pentingnya pelembaban, batuk teratur dan latihan nafas dalam.
3. Jelaskan pentingnya oral hygiene.
4. Ajarkan pasien untuk melindungi stoma saat mandi, mencukur dan mencuci rambut.
5. Instruksikan untuk menghindari hal berikut ini:
Lingkungan terlalu panas atau dingin.
Pemaparan terhadap gelembung udara, debu, dan sempprotan aerosol.
6. Ajarkan tentang adanya tanda infeksi:
Perubahan sputum, hijau / kuning.
Peningkatn suhu.
Bau dan konsistensi.
7. Ajarkan tindakan kedaruratan terhadap perubahan posisi selang.
8. Jelaskan mengapa pasien mengalami perubahan penghidu, pengecap dan pastikan pasien tetap memasukan makanan meskipun perubahan dirasakan.
9. Identifikasi kelompok dan sumber komunikasi swa-bantu yang sesuai dan dorong pasien untuk menghubungi.
10. Lakukan rujukan pada pelayanan kesehatan di rumah. Perawatan luka dengan prinsip benaar mencegah infeksi dan komplikasi lain.
Kulit harus dilindungi dari skresi erosive
Mungkin perlu untuk menjaga potensi jalan nafas.
Menghilangkan sumber infeksi dan potensi obstruksi.
Berfungsi sebagai lavase dan irigasi tracheo bronchial, merangsang batuk dan membatasi suction.
Melindungi stoma, menyaring partikel debu, dan menghangatkan udara inspirasi dan mengencerkan sekresi.
Perolehan bahan dengan mudah menurunkan kecemasan pasien.
Pelembaban menurunkan pengeringan mucus dan memudahkan pengeluaran skreet.
Dispagia dapat meningkatkan penumpukan skreet.
Pasien tracheostomi beresiko terhadap aspirasi air dari stoma.
Faktor bersangkutan adalah substansi pengiritasi membran mukosa dan meningkatkan komplikasi.
Deteksi dini komplikasi dan kemungkinan tindakan segera.
Pemahaman penatalaksanaan yang tepat dan mencegah respon panik pasien bila terjadi kejadian tersebut.
Akibat tracheostomi udara membypass ujung olfaktori mengakibatkan penurunan fungsi penghidu dan pengecap.
Pasien akan mendapat manfaat dengan membagi pengalaman dan kekhawatiran pada situasi serupa atau memperoleh bantuan pada aspek penatalaksanaan.
Kunjungan rumah diindikasikan untuk evaluasi kemampuan melakukan perawatan diri.
Askep Pada Klien dengan Sinusistis Maksilaris
1. Pengertian Sinusitis Maksilaris Akut :
Sinusitis Maksilaris Akut adalah infeksi akut pada mukosa sinus maksilaris.
2. Penyebab :
S. Pneumonia. H. Influenza, S.Aureus atau Virus
Insidens paling banyak dibanding Sinus yang lain, hal ini karena :
a.Modus infeksi;
Rinogen: merupakan ekstensi dari Rinitis akut, yaitu waktu buang ingus sekret masuk ke dalam sinus.
Dentogen; karies pada gigi premolar 2 sampai dengan molar 3 rahang atas
Pasca ekstraksi gigi rahang atas.
b.Posisi ostium sinus maksilaris paling rendah
c.Drainase sinus maksilaris paluing sulit karena letak ostium yang tinggi, diatap sinus ditutupi konka media/polip/deviasi septi, 16 jam penderita dalam posisi berdiri atau duduk.
3. Diagnosis
a. Gejala:
- Rinore dengan sekret yang kental dan berbau, obstruksi nasi, panas badan.
- Kadang-kadang pilek disertai darah
- Obstruksi nasi
- Panas badan
- Nyeri pada pipi daerah sinus sakit
- Nyeri meningkat pada waktu sore hari minimal pada waktu pagi hari. Hal ini disebabkan karena ostium sinus berada pada atap sinus, sehingga pada malam hari dimana penderita kebanyakan dalam posisi berbaring, isi sinus dapat keluar tetapi pada siang hari dimana penderita kebanyakan pada posisi berdiri akan menyebabkan sekret sulit keluar, sehingga menumpuk dalam sinus
b. Pemeriksaan :
Penderita tampak sakit
Febris
Pada palpasi, ada perbedaan rasa nyeri pada penekanan pipi
Rinoskopia anterior ;
(konka inferior udem dan hiperemis, kavum nasi menyempit serta akan tampak sekret mukopurulent pada meatus medius )
c. Transiluminasi ada perbedaan sisi kanan dan kiri. Biasanya sisi yang sakit akan tampak lebih gelap
d. Foto Waters tampak adanya udema mukosa ataua cairan dalam sinus. Bila cairan tidak penuh, akan tampak gambaran air fluid level.
e. Terapi:
a. makan minum hangat
b. Antibiotika, dekongestan.
c. Bila ada cairan, dilakukan irigasi sinus
d. Untuk mengurangi udema diberikan diatermi 10 kali
e. Tidur kesisi heterolateral.
Sinusitis maksilaris Kronis
1. Insiden banyak, karena :
a. Drainase kurang baik.
b. Sinusitismaksilaris akut yang tidak diobati
c. Ada faktor gigi
d. Ada faktor posisi ostium.
2. Patologi
Terjadi perubahan pada mukosa sinus yang berupa degenerasi kisteus, polip.fibrosis, dan metaplasia epitel. Tidaka ada perubahan pada tulang.
3. Diagnosis
Gejala tak jelas dan tak banyak, tetapi keluhan telah terjadi lama, yaitu adanya sekret mukopurulent, foetor nasi dan obstruksio nasi yang sangat bervariasi
4. Terapi
a. Bila ada foetor dentogen berobat ke dokter gigi.
b. Irigasi dan beri obat tetes hidung
c. Bila irigasi lebih dari 4-5 kali belum sembuh, operasi Caldwell Luc.
Pengkajian Data Fokus :
1. Data Subyektif
a. Obsruksi Nares
- Riwayat bernafas melalui mulut pada siang atau malam hari, kapan terjadi, lamanya dan frekuensinya.
- Riwayat pembedahan hidung atau trauma pada hidung
- Penggunaan obat tetes atau semprot hidung jenis, jumlah, frekuensi dan lamanya penggunaan.
b. Sekresi Hidung :
- warna, jumlah dan konsistensi sekret
- Perdarahan hidung dari satu atau kedua nares.
- Adanya krusta atau nyeri pada hidung
c. Riwayat Sinusitis
- Nyeri kepala, lokasi dan beratnya nyeri
- Hubungan sinusitis dengan musim tertentu atau cuaca tertentu
d. Gejala – gejala umum lainya seperti kelemahan.
2. Data Objektif ;
a. Demam dan drainase ( serous, mukopurulent, porulent )
b. Polip ( pucat, lunak, edematous keluar dari nasal atau mukosa sinus) mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami peradangan.
c. Kemerahan dan edema pada membran mukosa.
3. Tes Diagnostik :
a. Kultur organisme penyebab dari hidung atau tenggorokan
b. Pemeriksaan rontgen sinus biasa , dilakukan untuk menentukan ada dan luasnya penyakit dan terkena tidaknya tulang-tulang, jika terjadi infeksi, foto me unjukan gambaran; penebalan membran mukosa sinus dan gambaran difus pada sinusitis kronis
ANALISA DATA
Data Penyebab Masalah
S. Klien post operasi caldwell luc hari pertama , mengeluh nyeri pada daerah sinus maksilaris.kiri.
O.: Daerah sinus maksilaris terlihat bengkak, pada palpasi didapatkan nyeri . Tindakan Operasi caldwll Luc
Melakukan insisi pada bawah bibir atas sebelah kiri
Mengerok jaringan fibrotik pada permukaan mukosa sinus maksilaris
Nyeri , bengkak, perdarahan dan resiko infeksi. Nyeri akut
S. : Klien mengeluh saat meludah ada darah sedikit pada kerongkongan.
O.: Terlihat tampon hidung dengan perdarahan minimal. Tndakan operasi caldwell Luc. Resiko terjadi perdarahan
S.: Klien mengeluh kebal pada daerah bibir atas
O. : Terlihat luka sayatan operasi yamg terjahit di bawah bibir atas sebelah kiri. Tindakan operasi Caldwell Luc Resiko infeksi
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d tindakan operasi caldwell luc. Ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada sinus maksilaris kiri terutama pada saat palpasi.dan bengkak.
2. Resiko terjadi perdarahan b/d tindakan operasi caldwell Luc, ditandadi dengan klien mengeluh saat meludah ada perdarahan sedikit pada kerongkongan, terlihat tampon hidung dengan perdarahan minimal.
3. Resiko terjadi infeksi pada insisi bedah( bawah bibir atas) b/d tindakan operasi cld well luc.terlihat luka sayatan operasi yang terjahit di bawah bibir atas sebelah kiri.
Perencanaan Keperawatan
Nama Klien : Nn. A
Ruang; THT
Diagnosa Tujuan-Kriteria Intervensi Rasional
Nyeri akut b/d tindakan operasi caldwell Luc. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam nyeri akut hilang.dengan kriteria:
a.Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
b. Klien dapat beristirahat /tidur. *Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
*Pertahankan istirahat dengan posisi tidur mid fowler atau miring ke sisi sinus maksilaris yang sehat
Dorong untuk ambulasi bertahap s/d kemampuan.
Berikan aktivitas hiburan
Berikan kompres es segera pada daerah sinus maksilaris kiri( post operasi)
Kolaborasi berikan analgetik s/d program pengobatan dokter. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan terjadi proses degenerasi atau proses infeksi
Memungkinkan drainase dan mengurangi edema.
Mengurangi bengkak pada opst operasi sinus maksilaris.
Meningkatkan relaksasi, sekaligus meninfgktakn koping
Mengurangi nyeri, dan pembengkakan.
Mengurangi nyeri,meningkatkan istirahat
Resiko terjadi perdarahan b/d tindakan operasi caldwell Luc. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam , resiko perdarahan tidak terjadi,dengan kriteria:
a. Perdarahan pada tampon atau yang mengalir ke belakang(faring) minimal. • Kaji perdarahan baik pada tampon hidung atau pada faring.
• Lanjutkan terus pemberian kompres es pada snus maksilaris kiri, secara perlahan
• Cegah terjadinya batuk/mengedan yang berlebihan pada post operasi. Deteksi dini perdarahan post operasi
Disamping mengurangi nyeri dan pembengakakan, juga dapat mengurangi perdarahan
Tindakan batuk/mengedan yang berlebihan dapat menimbulkan perdarahan.
Resiko terjadi infeksi b/d tindakan iperasi caldwell Luc. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam infeksi tidak terjadi.dengan kriteria :
a. Daerah insisi operasi tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
b. Klien dapat menelan/mengunyah makanan lunak dengan baik.
c. Daerah sinus maksilaris kiri tidak bertambah sakit atau bengkak.: • Rawat mulut secara teraturdan berikan obat kumur antiseptik
• Ganti tampon hidung, minimal 24 jam post operasi atau jika terjadi perdarahan yang berlebihan/kotor
• Berikan makanan lunak secarabertahap dengan diit TKTP arau sesuai dengan kondisi dengan kebutuhan cairan yang cukup
• Saat pulang ajari klien untuk :
-tidak menyisi hidung, paling tidak dalam 48 jam setelah pengangkatan tampon.
-Dapat melaporkan tanda-tanda infeksi;demam, daerah post op. Tambah nyeri, bengkak, keluar cairan bau .
-Jangan bekerja berat atau mengedan yang berlebihan.
-Tidak mengunyah dengan sisi yang mengalami insisi sampai sembuh.
-Berhati-hati-hati sewaktu melakukan oral hygiene terutama sikat gigi pada daerah bawah bibir atas kiri.
-Hindari menyisi hidung selama kurang dua minggu setelah tampon diangkat.
-Anjurkan untuk istirahat, dan mencegah infeksi pada rongga hidung. dan, mulut. Mencegah terjadinya infeksi pada rongga mulut.
Mencegah terjadinya infeksi pada rongga hidung yang dapat menyebar ke sinus
Dengan diit TKTP,meningkatkan kondisi tubuh, mengurangi infeksi.
Mengurangi taruma pada rongga hidung dan sinus.
Deteksi dini tanda infeksi.
Predisposisi lamanya proses penyembuhan.
Mengurangi trauma pada insisi bedah.
Mencegah trauma, sehingga mencegah infeksi.
Mencegah trauma.
Meningkatkan daya tahan tubuh.
Implementasi Keperawatan
Nama Klien : Nn. A
Ruang : THT
NODX. Hari/tgl/Jam Implementasi Keperawatan Perawat
Senin,
11-03-02
11.00 Melakukan pengkajian preoperatif klien dgn. Sinusitis maksilaris Sinistra
Melakukan pemeriksaan fisik. Rini Hendari
Selasa
12-03-02
08.00 Menyiapkan klien untuk operasi caldwell Luc Ronde ke 2
Mengantarkan klien ke GBPT, sekaligus mendampingi, dalam persiapan mental klien. Rini Hendari
DX1
DX1,2
DX2
Dx1 Rabu
13-03-02
07.30
13.00
13.10
13.30 Menyiapkan klien untuk operasi caldwell Luc ronde ke 1( hari selasa gagal OK. operator tidak siap/mengatasi klien perdarahan)
Memberikan posisi tidur terlentang, dengan bantal, 30 dan kepala miring ke sisi sinus yang sehat
Melakukan observasi vital sign:TD.nadi, RR, dan suhu
Melakukan observasi kepatenan infus.
Melakukan pengkajian post operasi.
Melakukan kompres es pada daerah sinus maksilaris kiri
Melakukan observasi perdarahan melalui tampon hidung dan tenggorokan.
Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik( klien mengeluh nyeri dan pusing) Rini Hendari
DX1,2
3
2
2
1,2,3 Kamis,
14-03-02
07.30
08.00
08.20
08.30
09.00
13.00
Memberikan kompres es pada daerah sinus maksilaris kiri
Memberikan kumur-kumur betadin
Memotivasi klien untuk makan bubur susu.
Melepaskan infus.
Menyiapkan untuk mengangkat tampon hidung.
Membantu mengangkat tampon hidung.
Melakukan observasi vital sign: TD. Nadi, RR dan suhu klien.
Memberikan penyuluhan rencana pulang tentang :
-Perawatan mulut yang teratur dan jangan meggosok terlalu kuat pada gigi atas sebelah kiri.
-jangan mengunyah makanan keras sampai gusi sembuh( 2 minggu)
-jangan menyisi hidung sampai luka operasi sembuh, jaga kondisi tubuh, tetap mengkonsumsi makanan bergizi dengan diet bertahap
-jaga jangan samapai kena infeksi saluran pernafasan atas.
-minum obat teratur dan habiskan.
-kontrol ke poli klinik hari Rabu atau jika terjadi masalah:perdarahan , luka/sinus tambah bengkak atau tambah nyeri. Rini Hendari
Jum’at
15-03-02
08.00
09.00
Memotivasi klien untuk minum obat, sekaligus melakukan evalusi tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Klien pulang Rtini Hendari
Evaluasi
Nama Klien : Nn. A
Ruang : THT
NO.Dx Hari/Tgl/Jam Evaluasi Perawat
Jum’at,
16-03-02
08.00 S.: Klien mengatakan nyeri berkurang mulai hari ke dua(kamis) post operas
O.: Klien dapat beristirahat/tidur, palpasi masih nyeri.
A; Nyeri akut sebagian teratasi.
P : lanjutkan dengan penyluhan.
S. : Klien mengatkan saat meludah tidak ada darah
O.: Perdarahan tidak ada, begitu juga saat tampon hidung diangkat dari sinus tidaka da perdarahan, bengkak masih.
,A. Resiko perdarahan tetap diwaspadai.
P.: Lanjutkan dengan penyuluhan, tentang aktivitas dan istirahat.
S. : pada daerah insisi, keluhan nyeri tidak.
O.: Bengkak, pada sinus masih sedikit, merah, pada insisi bawah bibir tidak, keluar cairan pus tidak.suhu 36.7C
A. : Resiko infeksi tetap diwaspadai
P.: lanjutkan dengan penyluhan di rumah. Rini Hendari
DIARE
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
Definisi ;
1. Diare adalah gangguan fungsi penyerapan dan sekresi dari saluran pencernaan, dipengaruh oleh fungsi kolon dan dapat diidentifikasikan dari perubahan jumlah, konsistensi, frekwensi, dan warna dari tinja (whaley dan Wong, 1997)..
2. diare adalah pola buang air besar yang tidak normal dengan bentuk tinja encer dan peningkatan frekwensi yang lebih dari biasanya (FKUI, 1991 )
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kultur tinja.
2. Media terkontaminasi (air, makanan ).
3. Sigmoidoskopy.
4. Hematologi.
5. Kultur pus ( otitis media )
SISTEMATIKA PENATAAKSANAAN DIARE BERDASARKAN KEADAAN PENDERITA (Diagnosa fisik pada anak, ( FKUI, 1991 ).
Tanpa dehdrasi sampai dehidrasi ringan
Cairan RT ( LGG, air tajin, kuah sayur )
Pengobatan dirumah
Dehidrasi ringan sampai dehidrasi sedang
Oralit
Puskesmas, poliklinik RS Dehtdrasi berat dengan / tanpa komplikasi dengan / tanpa penyakit
Cairan rehidrasi parentral, RL, Glukosa
RS /Puskesmas perwatan
Menurut banyaknya cairan yang hilang gunakan derajat dehidrasi
1. Kehilangan berat badan
a. 2,5% : tidak ada dehidrasi
b. 2,5 – 5% : dehidrasi ringan
c. 5 – 10% : dehidrasi sedang
d. 10% : dehidrasi berat
2. Skor Maurice King
Bagian tubuh yang diperiksa Nilai
0 1 2 Keterangan
0-2 =dehidrsi ringan
3-6=dehidrasi swdang.
7-2=dehidrasi berat
Pda anak-anak =UUB sudah menutup , diganti produksi urine.
Untuk kekenyalan kulit, kembali
1 detik = dehidrasi ringan
1-2 detik = dehidrasi sedang
2 detik/> =dehidrasi berat
Keadaan umum Sehat Gelisah
Cengeng
Apatis
Mengantuk Mengigau
Koma
Shock
Turgor Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
UUB Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering
Sianosis
Denyut nadi / menit Kuat <120 Sedang (120-140) Lemah >140
MASALAH KESEHATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Gangguan nutrisi
3. Gangguan integritas kulit.
4. Resiko infeksi.
5. Kecemasan.
. MASALAH KOLABORATIF
1. Dehidrasi.
2. Shock hipovolemik.
3. Asidosis metabolik
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volme cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan dari gastrointestinal aaakibat diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhabn tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake, diare.
3. Resiko tinggi penjalaran infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme di saluran pencernaan.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan iritasi akibat peningkatan frekwensi dan keluarnya feces yang cair.
5. Cemas atau takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang tidak dikenal, pelaksanaan presedur.
6. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan krang pengetahuan, situasi krisis.
PERENCANAAN DAN INTERVENSI
1. Kekurangan volume caiuran berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan dari gastrointestial akibat diare.
Tujuan : kien kan menunjukkan tanda – tanda rehidrasi dan berikan cairan yang adekuat.
Kriteria : anak menunjukkan tanda tanda adekuat (turgor kulit baik, mata dan fontanel tidak cekung, kesadaran compos mentis )
Intervensi:
a. Berikan cairan rehidrasi peroral
b. Berikan dan monitor cairan yang diberikan.
c. Berikan (kolaborasi) pemberian antibiotik sesuai dengan resep pengobatan.
d. Setelah rehidrasi berikan diet yang toleran secara teratur.
e. Anjurkan cairan peroral yang rendah garam seerti ASI, formula bebas laktosa.
f. Catat intake dan output ( urine,BAB, dan muntah ).
g. Monitor urine secara spesifik tiap 8 jam atau sesuai indikasi dan timbang berat badan tiap hari.
h. Batasi intake seperti ju ice buah, soft drink, dan gelatin.
i. Kaji tanda-tanda vital turgor kuit, mukosa membran dan status mental setaip 4 jam atau sesuai indikasi.
2. Perubahan nurisi : urang dari kebutuhan tubuh berhubungan engan tidak adekuatnya intake, diare.
Tujuan : klien akan makan makanan sesuai dengan umur dan berat badan.
Kreteria : anak akan menunjukkkan kepuasan dengan kenaikan berat badan.
Intervensi ;
a. Setelah rehidrasi, anjurkan ibu untuk memberikan ASI secara teratur.
b. Berikan diet yang toleransi.
c. Catat dan observasi respon terhadap makanan.
d. Jelaskan pada keluarga tentang prioritas diet.
3. Resiko tinggi penjalaran infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme di gastrointestinal track.
Tujuan : klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Kreteria ; infeksi adak terjadi ditempat lain.
Intervensi:
a. Lakukan tindakan sesuai standar dan kontrol infeksi dengan menggunakan alat-alat dasposal dan pencucian serta dalam penambilan spesimen dan cuci tangan dengan benar.
b. Pakailah popok yang pas, jangan longggar.
c. Usahakan anak untuk menjauh area yang terkontaminasi dan selalu mencuci tangan setiap selesai toileting.
d. Anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan isolasi seperti mencuci tangan.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi akibat peningkatan frekwensi dan keluarnya feces yang cair.
Tujuan : klien akan menunjukkan peningkatan integritas kulit.
Kreteria : anak tidak mengalami tada-tanda kerusakan pada lulit.
Intervensi ;
a. Ganti popok sesering mungkin.
b. Bersishkan bokong dengan bahan yang lembut, sabun non alkaline dan air dalam bak mandi khusus bayi.
c. Oleskan salep seperti zinc oxide.
d. Perhatikan tanda kemerahanataau ruam pada kulit.
e. Hindari pemakain pemersih yang mengandung alkohol pada kulit yang lecet.
f. Observasi bokong dan perineum terhadap infeksi.
g. Kolaborasi ( untuk pemberian anti fungi ).
5. Cemas atau takut berhubungan dengan perpisah dengan orang tua, lingkungan yang tidak dikenal, pelaksaan prosedur.
Tujuan : klien merasa nyaman dan tidak takut.
Kritreria ;
1. Anak menunjukkan penurunan tanda-tanda emosi.
2. Keluaraga aktif berpartisipasi dalam perawatan anak.
Intervensi:
a . Berikan dot pada dan perkembangan bayi.
b . Anjurkan keluarga untuk berkunjung ean berpartisipasi dalam perawatan seoptimal mungkin..
c . Berikan sentuhan, peluan dan berbicaralah sebanyak mungkin dengan anak.
d . Berikan stimulus sensasi dan pengalihan perhatian sesuai kondisi pertumbuhan anak.
6. Perubahan proses dalam keluarga dengan kurang pengetahuan, situasi krisis.
Tujuan ; keluarga mengerti dengan penyakit anak.
Kreteria : keluarga mendemonstrasikan kemampuan merawat anak terutama di rumah.
Intervensi ;
a. Berikan informasi pada keluarga tentang perawatan dan therapy.
b. Kaji kemampuan keluarga dalam memberian support dan rasa aman dan ikutkan keluarga dalam proses perawatan.
c. Anjurkan keluarga untuk mematuhi hal-hal yang berhubungan dengan tidakan pencegahan.
d. Rencakan follow up asuhan setelah hospitalisasi.
e. Rujuk keluarga ke instansi atau instansi atau fasilitas kesehatan masyarakat terdekat.
EVALUASI
1. Rehidrasi tercapai, intake balance,berat badan tetap atau menungkat.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi, intake adekuat terutama kalori.
3. Tidak terdapat tanda- tanda infeksi di tempat lain.
4. Ti ak terjadi gangguan integritas kulit.
5. Klien dan kelurga dapat mengepesikan peningkatan rasa nyaman.
6. Keluarga mampu mendentrasikan perawatan anak, pengobatan yang dibutuhkan selama di rumah sakit dan di rumah.
BUKU SUMBER :
Kathleen, 1994, Pediatric Care Planning, Springhouse: USA
Latief, Abdul. Dkk, 1991, Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bagian Ilmu Kesehatan Anak: Jakarta
Whalley, F. Lucille; Wong, Donna L, 1991, Nursing Care Of Infant, Mosby Company: Philadelphia
Wong, Donna L, 1997, Pediatric Nursing, Mosby Company: St Louis, Missouri
KARYA TULIS ILMIAH KEPERAWATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Data demografi menunjukan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat menujukan jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% populasi. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik kelompok umur 10-19 tahun adalah 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (Soetjiningsih, 2007:1).
Memasuki masa remaja yang diawali dengan terjadinya kematangan seksual, maka remaja akan dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Datangnya haid pertama (menarche) dapat menimbulkan reaksi yang positif maupun negatif bagi remaja perempuan. Apabila mereka sudah dipersiapkan dan mendapat informasi tentang akan datangnya menstruasi maka mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negatif lainya, tetapi bila mereka kurang memperoleh informasi maka akan merasakan pengalaman yang negatif. Kematangan seksual yang terlalu cepat atau lambat juga dapat mempengaruhi kehidupan psikososialnya, yaitu status mereka di dalam kelompok sebayanya.
Selain itu kematangan seksual juga mengakibatkan remaja mulai tertarik terhadap anatomi fisiologi tubuhnya, mulai muncul kecemasan-kecemasan dan pertanyaan-pertanyaan seputar menstruasi, mimpi basah, ukuran buah dada, penis dan lain sebagainya. Selain tertarik kepada dirinya juga muncul perasaan tertarik kepada teman sebaya yang berlawanan jenis, walaupun masih disembunyikan, karena itu mereka menyadari masih terlalu kecil untuk berpacaran.
Setiap tahap perkembangan akan terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja mereka dihadapkan pada dua tugas utama, yaitu: mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua, membentuk identitas untuk tercapainya integritas diri dan kematangan pribadi.
Pada masa remaja, remaja berusaha melepaskan diri dari lingkungan dan ikatan dengan orang tua karena mereka ingin mencari identitas diri. Erikson mengatakan bahwa pada saat memasuki usia remaja, remaja akan dihadapkan pada suatu pertanyaan yang sangat penting yaitu tentang “Siapa aku?”. Dengan demikian remaja harus berusaha menemukan jawabannya baik untuk dirinya sendiri maupun bagi masyarakat sekitarnya (Soetjiningsih, 2007: 45-48).
Masa remaja adalah masa yang penting karena merupakan masa peralihan kemasa dewasa. Berbagai masalah dan perubahan-perubahan baik fisik, biologik, psikologik maupun sosial, harus dihadapi remaja dalam perjalanan hidupnya menuju masa dewasa. Dalam pada masa itu mereka menjadi tanggungjawab orang tua dan dewasa lainya dalam masyarakatnya sampai dia dewasa dan dapat mandiri (Moersintowarti, 2008: 169).
Timbulnya masalah pada remaja disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, yang terjadi pada masa remaja. Secara garis besar, faktor tersebut adalah adanya perubahan-perubahan biologis dan psikologis yang sangat pesat pada masa remaja yang akan memberikan dorongan tertentu yang sifatnya sangat kompleks, orang tua dan pendidik kurang siap untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu, karena ketidaktahuannya serta membaiknya sarana komunikasi dan transportasi akibat kemajuan teknologi menyebabkan banjirnya arus informasi dari luar yang sulit sekali diseleksi (Moersintowati, 2008:173).
Orang tua merupakan faktor penentu keberhasilan program pembinaan kesehatan remaja atau siswa, karena orang tua yang paling dekat dengan siswa. Penyuluhan secara langsung melalui media massa, koran, majalah, TV maupun radio, dan ceramah di sekolah.
Program yang dapat diberikan adalah penyuluhan bagi orang tua siswa salah satunya mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi remaja. Selain orang tua, guru adalah ujung tombak pelaksanaan pelayanan kesehatan siswa di sekolah, maka perlu diberikan pelatihan khusus bagi mereka agar dapat membantu melaksanakan berbagai kegiatan tertentu, misalnya: pengamatan (Observasi). Pengamatan siswa secara sepintas lalu, misalnya : keadaan umum murid, baik keadaan penampilan umum atau kebersihan diri dan kebiasaan perilaku hidup sehat siswa sehari-hari, apakah ada siswa yang prilakunya menyimpang, apakah ada siswa yang mempunyai masalah baik kesehatan maupun psikososialnya, dll (Moersintowarti, 2008: 206).
Pada studi pendahuluan yang dilakukan penulis di SD Ardimulyo Singosari Malang didapatkan bahwa program kesehatan reproduksi remaja belum terlaksana di SD tersebut. Karena itu belum ada kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua siswa dalam melakukan pendidikan kesehatan reproduksi terhadap siswa, termasuk di dalamnya adalah upaya mempersiapkan masa pubertas pada siswa kelas 6 SD Ardimulyo Singosari Malang.
B. Perumasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
“Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya di SD Ardimulyo Singosari Malang?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui karakteristik responden.
b. Mengetahui pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja.
c. Mengetahui upaya yang dilakukan ibu mempersiapkan anak memasuki masa pubertas.
d. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Memberikan tambahan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja, khususnya dalam mempersiapkan anak memasuki masa pubertas.
2. Bagi Ibu (Subjek Penelitian)
Sebagai bahan masukan dan meningkatkan kesadaran dalam upaya mempersiapkan anaknya memasuki masa pubertas.
3. Bagi Institusi Pendidikan (SD)
Mengetahui keadaan kesehatan reproduksi siswanya dan hal yang melatarbelakangi (termasuk peran orang tua) sehingga dapat menentukan arah kebijakan dalam melaksanakan program kesehatan reproduksi remaja (KKR) di sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka.
1. Pengetahuan.
Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Objek dalam pengetahuan adalah benda atau hal yang diselidiki oleh pengetahuan itu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra raba, rasa, penglihatan pendengaran dan penciuman. Karena itu pengetahuan dimungkinkan didapat dari berbagai sumber dan pengalaman. Dalam teori Bloom dikenal adanya enam tingkatan dalam pengetahuan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Untuk mengukur tingkatan kognitif ini dipergunakan kata kerja menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehention)
Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya. Pada tingkatan ini, individu yang bersangkutan harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadapmateri atau substansi yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang depelajari berupa hukum-hukum, rumus, metode,dan sebagainya pada kondisi nyata.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen dalam struktur organisasi tersebut, yang terkait satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis atau formulasi menunjukkan kepada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu objek atau materi. Evaluasi ini dilaksanakan pada kriteria yang telah ada atau kriteria yang disusun yang bersangkutan.
Pengetahuan dapat disimpulkan sebagai pandangan subjek terhadap adanya stimuli yang di indra, kemudian diadopsi oleh subjek yang akan mempengaruhinya dalam bersikap dan mengambil keputusan. Pengetahuan kesehatan sebagai hasil dari pendidikan kesehatan akan berpengaruh pada pelaku kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi.
2. Kesehatan Reproduksi
Menurut UU No 23 tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari fisik mental dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Menurut WHO Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Dengan demikian kesehatan reproduksi dapat diartikan pula sebagai suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu mejalani fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman, termasuk mendapat keturunan yang sehat. Kesehatan reproduksi remaja ( Adolescence Reproduksi Health) adalah upaya kesehatan reproduksi yang dibutuhkan oleh remaja (Sujardi, 2002: IX).
Remaja merupakan kelompok usia tertentu yang defenisinya berbeda ditiap negara, bahkan didalam suatu negara tergantung pada sosial budaya dan kondisi lokal masing-masing (Surjadi, 2002, hal X).
Remaja didefenisikan sebagai periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang mecakup aspek bilogis, kognitif dan perubahan sosial yang berlangsung antara 10-19 tahun (Sumiati 2009:10).
Menurut Soetjiningsih (2002), berdasarkan umur kronologisnya dan berbagai kepentingan, yaitu terdapat berbagai defenisi tentang remaja yaitu:
1. Pada buku-buku Pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah: bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki.
2. Menurut UU No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3. Menurut UU perburuhan, anak di anggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun.
4. Menurut UU perkawinan No. 1 tahun 1974, anak di anggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.
5. Menurut Diknas anak di anggap remaja bila anak sudah berumur 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6. Menurut WHO, remaja bila anak telah berumur10-18 tahun.
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut:
1. Masa remaja awal/dini (Early Adolescence): umur 11-13 tahun.
2. Masa remaja pertengahan (Middle Adolescece): umur 14-16 tahun.
3. Masa remaja lanjut (Late Adolescence): umut 17-20 tahun.
Yang dimaksud dengan remaja awal (Early Adolescence) adalah masa yang di tandai dengan berbagai perubahan tubuh yang cepat dan sering mengakibatkan kesulitan dalam menyesuaikan diri, pada saat ini remaja mulai mencari identitas diri. Remaja pertengahan (Middle Adolescence). Di tandai dengan bentuk tubuh yang sudah menyerupai orang dewasa. Remaja akhir ( Late Adolescece). Ditandai dengan pertumbuhan biologis sudah melambat, tetapi masih berlangsung di tempat-tempat lain (Sumiati, 2009:11).
3. Pubertas
Pubertas (puberty) adalah perubahan cepat kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal yang terutama terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2007: 87).
Pubertas merupakan satu titik dalam masa Ado lens adalah waktu seorang anak perempuan mampu mengalami pembuahan/konsepsi yaitu dengan terjadinya menarche/haid pertama (Sayogo, 2006:4).
Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa (Soetjiningsih, 2007: 1).
Pubertas yaitu waktu seorang anak perempuan mampu mengalami konsepsi yaitu menarche/haid pertama, dan adanya mimpi basah pada anak laki-laki (Moersintoarti, 2008:171).
Hurlock, Monks dan Knoers (2002) menyebutkan bahwa banyak perubahan yang terjadi pada masa pubertas, yaitu:
a. Perubahan Fisik.
Di antara perubahan fisik yang terjadi, yang paling tampak nyata pada masa pubertas adalah meningkatnya tinggi dan berat, serta kematangan seksual. Pada umumnya, lonjakan pertumbuhan yang menandai perubahan pubertas terjadi 2 tahun lebih awal pada anak perempuan dari pada anak laki-laki. Pada anak perempuan hal ini dimulai sekitar usia 10,5 tahun dan berlangsung selama 2,5 tahun. Sepanjang masa tersebut, anak permpuan bertambah tinggi badannya sekitar 3,5 inchi setiap tahun. Pada anak laki-laki lonjakan pertumbuhan dimulai sekitar usia 12,5 tahun dan juga berlangsung selama 2 tahun. Anak laki-laki pada umumnya selama waktu tersebut bertambah tinggi sekitar 4 inchi dalam setahun (Santrock, 2003: 9 1-92).
Pertumbuhan berat badan menggambarkan jumlah dari berbagai massa jaringan tubuh sehingga secara klinis sulit untuk di interpretasikan. Kenaikan berat badan selama masa pubertas sekitar 50% dari berat dewasa ideal. Di bandingkan dengan anak laki-laki, pacu tumbuh anak perempuan dimulai lebih cepat yaitu sekitar umur 8 tahun, sedangkan anak laki-laki baru pada umur 10 tahun. Tetapi pertumbuhan anak perempuan lebih cepat berhenti dari pada anak laki-laki. Anak perempuan umur 18 tahun sudah tidak tumbuh lagi, sedangkan anak laki-laki baru berhenti tumbuh pada umur 20 tahun.
Memasuki masa pubertas, remaja perempuan telah mencapai kira-kira 60% berat dewasa. Dalam masa 3-6 bulan sebelum pacu tumbuh badannya kenaikan berat badan hanya sekitar 2 Kg/tahun. Kemudian terjadi akselerasi dan akhirnya mencapai 8 Kg/tahun. Sekitar 95% remaja normal kecepatan kenaikan berat badanya sekitar antara 5,5-10,5 Kg/tahun, sedangkan pada remaja laki-laki, rata-rata kenaikan berat badan sekitar 9 Kg/tahun, dengan 95% rata-rata remaja laki-laki matur mengalami kenaikan berat badan 6-12 Kg/tahun (Soetjiningsih, 2007: 6-7).
Para peneliti menemukan bahwa karakteristik pubertas pada anak laki-laki berkembang dengan urutan sebagai berikut: Perubahan ukuran penis dan testikel, pertumbuhan rambut yang masih lurus didaerah kemaluan, sedikit perubahan suara, ejakulasi pertama (biasanya melalui mimpi basah, masturbasi), rambut kemaluan tumbuh menjadi ikal, mulai masa pertumbuhan maksimum, pertumbuhan rambut ketiak, perubahan suara semangkin jelas dan mulai tumbuh rambut di bagian wajah.
Tiga hal yang paling jelas tampak mengenai kematangan seksual adalah bertambah panjangnya penis, membesarnya testis, dan tumbuhnya rambut wajah. Sedangkan ramaja putri pertumbuhan fisik pada awalnya payudara membesar atau rambut kemaluan mulai tumbuh. Kemudian tumbuh rambut ketiak. Sejalan dengan perubahan tersebut, tinggi badan bertambah dan pinggul menjadi lebih lebar dari pada bahu. Menstruasi pertama datang agak lambat di akhir siklus pubertas. Pada awalnya siklus menstruasi tidak teratur, dan mungkin juga tidak terjadi ovulasi pada setiap menstruasi selama beberapa tahun pertama sesudah menstruasi pertama (Santrock, 2003:92).
4. Karakteristik Masa Remaja.
Hurlock mengemukakan berbagai ciri dari remaja di antaranya adalah:
a. Masa remaja adalah masa peralihan.
Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya
secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa dan merupakan masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang di inginkan.
b. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan.
Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, perubahan peran dan minat, perubahan pola perilaku dan perubahan sikap menjadi ambivalen.
c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah.
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena tidak terbiasanya remaja menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain sehingga kadang-kadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
d. Masa remaja adalah masa mencari identitas.
Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan.
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berprilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Dengan adanya stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena peran orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan mencurigai dan menimbulkan pertentangan antara orang tua dengan remaja serta membuat jarak diantara keluarga.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan.
g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semangkin matang berkembang dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada prilaku yang di hubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.
5. Pengetahuan Ibu tentang Kesehatan Reproduksi
Pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi adalah pengetahuan yang dimiliki ibu tentang aspek-aspek biologis seksualitas yang berkaitan dengan masa remaja dan implikasinya. Menurut Munawaroh pengetahuan itu meliputi :
a. Sistem reproduksi manusia, berisikan anotomi organ reproduksi dan fungsinya.
b. Kesehatan reproduksi, mencakup informasi mengenai kurun reproduksi sehat, perencanaan dan pengaturan waktu reproduksi, serta dampak pada ibu dan bayinya.
c. Penyakit menular dan AIDS, yaitu informasi mengenai jenis penyakit menular seksual (PMS), gejala yang muncul, dan penularan AIDS.
d. Mitos dan fakta seksualitas, berisikan beberapa informasi yang tepat dan tidak tepat yang diterima oleh remaja dari lingkungan disekitarnya.
e. Hak-hak reproduksi, tujuan utama pemahaman ini adalah agar remaja menyadari bahwah dirinya sendirilah yang memegang kendali atas dirinya.
Orang tua yang merupakan pihak pertama yang bertanggung jawab memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja seyogyanya menyesuaikan dengan tingkat perkembangannya. Fokus pendidikan yang diberikan pada anak sesuai dengan kebutuhan perkembangannya. Untuk anak kelas satu SMP yang rata-rata umurnya adalah dibawah 15 tahun maka fokus untuk anak usia 11-13 tahun adalah pertumbuhan dan perkembangan remaja, masa akil baliq, perubahan fisik, psikis dan tingkah laku dan alat reproduksi baik organ maupun fungsinya, serta mitos dan fakta yang berhubungan. Untuk anak yang lebih besar (14-15 tahun) dapat dibicarakan mengenai masa subur, seks dan kehamilan, akibat kehamilan remaja, dan pengaruh teman/lingkungan terhadap kepribadian (Hastuti, 2003:11).
Selain pembinaan terhadap sasaran langsung/siswa orang tua merupakan faktor penentu keberhasilan program pembinaan kesehatan remaja/siswa, karena orang tua yang paling dekat dengan siswa. Penyuluhan bagi orang tua siswa mengenai kebutuhan remaja dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung melalui media massa, koran majalah, TV maupun radio, ceramah disekolah.
Program yang diberikan adalah penyuluhan pengetahuan kepada orang tua mengenai:
a. Kebutuhan gizi siswa.
b. Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja.
c. Pengetahuan tentang tumbuh kembang remaja, baik fisik maupun psikososial remaja.
d. Penyakit yang sering timbul dikalangan siswa.
e. Pencegahan penyakit dan timbulnya kecelakaan pada siswa.
f. Pengetahuan tentang pertolongan pertama kecelakaan atau penyakit yang sering pada siswa.
Mengingat guru adalah ujung tombak pelaksanaan pelayanan kesehatan siswa disekolah, maka perlu diberikan pelatihan khusus bagi mereka agar dapat membantu melaksanakan beberapa kegiatan tertentu misalnya:
1. Pengamatan (Observasi). Pengamatan siswa secara sepintas lalu, misalnya keadaan umum murid baik keadaan penampilan umum/kebersihan diri dan kebiasaan prilaku hidup sehat siswa sehari-hari, apakah ada siswa yang mempunyai kebiasaan merokok atau prilaku menyimpang lainnya.
2. Deteksi/menemukan anak yang sakit dan bila perlu rujuk ke puskesmas.
3. Apakah ada siswa yang mempunyai masalah baik kesehatan maupun psikososialnya.
4. Pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS)/Life skill education (LSE).
5. Sekolah yang mempromosikan kesehatan.
6. Penimbangan dan pengukuran tinggi badan siswa setiap 6 bulan sekali.
7. Pemeriksaan ketajaman penglihatan (Visus) setiap 6 bulan sekali.
8. Penyuluhan kesehatan baik secara rutin yang diprogramkan maupun secara insidental bila ada waktu luang didalam sekolah maupun diluar kegiatan sekolah (Moersintowarti, 2008:206-207).
6. Upaya Ibu dalam Mempersiapkan Masa Pubertas
Upaya orang tua dalam mempersiapkan anaknya mengahadapi masa pubertas adalah segala usaha yang dilakukan oleh orang tua dengan tujuan agar anak siap menghadapi masa pubertas dan permasalahan yang mungkin muncul.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk mempersiapkan anak dalam mengahadapi masa pubertas yaitu:
a. Pembinaan religius
Pembinaan religius sangat diperlukan dalam hal mempersiapkan anak memasuki masa pubertas. Musa (2003) menyebutkan bahwa dalam mempersiapkan diri jalan teraman bagi orang tua adalah berpegang pada landasan agama. Penjelasan yang diberikan kepada anak mengenai kesehatan reproduksi senantiasa di bingkai dalam nuansa moral dan keagamaan.
b. Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Chairiah (2003) mengatakan bahwa orang tua kurang memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja sehingga tidak mampu membekali pengetahuan kesehatan reproduksi secara aktif. Pemahaman orang tua yang keliru tentang kesehatan reproduksi juga mempengaruhi upaya dalam mempersiapkan anak menuju masa pubertas.
c. Interaksi orang tua dan anak.
Interaksi ini terjalin dalam komunikasi. Komunikasi adalah inti suksesnya hubungan orang tua dan anak. Komunikasi di landasi rasa respek terhadap anak, langsung, dan proaktif ( tidak perlu menunggu anak bertanya). Makin luas informasi yang diperoleh, makin besar kesiapan remaja menghadapi masa remaja dengan sebaik-baiknya.
d. Menanamkan konsep diri yang positif.
Konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal itu meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. Gambaran pribadi remaja terhadap dirinya sendiri meliputi penilaian diri dan penilaian sosial.
e. Mengkondisikan lingkungan keluarga yang harmonis dan kondusif.
Salah satu upaya dalam mempersiapkan masa pubertas adalah menciptakan hubungan harmonis dalam keluarga. Hal ini mempermudah interaksi antar anggota keluarga. Dari berbagai studi dan pendapat para ahli memperlihatkan bahwa sikap keterbukaan, perhatian, cinta, dan rasa persahabatan yang di berikan oleh orang tua kepada remaja mampu membina pendidikan reproduksi dalam keluarga.
f. Pengawasan peer group.
Pada masa ini telah terbentuk peer group sesuai dengan tahap perkembangannya, dan anak-anak remaja umumnya percaya pada ucapan teman-temannya tersebut. Orang tua sama-sama dapat menunjukkan otoritas bila persoalan mengenai hal-hal yang prinsip yang tentu saja tetap dengan menggunakan tehnik yang tepat, tanpa prinsip duel sehingga ada pihak yang menang dan kalah.
g. Memfasilitasi tersedianya media massa yang terpercaya.
Salah satu ciri media pengajaran adalah mengandung atau membawa pesan atau informasi kepada penerima. Banyak media massa yang memberikan informasi keliru tentang reproduksi. Begitu juga dengan mudahnya akses terhadap penyedia layanan yang cenderung merusak prilaku seksual remaja.
h. Partisipasi dalam program kesehatan reproduksi remaja dan peer education di sekolah.
Program ini dilakukan dengan pendekatan komunikasi berkesinambungan antara keluarga dan sekolah. Pembinaan keluarga disekolah dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan metode pemecahan masalah pada siswa yang bermasalah. Penelitian Fuad menyebutkan bahwa sebaiknya peer education dipilih dari teman¬teman yang suaranya didengar sehingga mempunyai nilai kepercayaan bagi teman¬teman yang lain.
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dari penelitian yang berjudul “Hubungan antara pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas siswa kelas 6 SD Ardimulyo Singosari Malang”.
Variabel Independent Variabel Dependent
Pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja Upaya
mempersiapkan masa pubertas
B. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
C. Defenisi Operasional
N
O Variabel Defenisi Operasi onal Alat ukur Cara Ukur Hasil
Ukur Skala
1 Pengetahuan ibu tentang
kesehatan reproduksi Pengetahuan ibu
tentang kesehatan
reproduksi adalah
pengetahuan yang
dimiliki orang tua
tentang aspek-aspek
biologis seksualitas
yang berkaitan
dengan masa remaja dan implikasinya. Kuesioner Angket Baik:
(18-34) Kurang: (0-17) Ordinal
2 Upaya mempersiap kan masa
pubertas Upaya ibu dalam
mempersiapkan
masa pubertas Kuesioner Angket Baik:
(7-12) Kurang: Ordinal
adalah segala usaha (0-6)
yang dilakukan oleh
ibu dengan tujuan
agar anak siap
mengahadapi masa
pubertas serta segala
Permasalahannya
yang mungkin
muncul.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
B. Populasi dan Sampel
1) Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu siswa Kelas 6 SD Ardimulyo Singosari Malang berjumlah 122 orang.
2) Sampel
Sampel penelitian ini dengan cara total sampling, yaitu keseluruhan dari populasi sebanyak 122 orang. Tetapi yang bersedia mengisi dan mengembalikan kuesioner hanya 78 orang.
a. Kriteria inklusi
1. ibu yang anaknya berusia 11-13 tahun
b. Kriteria eksklusi
1. ibu yang memiliki anak berusia diatas 13 tahun
C. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah SD Swasta Harapan Medan. Alasan memilih lokasi penelitian ini adalah belum pernah diteliti pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
D. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan mulai Maret-Mei 2012
E. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapat izin dari ketua program D-III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang dengan mengajukan penelitian kepada Kepala sekolah SD Swasta Harapan Medan. Peneliti membagi lembar persetujuan (informed consent) yang dilanjutkan dengan pengisian kuesioner.
Untuk menjaga kerahasiaan, maka kuesioner yang diberikan tidak mencantumkan nama responden akan tetapi dengan menggunakan kode pada masing-masing lembar kuesioner tersebut sehingga hanya peneliti yang mempunyai akses terhadap informasi tersebut, dan informasi yang diperoleh hanya dipergunakan untuk penelitian.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti secara tertutup serta berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini berisi data pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi dalam upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner responden. Kuesioner ini berisi pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja. Bagian ini terdiri dari 34 pertanyaan. Untuk menilai pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja, dilakukan penilaian dengan kriteria menggunakan skala yang menyediakan dua alternatif jawaban.
Untuk mendapatkan kriteria digunakan perhitungan berikut :
- Menentukan skor terbesar dan terkecil
Skor terbesar : 34
Skor terkecil : 0
- Menentukan nilai rentang (R)
Rentang = skor terbesar – skor terkecil
= 34-0 = 34
- Menentukan nilai panjang kelas (i)
Rentang (R)
Panjang kelas (i) =
= 34/2 = 17
- Menentukan skor kategori
Cukup = 0 + 17 = 17 (Dari jumlah pertanyaan, responden hanya benar
menjawab 0-17 pertanyaan)
Baik = 17 + 17 = 34 (Dari jumlah pertanyaan, responden benar
menjawab 18-34 pertanyaan)
Kuesioner pertanyaan untuk mengetahui upaya ibu dalam mempersiapkan masa pubertas pada anaknya. Bagian ini terdiri dari 12 pertanyaan dilakukan penilaian dengan kriteria menggunakan skala yang menyediakan dua alternatif jawaban.
Untuk mandapatkan kriteria digunakan perhitungan berikut :
- Menentukan skor terbesar dan terkecil
Skor terbesar : 12 Skor terkecil : 0
- Menentukan nilai rentang (R)
Rentang = skor terbesar – skor terkecil
= 12-0
= 12
- Menentukan nilai panjang kelas (i)
Rentang(R)
Panjang kelas (i) =
= 12/2= 6
- Menentukan skor kategori
Kurang = 0 + 6 = 6 (Dari jumlah pertanyaan, responden hanya benar menjawab 0-6 pertanyaan)
Baik = 6 + 6 = 12 (Dari jumlah pertanyaan, responden benar menjawab
7-12 pertanyaan)
G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas dimaksudkan agar pertanyaan yang termuat dalam kuesioner bisa mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh instrumen atau kuesioner tersebut. Suatu pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya (á ≥ 0,05). Uji validitas akan dilakukan dengan content validity oleh pakarnya, yaitu dokter spesialis obstetri ginekologi dr. Ichwanul Adenin, SpOG.
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat kesetabilan atau kekonsistenan jawaban yang diberikan reponden atas pertanyaan dari kuesioner. Sekumpulan pertanyaan untuk mengukur suatu variabel dikatakan reliabel dan berhasil mengukur dimensi variabel yang kita ukur jika koefisien realibilitasnya lebih dari 0,5 (á ≥ 0,05) sudah memadai syarat reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 responden di SDN 101745 Medan Helvetia yang mempunyai kriteria sama dengan sampel pada bulan Maret, kemudian data diolah menggunakan SPSS dengan mencari nilai koefisien realibilitas Alpha Cronbach. Untuk pertanyaan pengetahuan didapat nilai alpha cronbach 0,764. Sedangkan pertanyaan upaya nilai alpha cronbach 0,789.
G. Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari ketua program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara, kemudian peneliti meminta izin kepada Kepala Sekola SD Swasta Harapan Medan untuk melakukan penelitian dengan memberikan rekomendasi dari Ketua Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.
Peneliti membuat persetujuan untuk responden yang akan diteliti dengan menyerahkan lembar persetujuan (informed consent). Selanjutnya, didalam informed consent peneliti menjelaskan manfaat dan tujuan serta memberitahukan bahwa tidak ada pengaruh negatif yang akan terjadi selama dan sesudah pengumpulan data dan mengatakan bahwa kerahasiaan identitas responden dapat di jaga dan apabila responden menolak untuk diteliti maka tidak dipaksakan.
Dalam lembar kuesioner tidak dituliskan nama responden untuk merahasiakan identitasnya, hanya kode tertentu pada lembar kuesioner serta hanya peneliti yang
mempunyai akses terhadap informasi tersebut, dan informasi yang diperoleh hanya dipergunakan untuk penelitian.
Data diperoleh dari kepala sekolah yaitu jumlah seluruh siswa kelas 6 SD Swasta Harapan Medan. Kemudian kuesioner dibagikan melalui siswa dan dibawa pulang kerumah untuk di isi oleh ibu masing-masing siswa, diberikan waktu 1 minggu untuk diisi setelah itu dikumpul kembali kepada guru bimbingan konseling.
H. Analisis Data
Analisa data hasil penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian. Analisa data yang dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Analisis Univariat
Yaitu menganalisis tiap-tiap variabel penelitian yang ada dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk mengetahui karakteristik dari subjek penelitian, tingkat pengetahuan, dan upaya yang dilakukan dalam mempersiapkan anak memasuki masa pubertas.
b. Analisis Bivariat
Yaitu untuk melihat hubungan 2 variabel dengan menggunakan sistem komputerisasi. Untuk uji hipotesis yang digunakan adalah chi square dengan signifikan (p<0,05) untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dalam upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Dari pengumpulan data yang telah dilaksanakan di SD Swasta Harapan Medan dengan jumlah responden sebanyak 78 orang. Hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk analisa univariat (distribusi frekuensi) dan bivariat yaitu sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah menganalisis tiap-tiap variabel penelitian yang ada dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk mengetahui karakteristik dari subjek penelitian, tingkat pengetahuan, dan upaya yang dilakukan dalam mempersiapkan anak memasuki masa pubertas.
Adapun distribusi frekuensi dari karakteristik responden adalah berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.
Berikut ini tabel distribusi frekuensi dari karakteristik responden penelitian tersebut.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Karakteristik Demografi Ibu Di SD Swasta Harapan Medan
2010
Karakteristik Frekuensi Persentase %
Umur
30-40 Tahun 36 46,2
41-50 Tahun 40 51,3
≥ 51 Tahun 2 2,6
Pendidikan
SD 1 1,3%
SMP - -
SMA 21 26,9%
D3 16 20,5%
S1 32 41,0%
S2 8 10,3%
Pekerjaan
Pedagang 1 1,3%
Wiraswasta 8 10,3%
PNS 11 14,1%
Guru 6 7,7%
Dokter 3 3,8%
IRT 49 62,8%
Penghasilan
< 1.000.000 27 34,6%
1.000.000-5.000.000 38 48,7%
> 5.000.000 13 16,7%
Berdasarkan atas tabel 5.1 diatas dapat dilihat dari 78 responden bahwa sebagian besar umur responden antara umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 40 orang (51,3%). Berdasarkan pendidikan responden sebagian besar adalah S1 yaitu sebanyak 32 orang (41,0%). Berdasarkan pekerjaan responden sebagian besar adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 49 orang (62,8%). Berdasarkan penghasilan responden sebagian besar berpenghasilan antara 1.000.000-5.000.000 yaitu sebanyak 38 orang (48,7%).
Tabel distribusi frekuensi menurut variabel penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan
Pengetahuan Ibu Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja
Di SD Swasta Harapan Medan
Pengetahuan Frekuensi Persentase %
Kurang 28 35,9%
Baik 50 64,1%
Jumlah 78 100
Berdasarkan atas tabel 5.5 diatas dapat dilihat dari 78 responden bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 50 orang (64,1%).
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan
Upaya Ibu Mempersiapkan Masa Pubertas Pada Anaknya
di SD Swasta Harapan Medan
Upaya Frekuensi Persentase %
Kurang 17 21,8%
Baik 61 78,2%
Jumlah 78 100
Berdasarkan atas tabel 5.6 diatas dapat dilihat dari 78 responden bahwa sebagian besar upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya adalah baik yaitu sebanyak 61 orang (78,2%).
2. Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel independen (variabel bebas) yaitu pengetahuan ibu tentag kesehatan reproduksi remaja dengan variabel dependen (variabel terikat) yaitu upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
Tabel 5.4
Hubungan Pengetahuan dengan Upaya Mempersiapkan Masa Pubertas
Pada Anaknya di SD Swasta Harapan Medan
Pengetahuan Upaya Mempersiapkan
Masa Pubertas Total p* OR
(95% CI)
Kurang Baik
n % n % N % 0,004 5,875
(1,6-21,4)
Kurang 9 33,3% 18 66,7% 27 100%
Baik 4 7,8% 47 92,2% 51 100%
Jumlah 13 16,7% 65 83,3% 78 100%
* chi square
Tabel menunjukkan bahwa analisa hubungan antara pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya diperoleh dari 27 orang responden yang berpengetahuan cukup memiliki upaya kurang yaitu 9 responden (33,3%),dan yang berpengetahuan cukup memiliki upaya baik yaitu 18 respnden (66,7%). Sedangkan dari 51 responden yang berpengetahuan baik memilik upaya kurang yaitu 4 responden (7,8%), dan yang berpengetahuan baik memiliki upaya baik 47 (92,2%).
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya diperoleh nilai p=0,008. Hal ini berarti terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya. Sedangkan didapatkan nilai OR= 5,875 artinya ibu yang berpengetahuan baik berpeluang 5,875 kali untuk dapat melakukan upaya yang baik juga dalam mempersiapkan anaknya memasuki masa pubertas.
B. PEMBAHASAN
a. Pengetahuan Ibu tentang Kesehatan Reproduksi remaja di SD Swasta Harapan Medan.
Berdasarkan atas tabel pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi remaja (tabel 5.1) diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik tentang kesehatan reproduksi remaja sebanyak 50 orang (64,1%), sedangkan yang berpengetahuan kurang sebanyak 28 orang (35,9%) dan upaya responden mempersiapkan masa pubertas pada anaknya sebagian besar baik yaitu sebanyak 61 orang (78,2%), sedangkan yang upayanya kurang yaitu sebanyak 17 orang (2 1,8%). Hal ini menunjukkan bahwa responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi remaja.
Pada bagian kuesioner terdapat pertanyaan tentang anatomi reproduksi wanita terdiri atas enam item, dimana lima item adalah benar dan satu item salah. Dari ke enam item tersebut, umumnya responden mengetahui bahwa rahim, vagina dan indung telur adalah bagian dari organ reproduksi perempuan, sedangkan item pinggul banyak dijawab salah oleh responden. Anatomi organ reproduksi laki-laki terdiri atas empat item, dimana tiga item adalah jawaban benar, dan satu item salah. Untuk organ reproduksi laki-laki, responden umumnya telah mengenal bahwa penis, testis, dan scrotum adalah organ reproduksi laki-laki, sedangkan jakun bukan. Sedangkan pada pertanyaan menstruasi adalah tanda kedewasaan anak perempuan umumnya dijawab benar oleh responden, begitu juga dengan pertanyaan mimpi basah adalah tanda kedewasaan anak laki-laki sebagian besar responden juga menjawab benar. Untuk item tanda-tanda kedewasaan anak perempuan jawaban yang benar adalah haid, payudara membesar, tumbuh rambut kemaluan dan timbul jerawat. Sedangkan jawaban yang salah adalah timbul rambut diketiak dan diwajah, kulit lebih kasar, timbul keringat yang berlebihan pada ketiak, otot membesar dan perubahan suara. Untuk item tanda-tanda kedewasaan pada anak laki-laki jawaban yang benar adalah mimpi basah, timbul jakun, tumbuh rambut kemaluan, tumbuh rambut diketiak dan wajah, kulit lebih kasar, timbul keringat yang berlebihan pada ketiak, otot bertambah besar, dan perubahan suara.
Menurut pendapat Notoadmojdo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan disini menyangkut segala sesuatu yang dipahami dan diketahui oleh responden tentang kesehatan reproduksi remaja.
Menurut WHO Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta pro sesnya. Dengan demikian kesehatan reproduksi dapat diartikan pula sebagai suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu mejalani fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman, termasuk mendapat keturunan yang sehat. Kesehatan reproduksi remaja (Adolescence Reproduksi Health) adalah upaya kesehatan reproduksi yang dibutuhkan oleh remaja (Sujardi, 2002).
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari Hastuti (2003) tentang pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi remaja pada siswa kelas 1 SLTPN Martapura Kalimantan Selatan, dimana pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi remaja cenderung pada kategori sangat kurang (37,5%).
Penelitian Primulyani (2002) mendapatkan bahwa karakteristik usia responden (ibu siswa SLTP), tingkat pendidikan dan penghasilan keluarga mempengaruhi persepsi ibu terhadap kesehatan reproduksi remaja. Ini mungkin berhubungan dengan akses informasi yang lebih baik dibanding dengan ibu berusia muda, berpendidikan rendah, dan berpenghasilan rendah.
Penelitian Hikmah (2002), karakteristik orang tua SMU yang berupa umur, pendidikan, dan pekerjaan tidak mempengaruhi pengetahuan kesehatan reproduksi siswa SMU. Ini karena sumber informasi remaja tentang kesehatan reproduksi remaja umumnya adalah teman sebaya mereka.
b. Upaya ibu dalam mempersiapkan masa pubertas pada anaknya di SD Swasta Harapan Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki upaya baik, yaitu dari 78 responden 61 responden (78,2%) diantaranya menunjukkan upaya yang baik dalam mempersiapkan masa pubertas pada anaknya dan 17 responden (21,8%) menunjukkan upaya yang kurang dalam mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
Upaya orang tua dalam mempersiapkan anaknya mengahadapi masa pubertas adalah segala usaha yang dilakukan oleh orang tua dengan tujuan agar anak siap menghadapi masa pubertas dan permasalahan yang mungkin muncul. Antara lain: Pembinaan religius, meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, interaksi orang tua dan anak, menanamkan konsep diri yang positif, mengkondisikan lingkungan keluarga yang harmonis dan kondusif, pengawasan peer group, memfasilitasi tersedianya media massa yang terpercaya, partisipasi dalam program kesehatan reproduksi remaja dan peer education di sekolah.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari Hastuti (2003) tentang pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi remaja pada siswa kelas 1 SLTPN Martapura Kalimantan Selatan, dimana upaya orang tua mempersiapkan masa pubertas pada anaknya cenderung pada kategori cukup (34,4%).
c. Hubungan Pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya
mempersiapkan masa pubertas pada anaknya di SD Swasta Harapan Medan.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,004 terdapat hubungan yang bermakna secara statistik (p<0,05) artinya ada hubungan pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya atau dengan kesimpulan Ho ditolak. Ini berarti bahwa untuk meningkatkan upaya mempersiapkan masa pubertas dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja bersamaan dengan faktor-faktor lakin yang berpengaruh, seperti halnya karakteristik ibu. Peningkatan variabel pengetahuan ibu saja tanpa ada upaya meningkatkan variabel yang berpengaruh tidak akan secara mutlak meningkatkan upaya ibu dalam mempersiapkan masa pubertas anaknya.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari Hastuti (2003) yang mana hasil penelitiannya diketahui bahwa adanya hubungan yang bermakna (sig<0,05) antara pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya. Dengan nilai p=0,472 (berada pada rentang 0,7-0,9). Ini membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
1. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti telah berupaya semaksimal mungkin untuk memperoleh data yang sebenarnya dan tetapi tidak ada mengontrol kondisi yang berkaitan dengan proses dan asli penelitian secara optimal, namun berbagai kendala yang tidak jarang muncul sehingga berbagai kelemahan dan keterbatasan pada saat melaksanakan penelitian ini, antara lain:
a. Penelitian ini rawan terhadap bias karena dalam pengumpulan data tidak diambil secara langsung oleh peneliti, tetapi meminta bantuan melalui guru bimbingan konseling di SD Swasta Harapan Medan sendiri yang sebelumnya telah dilakukan diskusi untuk pelaksanaan penelitian. Kuesioner dibagikan melalui para siswa kemudian dibawa pulang untuk diisi oleh ibu mereka diberi waktu selama 1 minggu dan setelah itu dikumpul kembali melalui guru bimbingan konseling.
b. Pengisian kuesioner oleh responden tidak diawasi oleh peneliti, sehingga memungkinkan responden untuk menjawab hal yang tidak sebenarnya dari keadaan responden yang bersangkutan.
c. Dari 122 responden hanya 78 responden yang mengembalikan kuesioner dengan berbagai alasan diantaranya kuesioner hilang, belum diisi oleh ibunya, ibunya sedang tidak dirumah, responden tidak bersedia mengisi, single parent dan lain-lain.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pengujian hipotesis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik tentang kesehatan reproduksi remaja sebanyak 50 orang (64,1%).
2. Sebagian besar responden memiliki upaya yang baik dalam mempersiapkan masa pubertas pada anaknya yaitu sebanyak 61 orang (78,2%).
3. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi remaja dengan upaya mempersiapkan masa pubertas pada anaknya, karena diperoleh nilai p=0,004.
B. Saran
1. Pihak Sekoah SD Swasta Harapan Medan
Agar dapat melaksanakan pendidikan/penyuluhan kesehatan reproduksi remaja oleh pihak sekolah kepada orang tua siswa yang diselenggarakan bersamaan dengan saat pertemuan orang tua dengan pihak sekolah misalnya: rapat BP-3, ataupun pertemuan khusus lainnya.
2. Untuk Responden
Agar lebih meningkatkan pengetahuan khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja dan meningkatkan upaya dalam mempersiapkan masa pubertas pada anaknya, sehingga para remaja tidak merasakan dampak negatif dari perubahan yang dihadapi pada masa pubertas.
3. Untuk Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan untuk melanjutkan penelitian ini dengan metode indepth interview agar mendapat data yang lebih lengkap tentang upaya yang dilakukan orang tua untuk mempersiapkan masa pubertas pada anaknya.
Langganan:
Postingan (Atom)